Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Menjadi Bangsa Bermartabat

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

OLEH MGR I SUHARYO

KAJ menetapkan 2019 sebagai "Tahun Berhikmat" dengan semboyan "Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat." Kisah mengenai orang majus dari Timur berakhir dengan kata-kata kaya makna, "… mereka pun pulang ke negerinya lewat jalan lain." Menurut kisah, mereka pulang lewat jalan lain untuk menghindari Herodes.

Tetapi, secara simbolis, kata-kata itu dapat diartikan secara lain: siapa pun yang benar-benar mengalami penampakan Tuhan, artinya "berjumpa" dengan Tuhan, tidak akan lagi hanya menapaki jalan hidup yang sama. Pengalaman perjumpaan dengan Tuhan selalu membarui, mengubah, serta menjadikan kita pribadi-pribadi yang terus bertumbuh dalam kasih, kesucian, hikmat, dan kebijaksanaan.

Pengalaman penampakan atau perjumpaan dengan Tuhan ditawarkan kepada siapa saja, tanpa kecuali. Yang membedakan, keterbukaan orang untuk menanggapi kesempatan itu. Tidak sedikit orang yang hanya merasa "terkejut" (Mat 2:3), seperti halnya Herodes dan seluruh Yerusalem.

Mereka berhenti dan tidak mencari, sedangkan ketiga orang majus tadi sampai pada "sukacita" (Mat 2:10). Mereka tidak membiarkan pencarian berhenti atau dihentikan oleh siapa pun. Marilah mensyukuri saat Tuhan menampakkan Diri dalam berbagai peristiwa dan pengalaman hidup. Kita juga mohon agar dianugerahkan ketajaman mata hati untuk menemukan sapaan Tuhan dalam setiap peristiwa dan pengalaman yang melintas dalam kehidupan.

Agar mampu menemukan sapaan Tuhan dalam setiap peristiwa dan pengalaman hidup, mau tidak mau kita harus memberi perhatian kepada setiap peristiwa dan pengalaman yang tak terbilang jumlahnya. Dari sekian banyak peristiwa dan pengalaman itu, saya ingin mengajak untuk merenungkan dua di antaranya.

Sekitar dua bulan lalu, pada halaman pertama salah satu harian nasional, terpampang judul Kesadaran Moral Dirusak. Isinya, data operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap sejumlah pejabat yang melakukan korupsi. Padahal tanggung jawab utama mereka memastikan terwujudnya kesejahteraan masyarakat di wilayah pelayanan mereka.

Pejabat-pejabat dan para pelaku korupsi pasti tidak menjalankan amanah sila ke-4 Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Mereka bukan pribadi-pribadi yang berhikmat dan bijaksana yang dapat diharapkan mampu menjadikan bangsa semakin bermartabat.

Yang paling parah dirusak oleh tindakan koruptif tersebut adalah kesadaran moral. Ketika pemimpin berperilaku secara moral bermasalah, masyarakat dapat kehilangan orientasi nilai. Mereka tidak tahu lagi yang baik dan buruk, benar dan salah. Kalau demikian, kejahatan dapat dianggap sebagai sesuatu yang rutin dan sehari-hari.

Akibatnya, mutu keadaban publik luntur atau bahkan rusak. Kita bertanya, pesan apa yang mau disampaikan Tuhan lewat peristiwa-peristiwa seperti itu? Salah satu jawaban yang pasti, kita dipanggil untuk menjadi pribadi-pribadi yang semakin berhikmat dan bijaksana dalam segala kekayaan maknanya.

Sampah Plastik

Sementara itu, bulan lalu beredar berita dan gambar seekor ikan paus terdampar di salah satu pulau Indonesia timur dalam kondisi membusuk. Yang mengenaskan, hampir enam kilogram sampah plastik ditemukan di dalam perut. Sampah plastik, saat ini sudah menjadi masalah global yang perlu disikapi sungguh-sungguh.

