![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Meringankan Beban Hidup, Pekerja Padat Karya Bebas Pajak Penghasilan
Pekerja menyelesaikan pembuatan batik tulis khas Cilegon, di Kota Cilegon, Banten, Selasa (14/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas.JAKARTA - Pemberian insentif pajak kepada pekerja di sektor padat karya memiliki diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga berimbas pada stabilitas ekonomi.
Kebijakan ini umumnya diterapkan untuk mendukung sektor industri yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti tekstil, manufaktur, dan pertanian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan aturan yang mengatur insentif pajak penghasilan (PPh) 21 ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor padat karya dengan penghasilan di bawah Rp10 juta.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, Sri Mulyani menetapkan insentif PPh 21 DTP berlaku untuk masa pajak Januari hingga Desember 2025.
Dikutip di Jakarta, Jumat (7/2), beleid itu merinci insentif PPh 21 DTP berlaku untuk empat sektor industri, di antaranya alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit.
Untuk mendapatkan insentif itu, pemberi kerja harus bergerak di sektor yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang tercantum pada basis data yang terdapat dalam administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Rincian KLU tercantum dalam lampiran PMK 10/2025.
Insentif PPh 21 DTP bisa dinikmati oleh pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap.
Untuk bisa memperoleh insentif, pekerja perlu memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi dengan data DJP untuk bisa memperoleh insentif ini. Pekerja juga harus dipastikan tak menerima insentif PPh 21 DTP lainnya.
Ketentuan itu berlaku untuk pegawai tetap maupun tidak tetap.
Bagi pekerja tetap, insentif bisa diperoleh bila penghasilan bruto di bawah Rp10 juta per bulan, yang mencakup gaji, tunjangan, serta imbalan sejenis yang bersifat tetap dan teratur.
Sementara bagi pekerja tidak tetap, kriteria pendapatan untuk menerima insentif yaitu rata-rata upah tak lebih dari Rp500 ribu per hari atau Rp10 juta per bulan.
Pemberi kerja wajib melaporkan pemanfaatan insentif PPh 21 DTP 2025 melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Masa PPh 21/26 pada masa pajak Januari hingga Desember 2025.
Jika terjadi kesalahan, pelaporan dapat diperbaiki melalui pembetulan SPT, dengan batas waktu pelaporan dan pembetulan hingga 31 Januari 2026.
- Baca Juga: Perang Dagang, RI Berisiko Dibanjiri Produk Tiongkok
- Baca Juga: Kredit Bank Mandiri Tumbuh
Jika laporan disampaikan setelah tenggat waktu, insentif tidak diberikan dan pemberi kerja harus menyetor PPh Pasal 21 sesuai ketentuan pajak yang berlaku.
Berita Trending
- 1 Anggota Komisi IX DPR RI Pastikan Efisiensi Anggaran Tak Kurangi Layanan Kesehatan Warga
- 2 Menteri Kebudayaan Fadli Zon Kunjungi Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin
- 3 Warga Kupang Terdampak Longsor Butuh Makanan dan Pakaian
- 4 Meringankan Beban Hidup, Pekerja Padat Karya Bebas Pajak Penghasilan
- 5 Klasemen Liga 1: Dewa United Geser Persija di Posisi Kedua