Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menpan RB Mendukung Penataan Tempat Kerja di Pemda DKI Jakarta

Foto : Istimewa

Menpan RB Tjahjo Kumolo.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mendukung langkah Pemda DKI Jakarta yang menata tempat kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dari kantor wali kota hingga kecamatan dan kelurahan. Penataan itu merupakan bagian dari reformasi birokrasi.

"Kami mendukung Pemda DKI yang menata tempat kerja di Pemda DKI sampai kantor wwlikota kecamatan dan desa, ini bagian dari reformasi birokrasi," kata Tjahjo, di Jakarta, Senin (19/4).

Menurut Tjahjo, reformasi birokrasi tidak sekedar penyederhanaan birokrasi yakni pergantian eselon III dan IV menjadi fungsional. Tapi juga, penataan ruang kerja birokrasi juga penting.

"Tata ruangan juga harus dinamis, mampu menciptakan kolaborasi agar cepat mengambil keputusan," ujarnya.

Tata ruang kerja birokrasi, lanjut Tjahjo, harus bisa mencerminkan spirit dari penyederhanaan birokrasi itu sendiri. Menggambar kerja-kerja fungsional yang cepat dan ringkas, dengan pejabat Eselon I dan II yang bertindak sebagai leadernya.

"Eselon I dan II yang jadi leader, yang menggerakkan dan mengorganisir staf fungsional yang semua bertanggungjawab kepada Gubernur dan Wakil Gubernur," katanya.

Tidak lupa, Menteri Tjahjo mengingatkan, agar penataan ruang kerja harus memperhatikan protokol kesehatan. Intinya, penataan ruang kerja harus juga dalam konteks mencegah penularan Covid-19 di lingkungan kerja.

"Penataan kantor juga harus dalam upaya penerapan protokol kesehatan. Misalnya AC tidak 24 jam hidup, sirkulasi udara juga harus ada. Harus ada jarak antara meja dan kursi kerja dan tiap ruangan ada tempat cuci tangan dan tetap pakai masker. Serta mengurangi ruang-ruangan dan diupayakan dengan ruang terbuka," tuturnya.

Ditegaskannya pula, bahwa penyederhanaan birokrasi diperlukan aebagai upaya untuk membuat birokrasi lebih adaptif. Lebih cepat dalam proses pelayanan dan pengambilan keputusan. "Upaya penyederhanaan birokrasi juga pada dasarnya untuk merubah pola pikir aparatur yang cenderung hirarkis menjadi lebih lincah dan inovatif," ujarnya.

Masih terkait dengan reformasi dan penyederhanaan birokrasi, kata Tjahjo, digitalisasi birokrasi sangat diperlukan untuk mendorong aparatur yang lincah dan inovatif. Karena itu, kepala daerah harus dari sekarang mulai menerapkan pemerintahan yang berbasis elektronik. Dan, ini semua sudah mesti dipersiapkan saat ini juga. Sebab dengan digitalisasi birokrasi, pelayanan-pelayanan dirancang lebih mudah dan cepat."Dan itu semua bisa dilakukan melalui instrumen digital," ujarnya.

Dan yang tidak kalah penting, dalam reformasi birokrasi ini, kata dia, peningkatan kualitas SDM Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena itu, kepala daerah harus mulai meningkatkan kualitas SDM birokrasi. Sehingga hal ini bisa mendorong kualitas birokrasi yang bisa diandalkan untuk bersaing di era global dan revolusi industri 4.0.

Sementara itu, saat menjadi keynote speaker dalam acara virtual public lecture jabatan fungsional analis kebijakan, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pergeseran struktural ke fungsional. Pertama, cara kerja jabatan fungsional harus lebih cair, lebih kolaboratif, memberikan ruang bagi konsolidasi kekuatan untuk memecahkan masalah lintas sektor, lintas disiplin, lintas skill, dan lintas keahlian."Jadi perlu dibangun sebuah ekosistem atau cara kerja baru," katanya.

Kedua, kata Pratikno, apresiasi kinerja terhadap pejabat fungsional harus mengalami pergeseran. Misalnya ketika melakukan kolaborasi, maka KPI atau Key Performance Indicator juga harus kolaboratif. Pemerintah perlu memikirkan perubahan KPI ini secara signifikan. Ketiga, ekosistem kerja juga harus berubah agar mendorong kolaborasi. Suasana dan format kantor harus berubah.

"Digitalisasi harus dilakukan besar-besaran untuk mendukung kolaborasi dimanapun berada. Debirokratisasi tentu saja harus dilakukan juga, karena dari fungsional kita ingin memperoleh expertise," katanya.

Jangan sampai, ujarnya, kemudian aparatur dibebani dengan tugas-tugas birokrasi. Jangan sampai pula pejabat fungsional lebih sibuk menulis formulir laporan kegiatan ketimbang memikirkan substansi kebijakan. Maka, sangat penting perubahan kapasitas individual dari pejabat fungsional. Sebab ketika bergeser dari pejabat struktural ke pejabat fungsional, yang dibutuhkan tentu berbeda. Bukan hanya penguasaan konten, tetapi juga perlu karakter sebagai pembelajar, karakter mixing skills knowledge, hybrid skills, atau hybrid knowlegde dan penguasaan materi. Sehingga kontribusinya signifikan.

Analis kebijakan harus punya sifat dan karakter untuk mampu merumuskan masalah secara baik, harus punya empati kepada masyarakat, kepada kemanusiaan, kepada bangsa dan negara. Harus ada critical thinking yang bertanya terhadap apayang sudah dilakukan. Dan tentu saja kemudian harus ada karakter problem solving," kata Pratikno.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top