Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menkeu: Pembiayaan Menjadi Batu Sandungan Pembicaraan Keberlanjutan

Foto : ANTARA/M Baqir Idrus Alatas

Tangkapan virtual Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Gala Dinner Indonesia Sustainability Forum 2023 dengan dengan topik “Indonesia Welcomes Further International Collaboration for a Better Tomorrow”, di Jakarta, Kamis (7/9/2023).

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri MulyaniIndrawati menyatakan persoalan pembiayaan (financing) dalam pembicaraan tentang keberlanjutan (sustainability) selalu menjadi batu sandungan.

Pernyataan tersebut disampaikan Menkeu dalam Gala Dinner Indonesia Sustainability Forum 2023 dengan dengan topik"Indonesia Welcomes Further International Collaboration for a Better Tomorrow"yang dipantau secara virtual, di Jakarta, Kamis.

"Ketika kita berbicara tentang keberlanjutan, kita semua selalu dihadapkan pada batu sandungan yang sangat penting, yaitu pembiayaan. Banyak yang sudah memperkirakan apa yang sebenarnya diperlukan untuk menyelamatkan dunia dari ancaman perubahan iklim ini. Keuangan berkelanjutan adalah salah satu hal yang paling penting, dan kita semua tahu bahwa kebutuhan untuk memobilisasi pembiayaan sangatlah penting," ujar Menkeu.

Sri Mulyanimemberi contoh, misalnya di Indonesia yang dinilai akan terus bertumbuh, sehingga elastisitas permintaan energi bakal jauh lebih tinggi. Dalam arti, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen di Tanah Air membuat pertumbuhan energi jauh lebih besar.

Untuk menghindari peningkatan emisi karbon yang dihasilkan dari pertumbuhan energi, maka perlu dilakukan investasi lebih banyak dalam energi terbarukan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berlanjut.

Berdasarkan hasil pembahasan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Conference of the Parties(COP) 26di Glasgow, Skotlandiadiperkirakan Indonesia membutuhkan 280 miliar dolar Amerika Serikat (AS) untuk bisa mencapai targetNationally Determined Contribution/NDC mengurangi karbondioksida (CO2) lebih dari 42 persen pada 2030.

"Kami melakukan cukup banyak pengambilan anggaran, penerbitangreensukuk,greenbond. Kami juga menciptakan pembiayaan campuran (blendedfinance). Hal ini agar kita mampu menciptakan platform kemitraan," ujarnya lagi.

Menurut Sri Mulyani, diskusi saat ini bukan lagi pada tataran bagaimana mewujudkan kerja sama pembiayaan campuran dalam skema kemitraan. Namun, bagaimana menciptakan skalabilitas dengan menguji cara kerja menurunkan emisi karbon untuk proyek tertentu.

Sebagai contoh, pemerintah disebut akan menghentikan penggunaan batu bara sebelum mengidentifikasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Sekarang, pemerintah sudah berada pada level pembahasan berapa banyak yang diperlukan untuk mempensiunkan PLTU batu bara. Hal ini dinilai akan berdampak pada neraca perusahaan listrik PT PLN (Persero).

Jika batu bara dipensiunkan, katadia lagi, maka komoditas tersebut menjadi aset terbengkalai. Selain itu, laporan neraca perusahaan batu bara perlu diisi kembali oleh ekuitas yang telah berkurang dengan energi terbarukan yang membutuhkan belanja modal ketika suku bunga saat ini sedang mahal.

"Ini semua menjadi masalah nyata yang teridentifikasi, bukan lagi sekadar bicara uang triliunan atau 280 triliun (dolar AS)," kata dia.

Menkeu mencontohkan rencana pensiun dini PLTU-1 Cirebon di Jawa Barat yang akan mengurangi 4,4 juta ton CO2 dalam waktu 7 tahun dengan kebutuhan dana sebanyak 330 juta dolar AS. Sehingga, harus dipadukan ekuitas dan pinjaman untuk pembiayaan perusahaan tersebut.

Pada sisi lain, ketika suku bunga menjadi mahal, maka perlu ada yang menanggung lagi pembiayaan tersebut. Karena itu, Menkeu menekankan bahwa pemerintah bersungguh-sungguh untuk menciptakan kemajuan baru untuk mengurangi emisi karbon.

"Jika tidak, maka kita akan membicarakan forum keberlanjutan di banyak tempat berbeda, semua orang terbang (menggunakan pesawat terbang) dan, tentu saja, memiliki jarak tempuh dan mengurangi CO2 tetapi tidak memberikan hasil, dan kita menciptakan situasi yang lebih buruk bagi dunia. Jadi, setiap pertemuan, kita harus mempunyai ambisi bahwa ada kemajuan yang perlu dicapai dan di mana permasalahan yang perlu diselesaikan," ujar Sri Mulyanipula.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top