Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mereka yang "Mengkhianati" Anugerah Nobel Perdamaian

Foto : REUTERS/Jim Tanner

Mantan Perdana Menteri Israel, Shimon Peres (kiri), berbincang dengan Presiden Palestina, Yasser Arafat, di Jalur Gaza, Israel, pada 13 Oktober 1998. Keduanya merupakan peraih Nobel perdamaian.

A   A   A   Pengaturan Font

OSLO- Aung San Suu Kyi telah mengecewakan orang-orang yang pernah bertepuk tangan saat namanya diumumkan sebagai peraih Nobel bidang perdamaian 1991. Kekaguman ini tampaknya tidak berlangsung abadi setelah meletupnya krisis kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine, Mynamar, yang memakan ratusan korban jiwa dan eksodus besar-besaran.

Suu Kyi sekarang ini sedang menghadapi kritik internasional, termasuk dari sesama peraih Nobel perdamaian, Desmond Tutu, karena tidak menghentikan apa yang disebut oleh Perseikatan Bangsa-Bangsa sebagai pembunuhan massal, pemerkosaan dan pembakaran desa-desa, yang dihuni oleh warga minoritas Rohingya di Rakhine. Aksi kekerasan hingga kini telah memaksa 502 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangadesh, negara yang berbatasan dengan Myanmar.

Suu Kyi yang sekarang menjabat sebagai pemimpin de facto Myanmar, mendapatkan anugerah Nobel perdamaian karena perjuangannya untuk menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) di negara yang dulu bernama Burma. Terdapat aturan bahwa anugerah Nobel tidak bisa ditarik kembali dari penerimanya.

"Sebelum Suu Kyi dihujani kritik, hal semacam ini sudah pernah terjadi beberapa kali. Aung San Suu Kyi adalah juru bicara HAM yang sangat penting di Burma dan banyak negara Asia. Hal ini tidak bisa dihapuskan darinya," kata Geir Lundestad, Sekretaris Komite Nobel Norwegia 1990 - 2014, Rabu (27/9).

Kontroversi Penerima
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top