Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 19 Nov 2022, 08:07 WIB

Mengenal Apnea Tidur, Bahaya dan Cara Mengatasinya

Ilustrasi penderita sleep a

Foto: Helpguide.org

Apnea tidur yang obstruktif adalah salah satu gangguan tidur yang paling umum di mana seseorang tiba-tiba berhenti bernapas saat tidur dan ini merupakan salah satu penyebab paling umum dari tidur yang buruk.

Sebuah penelitian yang dipublikasi di Lancet Respiratory Medicine pada 2019 silam menuturkan apnea tidur yang obstruktif merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang diakui secara global dan telah memengaruhi hingga 936 juta orang dewasa dalam populasi umum.

Melansir studi Multinight Prevalence, Variability, and Diagnostic Misclassification of Obstructive Sleep Apnea, yang dipublikasikan di situs resmi National Library of Medicine AS, apnea tidur yang obstruktif terjadi ketika otot di bagian belakang tenggorokan rileks dan menghalangi jalan napas saat seseorang tidur yang pada akhirnya menyebabkan seseorang berhenti bernapas.

Kondisi tersebut dapat berlangsung selama lebih dari 10 detik dan terjadi berkali-kali dalam semalam, menyebabkan seseorang terengah-engah, mendengkur, dan terbangun tiba-tiba saat tubuh tengah berjuang mendapatkan udara. Orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas, terutama dengan struktur leher yang pendek dan lebar, berisiko menderita apnea tidur yang obstruktif.

Adapun apnea tidur yang obstruktif dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen selama 10 detik sampai 20 detik dan hal ini akan tampak pada kondisi badan sepanjang hari. Mengutip laman Pusat Jantung Nasional, penderita apnea tidur yang obstruktif seringkali merasa lelah atau mengantuk meskipun tidur cukup atau lebih dari tujuh jam dalam sehari. Mereka juga kerap merasakan nyeri kepala secara reguler ketika bangun tidur.

Dampak dari kurangnya tidur ini juga akan memengaruhi emosi dan fungsi kognitif sehingga penderita apnea tidur yang obstruktif akan merasa sangat sulit untuk konsentrasi. Sayangnya, seringkali penderita kondisi ini tidak menyadarinya sehingga dampak buruk dari apnea tidur yang obstruktif dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum terdiagnosis. Dalam jangka panjang, apnea tidur yang obstruktif yang tidak diobati dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, stroke dan diabetes.

Sempitnya saluran pernapasan akibat kelebihan jaringan di mulut dan tenggorokan pada penderita obesitas merupakan faktor risiko utama seseorang menderita apnea tidur yang obstruktif. Kabar baiknya, perubahan gaya hidup dan pola makan tanpa perlu menurunkan berat badan telah terbukti dapat mengurangi gejala apnea tidur dan bahkan berpotensi menghilangkannya.

Dalam sebuah studi terbaru yang diterbitkan di JAMA Network Open, para peneliti dari universitas di Spanyol, merekrut 89 pria kelebihan berat badan dan obesitas yang menderita kondisi apnea tidur sedang hingga berat. Mereka kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, di mana salah satu kelompok menerima intervensi gaya hidup sehat.

Kelompok tersebut diminta memperbaiki pola makan dengan berhenti mengonsumsi makanan olahan, dan memperbanyak konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, minyak zaitun, makanan laut, unggas, telur, dan rempah-rempah. Mereka juga mengurangi konsumsi alkohol setiap malam, seraya meningkatkan jumlah langkah harian sebesar 15 persen dalam seminggu. Peserta yang merokok juga didesak untuk berhenti.

"Itu bukan diet rendah kalori yang ketat. Kami baru saja mengajari mereka cara makan makanan yang sehat," kata Almudena Carneiro-Barrera, penulis utama studi dan peneliti di Loyola University Andalusia di Spanyol, seperti dikutip dari The Washington Post.

Sementara kelompok kedua berfungsi sebagai kontrol sehingga tidak menerima intervensi pola hidup apapun. Sebagai gantinya, mereka mendapatkan pengobatan standar untuk apnea tidur menggunakan perangkat medis yang disebut mesin CPAP. Sebagai informasi, mesin itu berfungsi mengirimkan aliran udara bertekanan yang lembut dan stabil melalui tabung dan masker yang dikenakan pengguna saat mereka tidur.

Hasilnya, setelah hanya delapan minggu, kelompok yang mengadopsi kebiasaan sehat mengalami penurunan 51 persen dalam jumlah episode apnea yang mereka alami selama tidur. Sekitar 15 persen mencapai remisi lengkap dari kondisi apnea tidur mereka. Bahkan, 45 persen peserta pada kelompok ini tidak lagi membutuhkan mesin CPAP selama tidur.

Rata-rata, kelompok kebiasaan sehat kehilangan sekitar 7 kilogram atau sekitar 7 persen dari berat badan mereka. Setelah enam bulan mempertahankan penurunan berat badan, jumlah peserta yang apnea tidurnya mengalami remisi meningkat dua kali lipat. Jumlah peserta yang tak lagi membutuhkan mesin CPAP juga meningkat 17 persen menjadi 62 persen dari total peserta pada kelompok ini. Para peserta juga mengalami penurunan tekanan darah yang signifikan, sekaligus menurunkan risiko kematian akibat stroke atau penyakit jantung hingga lebih dari 30 persen.

Sementara kelompok kontrol yang sama sekali tidak mendapatkan intervensi pola hidup sehat hanya kehilangan rata-rata kurang dari satu pon berat badan dan mengalami sedikit atau tidak ada perbaikan dalam tingkat keparahan apnea tidur mereka. Atas hasil ini, rekan-rekan peneliti tengah merekrut 500 wanita dengan kondisi apnea tidur untuk studi tindak lanjut yang lebih besar.

Redaktur: Fiter Bagus

Penulis: Suliana

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.