Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ancaman Krisis Air I Wilayah Berdampak Kekeringan Terus Meluas

Mesti Serius Atasi Kekeringan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Upaya menanggulangi bencana kekeringan dinilai masih normatif, sehingga butuh langkah nyata dan berkelanjutan untuk mengatasinya.

JAKARTA - Pemerintah dinilai belum melakukan langkah serius guna mengantisipasi kekeringan melalui program jangka panjang serta berkelanjutan. Sekarang ini, masalah kekeringan hanya diatasi dengan cara biasa-biasa saja atau normatif, menyebarkan tandon air melalui truk di berbagai wilayah yang membutuhkan ataupun menambah pompa air.

"Tak ada langkah nyata yang serius dilakukan, sekarang ini hanya formalitas saja, belum ada langkah nyata, berkelanjutan dan menyeluruh untuk mengatasi krisis air," ungkap Pemerhati lingkungan dari Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha), Sigit Budiono, kepada Koran Jakarta, Selasa (16/7).

Menurut Budiono, hal paling penting dilakukan adalah mengatasi kekeringan dengan mencegah pengrusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) di wilayah hulu. Banyak di area hulu mengalami alih fungsi lahan sehingga tangkapan airnya tidak maksimal. Hal ini yang membuat degradasi air sungai menjadi timpang ketika musim kemarau dan penghujan.

"Sekarang ini, sudah mengkhawatirkan, alih fungsi lahan di hulu. Buat apa juga bangun bendungan, kalau airnya tak ada, " tukas Budiono.

Disisi lain, menurutnya, kebutuhan air baku untuk masyarakat khususnya perkotaan terus meningkat dari waktu ke waktu. Untuk itu, selayaknya juga mengukur kembali secara akurat supply dan demand air di suatu wilayah agar dampaknya dapat diantisipasi sejak dini."Warga terus bertambah, tak memperhatikan seberapa besar kemampuan daya dukung lingkungan, sehingga krisis air terjadi. Jadi harus lakukan evaluasi menyeluruh."

Budiono menerangkan, kekeringan yang melanda tidak bisa dipandang hanya satu masalah lingkungan semata. Pemerintah diminta tegas untuk membatasi aturan investasi yang bersentuhan langsung dengan lingkungan. "Krisis jangan dipandang hanya di Jawa dan Nusa Tenggara, ini bisa terjadi di Kalimantan. Bukan tidak ada air, tetapi air yang ada tercemar dengan limbah. Ini sama saja, krisis air," tegasnya.

Seperti diketahui, ancaman kekeringan samakin serius terjadi di beberapa wilayah..Masyarakat Kabupaten Lebak, Banten selama sepekan terakhir mengalami krisis pasokan air bersih akibat kemarau yang berlangsung sejak Juni 2019."Masyarakat di sini terpaksa mengantre untuk mendapat pasokan air bersih dari sumber mata air," kata Iming (45), warga Desa Mekarsari, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak di Lebak, Selasa.

Kesulitan air bersih itu yang mereka alami itu setelah sumur bawah tanah mengalami kekeringan. Masyarakat yang mengalami krisis air bersih tercatat 75 keluarga. Mereka memanfaatkan sumber air yang ada untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK).

Makin Meluas

Bencana kekeringan juga terjadi di wilayah Kupang, NTB, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kupang mencatat, potensi kekeringan yang melanda wilayah-wilayah di provinsi berbasis kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai meluas.

Baca Juga :
Dukung UMKM

"Wilayah-wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan di NTT saat ini meluas dari sebelumnya 13 wilayah menjadi 32 wilayah, yang tersebar di sembilan kabupaten" kata Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kupang, Apolinaris Geru kepada Antara, Selasa, terkait potensi kekeringan di NTT. Ant/suh/E-12

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top