Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menjaga Kepercayaan Rupiah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) akhirnya tak kuasa menahan tekanan global sehingga menembus 15 ribu rupiah. Kurs ini merupakan level terlemah sejak krisis moneter (krismon) pada Juli 1998. Kala itu, Indonesia mengalami periode suram krismon yang bertransformasi menjadi guncangan sosial-politik hingga pergantian kepemerintahan.

Tapi, pelemahan rupiah saat ini berbeda dengan krismon 1998. Pada 1998, rupiah terdepresiasi 400 persen dari 2.800 rupiah per dollar AS menjadi 14 ribu rupiah per dollar AS. Sementara itu, rupiah pada sepanjang tahun 2018 hanya melemah sekitar 9 persen.

Selain itu, kondisi makroekonomi pada 1998 berkali lipat lebih parah dibanding saat ini. Sebagai contoh, inflasi pada 1998 sempat menembus 77 persen. Sedangkan saat ini, inflasi secara tahun kalender masih tercatat 2,3 persen. Bahkan, Agustus kemarin Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,05 persen.

Tak cuma itu, para pengambil kebijakan saat ini tampak lebih percaya diri sehingga tidak menimbulkan kepanikan. Lebih dari itu, otoritas moneter selalu berada di pasar, sehingga rupiah tidak jatuh lebih dalam lagi.

Itu artinya, Bank Indonesia (BI) akan tetap melakukan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk menahan pelemahan rupiah, selain opsi dengan menaikkan instrumen suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate". Sejauh ini, BI telah menaikkan suku bunga kebijakan 125 basis poin untuk naikkan imbal hasil aset dalam negeri. Intervensi ganda dilakukan BI dengan menstabiliasi pasar valas agar likuiditas terjaga dan membeli SBN yang dilepas investor asing di pasar sekunder.

Pemerintah juga terus melakukan penguatan struktur perekonomian dengan melakukan pembenahan sektor industri manufaktur yang mampu menghasilkan devisa dan mengurangi impor, terutama barang konsumtif. Kemudian, mendukung pariwisata agar neraca perdagangan dan transaksi berjalan menjadi kuat.

Selain itu, perbaikan iklim investasi agar dapat menarik arus modal dari luar juga dilakukan untuk memperkuat neraca modal. Dengan demikian, neraca pembayaran semakin kokoh dan mampu menopang stabilitas nilai tukar rupiah. Pemerintah juga terus memperkuat basis investor dalam negeri dan melakukan pendalaman pasar keuangan, sehingga stabilitas nilai surat berharga pemerintah terjaga.

Sementara itu, BI maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus menjaga sistem keuangan dan fungsi intermediasi agar tetap stabil serta tahan guncangan global. Bahkan, dalam rangka mitigasi dan antisipasi terhadap risiko nilai tukar rupiah, pemerintah dan BI akan menyiapkan dan memanfaatkan kerja sama regional dan global untuk memperkuat instrumen second line of defense.

Tekanan pada rupiah akan terus terjadi karena ekspetasi pasar mengenai The Federal Reserve (Bank Sentral AS) yang akan menaikkan suku bunga acuannya September dan Oktober 2018 nanti. Selain itu, dinamika perang dagang global yang diinisiasi Presiden AS, Donald Trump, juga akan menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasar keuangan domestik masih sangat rentan dengan sentimen negatif eksternal. Alasannya, kepemilikan asing pada instrumen keuangan domestik, termasuk SBN masih cukup besar.

Ke depan, kita berharap situasi dalam negeri tetap stabil, sehingga tidak mengganggu kepercayaan rupiah. Kebijakan pemerintah, seperti pengendalian impor harus bermanfaat bagi stabilisasi kurs rupiah. Intinya, di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, penting bagi Indonesia menjaga stabilitas ekonomi untuk mengembalikan kepercayaan pelalu pasar. Maklum, melemahnya kinerja perekonomian domestik turut mendiskon kepercayaan pasar. Di sinilah pentingnya pemerintah dan masyarakat bahu-membahu menjaga kepercayaan pada rupiah.

Komentar

Komentar
()

Top