Sampah plastik yang sudah mengurai menjadi butiran-butiran kecil, makin mencemari alam. Menurut penelitian, butiran-butiran plastik yang sangat kecil sudah ditemukan dalam tubuh manusia. Mereka masuk melalui air minum, makanan laut, dan garam yang kita konsumsi. Kita prihatin karena negara ini menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua dunia. Sampah yang kita produksi setiap tahun tidak kurang dari 64 juta ton. Dari jumlah itu, 3,2 juta ton di antaranya masuk ke laut.

Di tengah-tengah kenyataan seperti itu, kita diingatkan akan panggilan dasar sebagai murid-murid Kristus yang ditegaskan dengan sangat bagus dalam ajaran "…. jelaslah bahwa semua orang kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan kasih. Dengan kesucian itu, juga dalam masyarakat di dunia ini, cara hidup menjadi lebih manusiawi …" (Lumen Gentium 40).

Sebelumnya, dalam dokumen yang sama dikatakan, "… Semua orang beriman, dalam keadaan dan status mana pun juga, dipanggil Tuhan menuju kesucian yang sempurna seperti Bapa sendiri sempurna. Masing-masing melalui jalannya sendiri" (Lumen Gentium 11).

Dalam anjuran Apostolik Gaudete et Exultate, Paus Fransiskus menjelaskan, secara amat sederhana mengenai panggilan kepada kesucian ini. Katanya,"Kita bertumbuh dalam kesucian yang merupakan panggilan kita semua, melalui hal-hal kecil sehari-hari." Contoh, seorang ibu pergi berbelanja dan berjumpa dengan seorang tetangga. Dia ingin mulai menggosip. Namun dia berkata dalam hatinya, "Tidak. Saya tidak akan berbicara jelek mengenai orang lain." Ini satu langkah maju dalam kesucian.

Selanjutnya di rumah, salah satu anaknya ingin berbicara dengannya mengenai harapan dan mimpi-mimpinya. Meskipun lelah, dia duduk dan mendengarkan dengan sabar, penuh perhatian dan kasih. Ini adalah pengorbanan lain yang mendatangkan kesucian. Contoh lain lagi. Dia merasa cemas. Tetapi ketika ingat akan kasih Bunda Maria, dia lalu mengambil rosario dan berdoa dengan penuh iman. Ini juga satu jalan lain lagi menuju kesucian. Kemudian, dia pergi ke jalan, berjumpa orang miskin dan berhenti untuk menyapa. Satu langkah maju lagi dalam kesucian (No 16).

Paus Fransiskus mencontohkan yang amat konkret dan sehari-hari untuk menanggapi panggilan Tuhan agar kita menjadi semakin sempurna dalam kesucian. Kita diajak untuk sungguh menyadari panggilan untuk bertumbuh dalam kasih dan kesucian serta menemukan jalannya dalam setiap pilihan dan keputusan. Bukan memilih sekadar yang mudah dan menyenangkan, melainkan yang baik dan benar. Dalam konteks yang berbeda-beda, semua diajak untuk menjawab pertanyaan, apa yang harus kita lakukan, supaya menjadi semakin bertumbuh dalam kasih dan kesucian, dalam hikmat dan kebijaksanaan, sehingga hidup masyarakat menjadi semakin manusiawi?

Jawabannya bisa bermacam-macam dan sangat konkret. Contoh, dalam tata layanan paroki pastikan semangat taat asas. Atau dalam rangka merawat lingkungan hidup, kita pastikan keberlanjutan 'gerakan pantang plastik dan styrofoam.'

Akhirnya, semoga segala niat dan usaha kita untuk bertumbuh dalam kasih dan kesucian, dalam hikmat dan kebijaksanaan, menjadikan hidup kita, keluarga dan komunitas, seberkas sinar yang menampakkan kemuliaan Tuhan. Semoga semua itu ikut mengangkat martabat bangsa Indonesia. Selamat memasuki Tahun Berhikmat, "Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat." Salam Kebangsaan (dibacakan dalam misa Sabtu/Minggu, 5/6 Januari 2019)

Penulis Uskup Agung Jakarta

Komentar

Komentar
()

Top