Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Anang Achmad Latif, Direktur Utama Bakti

Mengembangkan Ide Korporasi

Foto : KORAN JAKARTA/WACHYU AP
A   A   A   Pengaturan Font

Anang Latif menerapkan pendekatan korporasi pada badan layanan umum Bakti agar fokus pada target pencapaian sehingga bisa membangun BTS lebih banyak.

Menjadi pimpinan di lembaga yang setengah badan usaha milik negara bukan perkara mudah bagi Anang Latif. Betapa tidak, dia harus menjalani tugas mahaberat, yaitu melakukan pemerataan akses telekomunikasi di seluruh Nusantara demi mengatasi kesenjangan digital dan menyediakan infrastruktur.

Padahal, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti yang dipimpinnya ini hanya berstatus Badan Layanan Umum (BLU). Jadi, landasan utamanya adalah melayani kepentingan negara. Perlu diketahui, Bakti sebelumnya bernama Badan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI).

Anang menuturkan, berat yang dimaksud adalah dari sisi yang dijangkau dan dari sisi pembiayaan. "Karena saat ini sudah mulai terasa kekurangan pembiayaan," ujar pria yang lahir di Bandung pada tahun 1972 ini.

Namun demikian, dengan status BLU, Bakti setidaknya sedikit lebih lincah daripada status badan sebelumnya. Paling tidak, Bakti kini tidak terlalu birokratis.

Beruntung, 80 persen dari 150 karyawan Bakti berlatar belakang swasta dengan usia di bawah 35 tahun, sehingga mudah diubah, di samping energinya masih besar. "Inilah tugas utama kita, mengubah mental birokrat menjadi pegawai swasta," tutur Anang.

Agar karyawan giat bekerja, Anang menerapkan renumerasi. Jadi, jika kinerjanya turun maka renumerasinya akan turun. "Kalau birokrasi kan, enggak? Kalau birokrasi kan cuma absen selesai," ujar dia.

Ia mengatakan dengan pendekatan birokrasi, Bakti mungkin setahun hanya bisa membangun 100 buah Base Transceiver Station (BTS), karena proses yang berbelit- belit. Namun, dengan pendekatan korporasi yang fokus pada target pencapaian sehingga bisa membangun BTS lebih banyak.

Baca Juga :
Peluncuran Produk

Anang menjelaskan, proyek pemerataan internet Bakti membutuhkan dana besar. Meski per Desember 2018 Bakti memiliki saldo sebesar 12 triliun rupiah, namun dana itu belumlah cukup. Masih ada tugas berat yang harus diselesaikan selain Palapa Ring, yaitu pengadaan High Throughput Satellites (HTS) yang membutuhkan dana sebesar 22 triliun rupiah.

Satelit HTS dibutuhkan agar ongkos operasi menjadi lebih murah dan bisa menghemat anggaran. Bayangkan saja, saat ini saja terdapat 2.757 titik akses internet berbasis VSAT untuk sekolah di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) yang juga perlu disubsidi.

Dengan satelit asing yang disewa dari Hong Kong,AS, Kanada, dan Luxemburg, Bakti membutuhkan dana sebesar 500 juta rupiah per titik per tahun. Ini pun hanya dengan kecepatan hanya 2 Mbps. "Di kota langganan IndiHome hanya 3,6 juta per tahun. Ini pakai satelit 2Mbps sebesar 500 juta per tahun. Tapi itu harus kita lakukan demi pemerataan internet," ungkap Anang yang mengawali karier di Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Departemen Penerangan, tahun 1995.

Namun demikian, Anang bersyukur penggelaran kabel laut Palapa Ring sepanjang 13.000 km akan selesai pada triwulan pertama 2019. Sejauh ini, Palapa Ring Barat telah selesai 100 persen. Palapa Ring Tengah sudah mencapai 99 persen, dan Palapa Ring Timur sudah mencapai 80 persen.

Bakti telah membangun BTS sebanyak 855 buah, dari target sebanyak 5.000 BTS pada 2020, selain membangun dengan akses dari satelit (VSAT). Untuk titik VSAT paling banyak berada di wilayah kepulauan 3T, seperti di Papua, Kepulauan Aru, Kei, Morotai, Talaud, Sangihe, dengan ketersediaan listrik terbatas oleh karenanya BTSnya dilengkapi dengan panel surya.

Pada titik-titik tersebut dinilai tidak visible secara bisnis rugi oleh operator telekomunikasi, sehingga Bakti memberikan subsidi operator dari dana universal service obligation (USO) yang sebenarnya berasal dari operator juga, demi memeratakan akses internet.

"Tidak visible itu, misalnya begini, operator harus mengeluarkan uang 80 juta rupiah untuk memberikan sinyal 4G di wilayah 3T. Tapi, pendapatan di situ paling banter 30 juta, sehingga tidak menutup biasanya operasi," ujar Anang.

Turun ke Lapangan

Untuk mengetahui wilayah mana yang belum tersedia jaringan internet, Anang harus turun ke lapangan. Ia juga harus terjun saat terjadi masalah pelik yang tidak bisa diselesaikan stafnya.

"Saya kalau tidak ke lapangan tidak kerja. Saya bertemu dengan para bupati untuk mengetahui kebutuhan masyarakat," ujarnya yang hobi menonton film dantouring dengan sepeda motor trial ini.

Selain menyediakan infrastruktur, akses internet, Bakti juga kini membangun ekosistem. Lembaga ini diharapkan bisa memberikan eduksi kepada masyarakat agar internet yang diberikan bisa produktif, bukan hal-hal yang bersifat negatif.

Menurut Anang, Bakti masih perlu banyak dana untuk merealisasikan programnya. Ia berharap di masa depan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi bisa diperbesar. "Sekarang 4 persen. Idealnya 20 30 persen kembali ke Kominfo. Karena itu regulasinya harus ada," ujarnya.

Ia mengatakan selama ini dalam membangun infrtruktur kabel, BTS, dan titik akses internet tidak menumui kendala dari pemerintah daerah bahkan mendukung karena memang membutuhkan. Hambatannya sering kali datang dari pusat yaitu dari kementerian tertentu sehingga harus rajin melakukan pendekatan. haryo brono/AR-2

BIODATA

Nama: Anang Latif
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 1972

Karier :

• PNS di Ditjen Pos dan Telekomunikasi, sejak 1995
• CEO Badan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), 2016-2018
• Direktur Utama BLU Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), 2018-sekarang

Pendidikan :

• SMAN 3 Bandung, 1991
• Sarjana Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), 1995
• Master of Science Master of Science in Operational Telecommunications dari Coventry University, West Midlands, Inggris, 1998

Komentar

Komentar
()

Top