Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Do it Yourself

Menggali Potensi Perajin Kayu Lokal

Foto : koran jakarta/imantoko
A   A   A   Pengaturan Font

Tren Do it Yourself (DIY) kini makin mewabah. Awalnya, memang berawal dari hobi, namun kini mulai masuk ke kerajinan tangan atau pertukangan, membuat furnitur sederhana yang bernilai ekonomi tinggi.

Potensi bisnis di bidang industri kreatif memang masih terbuka luas untuk digarap pelaku usaha di Indonesia. Pada skala global, nilai ekonomi industri kreatif diklaim melampaui industri perminyakan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) pada 2012, industri kreatif menyumbang 2,2 triliun dolar AS atau 230 persen lebih banyak dari nilai ekspor minyak OPEC.

Di dalam negeri, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan pada 2015, ekonomi kreatif memberikan kontribusi 7,39 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp852,56 triliun. Meningkat tipis pada 2016 sebesar 7,44 persen terhadap PDB atau senilai Rp922,59 triliun.

Kendati demikian, menurutnya, potensi ekonomi kreatif masih bisa tumbuh lebih besar apalagi disokong era teknologi seperti sakarang ini. "Kalau Indonesia bisa konsisten dan terus menerus memperbaiki kebijakan, maka Indonesia bisa menjadi negara progresif dalam membangun industri kreatif dan digital ekonomi sebagai potensi untuk pertumbuhan ekonomi ke depan," paparnya, pada acara World Conference on Creative Economy (WCCE) di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.

Melihat potensi itu, Marques Darmawan, Pendiri RuangQu, workspace untuk pelatihan woodworking atau perkayuan ini optimistis, ekonomi kreatif dibidang kerajinan kayu akan terus tumbuh dan memiliki kualitas karya kelas dunia.

"Kalau di luar negeri tukang kayu sangat dihargai karya-karyanya. Dan kalau saya lihat karya-karya pengrajin kayu kreatif lokal sangat besar potensinya dan bisa bersaing," jelas Marques kepada Koran Jakarta di sela peluncuran kolaborasi RuangQu, dengan Gregor's Cafe dan Stanley Black & Decker di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Kemudian keahlian perajin kayu kreatif belakangan juga dilirik masyarakat luas, setidaknya hal ini terlihat dari besaran peserta yang mengikuti workshop.

Tingginya peminat bidang kerajinan kayu ini berawal dari rasa penasaran orang-orang, kebanyakan alasan utama mereka yang mengikuti kelas kayu ini agar bisa mereparasi atau memproduksi perabotan kayu mereka di rumah. ima/R-1

Merangsang Kualitas Industri Kreatif

Hadirnya RuangQu menjadi alasan mendasar, untuk melihat sisi lain perajin kayu pada masyarakat, berikut potensinya. Itu sebabnya, ia menilai inisiatif kolaborasi dengan Gregor's Café dan Stanley Black & Decker, merek perkakas dan alat pertukangan profesional dari AS ini, menjadi penting karena dapat merangsang kualitas pelaku ekonomi kreatif lokal.

"Jika anak muda diberi kesempatan untuk belajar lebih dalam, saya yakin ke depan akan hadir berbagai produk inovatif bernilai ekonomi tinggi dibidang perkayuan ini," ungkap Marques.

Konsep ini dikemas menarik, sehingga publik, selain dapat menikmati kuliner di Gregor's Café, juga dapat mencoba berbagai peralatan dari Stanley Black & Decker untuk membuat produk furnitur sederhana. "Saya arsitek, saya rasa ini kontribusi nyata untuk mendorong industri kreatif Indonesia melalui penyediaan workspace RuangQu di kafe kami," terang Gunadi Karim, salah satu owner Gregor's Cafe.

Sementara itu, King Hartono Hamidjaja, Country Director Stanley Black & Decker Indonesia menambahkan, konsep serupa juga sudah ia gelar dan beroperasi di Depok, dengan menggandeng Code Margonda dan lem Crona, di Mall Detos, Depok.

"Ini merupakan kolaborasi kedua yang kami lakukan, ruang workshop pertama sudah beroperasi dan rajin menggelar kelas untuk keterampilan woodworking," terang Hartono.

Sebagai produsen alat pertukangan, dalam konsep kolaborasinya kali ini ingin mencuri perhatian anak-anak muda melalui alat canggih perkayuan kepada generasi muda.

Kayu yang digunakan workshop ini adalah jenis kayu daur ulang. Sehingga dipastikan ramah lingkungan. "Secara tren karya kayu memang ke arah go green, saya pun membuat karya juga menggunakan kayu bekas pakai, seperti kayu jati Belanda misalnya. Untuk mengikuti kelasnya, biaya yang dikenakan sekitar 200 ribuan rupiah, ini termasuk free tools Black & Decker 4.8V Screwdriver, karya dibawa pulang, sertifikat dan makan siang. Untuk tahu kapan kelasnya, bisa dilihat di Instagram @ruangqu," tandas Marques. ima/R-1

Berbagi Ilmu Memasak Makanan Korea

Pada kesempatan berbeda, selain seni musik dan film, makanan Korea juga menjadi salah satu pilihan makanan asing yang paling digandrungi masyarakat Indonesia. Berbagai jenis makanan Korea kini mudah didapat di Indonesia, mulai gerai sederhana hingga restoran mewah.

Melihat potensi itu KOTRA (Korea Trade-Investment Promotion Agency) mendukung upaya Rebach Internasional (RI) untuk memberikan pelatihan memasak makanan khas Korea bagi remaja dari golongan ekonomi rendah yang berada di Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya 1 (PSBRTJ1), di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Jakarta Selatan yang berlokasi di kawasan Tebet.

Kepala Kantor Urusan Perdagangan KOTRA, Kim Byung-sam, menjelaskan kegiatan ini tak hanya bertujuan untuk mengenalkan dan mempromosikan makanan Korea ke masyarakat Indonesia, namun juga ingin membantu para remaja untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa mendatang.

"Selama dua bulan kita melakukan program test tentang kelas masakan Korea di jurusan tataboga. Pada 2019 kelas masakan Korea akan menjadi program reguler yang akan disupport KOICA (Korea International Cooperation Agency)," ujar Kim di Jakarta, belum lama ini.

Sementara itu, Chef Cho Yeong Gwang dari RI mengatakan para siswa yang memiliki ketertarikan dalam dunia tata boga akan diberi pelatihan memasak makanan Korea dari dasar sampai level yang sesuai sehingga nantinya dapat dipergunakan untuk memperoleh pekerjaan di restoran Korea yang ada di Indonesia.

"Makanan Korea memang mulai terkenal di Indonesia sejak demam drama Korea dan musik Kpop. Tapi cara memasak dan bumbunya tentu berbeda dengan masakan Indonesia. Jadi kami akan ajari kuliner Korea yang beragam dan memiliki karakteristik unik, serta kaya bumbu," sambung Chef Cho.

Acara ini dihadiri kurang lebih seratus orang, yaitu para petinggi antara lain pegawai Dinsos DKI Jakarta, Kepala PSBRTJ1 Ahmad Dumyani, perwakilan KORINDO dan LG Service Center Indonesia, perwakilan RI, Park Young-jun, serta Ambassador ADRF, Mr. Shin Hyun-jundan, dan peserta didik.

"Kegiatan perusahaan Korea ini bukan semata untuk keuntungan, tapi merupakan bentuk tanggung jawab sosial untuk membantu masyarakat lokal yang kurang mampu. Saya terkesan dan berterimakasih atas pengalaman sekaligus bantuan ini," tandas Ahmad Dumyani. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top