Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menyikapi HOTS dalam UN 2019

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Irma Suryani

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Efendy, akan tetap memasukkan materi soal berkategori higher order thinking skills (HOTS) dalam ujian nasional (UN) dan tes masuk perguruan tinggi negeri tahun 2019. Menurut Muhadjir, Indonesia sudah tertinggal dari negara-negara lain dalam UN. Sebab, selama ini, soal UN masih memakai materi berkategori lower order thinking skills (LOTS). Lalu, bagaimana sebaiknya para guru menyikapi?

Secara sederhana, HOTS dimengerti sebagai kemampuan berdaya nalar tinggi. Ini merupakan konsep reformatif dunia pendidikan yang mulai diperkenalkan di barat awal abad 21. Tujuannya untuk menyiapkan peserta didik menghadapi Revolusi Industri 4.0. Sedangkan Revolusi Industri 4.0 itu sendiri ditandai dengan makin menguatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Digitalisasi merambah ke berbagai bidang dan membuat disrupsi di sejumlah sektor kehidupan. Ini membuat persoalan kehidupan bertambah kompleks.

Sistem pendidikan di mana pun dituntut untuk selalu selaras dengan perkembangan dan tantangan zaman. Dengan begitu, hasil pembelajaran sekolah dapat berkontribusi secara lebih nyata bagi munculnya solusi-solusi atas berbagai persoalan kehidupan di sekeliling.

Kemampuan dasar berupa membaca, menulis, dan berhitung kini dipandang tidak cukup sebagai bekal menghadapi persoalan kehidupan yang semakin kompleks di era Revolusi Industri 4.0. Individu perlu pula memiliki kemampuan daya nalar tinggi. Mengapa? Karena solusi-solusi yang inovatif serta kreatif cenderung muncul dari individu-individu demikian.

Maka, dalam konsep HOTS, proses belajar mengajar sekolah tidak boleh cuma menekankan pada aspek hafalan (memorizing). Dengan demikian, berbagai pengetahuan yang diajarkan sekolah tidak cukup sebatas mampu diingat oleh para siswa, tetapi harus pula mampu diterapkan oleh para siswa dalam kehidupan nyata.

Pada saat yang sama, siswa juga perlu didorong untuk senantiasa berpikir kritis sehingga mampu memutuskan yang harus dilakukan (Norris & Ennis, 1989). Mereka dapat melakukan penalaran, bertanya, mengobservasi, menjelaskan, dan membandingkan. Siswa bisa menghubungkan, menemukan permasalahan maupun menjajaki berbagai pandangan (Barahal, 2008). Di samping itu, mereka mampu pula mengenali kredibilitas sumber informasi, membedakan asumsi, generalisasi, maupun bias (Collins, 2014).

Dalam konsep HOTS pula, kemampuan pemecahan masalah (problem solving) menjadi salah satu yang perlu ditekankan dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa harus dilatih untuk mampu melahirkan solusi-solusi yang mungkin atas aneka persoalan kehidupan.

Tantangan Guru

Di tengah banyak pihak yang mempertanyakan mulai dimasukkannya materi ujian berkategori HOTS, tidak sedikit pula yang mengapresiasi langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut karena berani membuat terobosan dengan menaikkan tingkat kesulitan materi UN. Dengan begitu, sebagian materinya tak sekadar berada di level hafalan, tetapi juga kemampuan berdaya nalar tingkat tinggi.

Mulai dimasukkannya soal-soal berkategori HOTS dalam UN sekolah tentu saja perlu segera disikapi para guru. Mereka perlu melakukan pembenahan dalam proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini merupakan salah satu tantangan para guru. Penerapan konsep HOTS dalam kegiatan belajar mengajar membutuhan sejumlah strategi dan pendekatan khusus.

Menurut Janelle Cox, pakar pendidikan dasar lulusan Buffalo State College, New York, Amerika Serikat, dan rutin menulis masalah-masalah pendidikan untuk majalah Teachhub, untuk meningkatkan kemampuan daya nalar tinggi siswa, banyak yang dapat dilakukan guru selama kegiatan belajar mengajar belangsung. Beberapa di antaranya sebagai berikut.

Pertama, ciptakan budaya bertanya. Dorong siswa untuk selalu bertanya. Kalaupun guru belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa, tunjukkan tempat mereka bisa menemukan jawaban-jawaban. Atau janjikan untuk mencarikan jawab pada hari berikut. Kedua, mengoneksikan berbagai konsep. Ajari siswa mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Misalnya, mulai dari sebuah konsep kecil dikaitkan dengan yang lebih besar dan luas. Dengan demikian, mereka akan lebih baik memahami sebuah persoalan.

Ketiga, ajari siswa menafsirkan dan menyimpulkan fakta. Contohnya, perlihatkan siswa sebuah gambar di mana orang-orang sedang antre di sebuah dapur umum. Mintalah tiap siswa menafsirkan dan menyimpulkan makna gambar. Keempat, bantu siswa untuk menemukan berbagai cara pemecahan masalah. Jajaki kemungkinan-kemungkinan penggunaan metode alternatif yang berbeda-beda dalam menyelesaikan beragam permasalahan.

Kelima, dorong peserta didik untuk mengembangkan pemikiran kreatif yang mengimajinasikan, merancang dan menemukan materi yang mereka pikirkan. Dorong pula agar siswa berpikir di luar tempurung (out of the box).

Terakhir, ajari siswa mampu mengelaborasi setiap jawaban yang diberikan. Untuk mencapai kemampuan daya nalar tingkat tinggi, para siswa benar-benar dituntut memahami sebuah konsep, bukan sekadar mengingat atau menghafal. Kemampuan mengelaborasi jawaban secara lebih detil atas sebuah pertanyaan dapat menjadi indicator, siswa memahami sebuah konsep atau sekadar mengingat atau menghafal.

Seperti dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Indonesia memang termasuk negara yang boleh dibilang ketinggalan dalam soal sistem pembelajaran menggunakan konsep HOTS. Mayoritas sekolah masih berkutat pada sistem pembelajaran yang menekankan konsep hafalan.

Maka, tidak perlu heran bila kualitas pendidikan masih tertinggal dari sejumlah negara. Setidaknya ini terlihat, misalnya, dari hasil survei Program for International Students Assessment (PISA) beberapa waktu lalu. Survei menempatkan Indonesia untuk bidang sains diperingkat 64. Sedang bidang membaca, menempati peringkat 66 dari 72 negara yang disurvei.

Untuk mengejar ketinggalan dari negara-negara lain, pembenahan sistem pembelajaran sekolah-sekolah harus segera dilakukan. Pendidikan adalah kunci kemajuan. Semakin maju pendidikan, suatu bangsa akan tambah maju dan berkualitas. Tentu, semua mengharap bangsa Indonesia semakin maju.

Penulis Guru Yayasan Pendidikan Al-Fath Sukabumi

Komentar

Komentar
()

Top