Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wayang Gemblung

Mengekspresikan Gestur Tubuh Manusia

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Meskipun dinamakan wayang namun wayang buatan Sutung Riyadi warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta, ini beda dengan wayang pada umumnya. Wayang buatannya menggambarkan tokoh kekinian, sehingga bisa dipentaskan dalam lakon yang menceritakan kehidupan sehari-hari.

Wayang gemblung, sekilas tidak jauh berbeda wujudnya dengan wayang pada umumnya. Namun, jika diperhatikan, wayang karya Sutung Riyadi (45) tampak berbeda. Lukisan wajah wayangnya tampak lucu dan berwarna-warni. Sengaja bagi Sutung untuk membuat wayang jenis ini. Terbuat dari karton, Sutung bebas mengkreasikan tokoh wayang yang ia inginkan.

"Wayang yang karakternya bisa dipesan sesuai keinginan atau kreasi saya sendiri. Misalnya tokoh politik dengan wajah mereka cukup dikirim fotonya nanti saya bikin," kata Sutung, di rumahnya, Joglo Gamelan Holic, Imogiri.

Kebanyakan karakter yang ia buat karakter yang biasa dimainkan anak-anak seperti petani hingga pedagang. Namun, di tahun politik ini tak jarang ia menerima pesanan wayang dengan wajah caleg atau politikus.

"Yang pesan biasanya anak-anak, pendongeng, ustadz, dan lainnya. Juga instansi pemerintah biasanya untuk souvenir atau kado ulang tahun pimpinannya. Atau tokoh politik yang sedang dikenal siapa, kita bisa bikin itu. Kalau tokoh buatan saya, perbedaan ada di karakter wajah. Saya buat lucu seperti kartun, ada juga yang serius tergantung permintaan," lanjutnya.

Makin unik, wayang gemblung ini hampir seluruh bagian tubuhnya dapat digerakkan. "Biasanya wayang yang bisa digerakkan cuma tangan, tapi saya bikin kepala bisa gerak, badannya juga bisa gerak. Ini kan anak-anak senang kalau gini. Misalnya orang tua yang sudah bongkok," lanjutnya sembari menggerakkan wayang yang dipegangnya.

Jadi, wayang gemblung ini lebih dapat mengekspresikan gestur tubuh manusia.

Soal nama wayang gemblung, kata Sutung, berasal dari kata gemblung yang berarti bodoh. "Gemblung itu artinya bodoh, wayang itu kan tidak bisa apa-apa," katanya.

Dibuat dari karton, menjadikan wayang gemblung ini terjangkau bagi pelajar. "Dari segi bahan lebih irit. Kalau anak SD-SMP biasanya pesan karton karena keterbatasan dana mereka," jelasnya.

Menyinggung masalah harga, untuk wayang berbahan karton dihargai 70-100 ribu rupiah, sedangkan wayangberbahan kulit dihargai 300-500 ribu rupiah.

Sutung memang berinovasi menciptakan wayang berkarakter manusia yang berlatar gaya hidup kekinian. Jalan cerita pementasannya pun dimodifikasi dengan pakem yang tetap pada alur cerita wayang kulit tradisional. Hasilnya respon dari penggemar wayang cukup positif dan jumlah pemesan wayang karakter pun terus bertambah.pur/R-1

Bukan Sekadar untuk Nostalgia

Hari Wayang Nasional (HNW) yang telah disahkan Presiden Jokowi pada 17 Desember 2018, merupakan momentum penting peneguhan wayang sebagai sumber nilai dan identitas jati diri bangsa di tengah derasnya berbagai produk kebudayaan yang masuk dari luar.

Ketua Umum Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (Senawangi) Suparmin Sunjoyo menginginkan wayang menjadi tuan rumah di Indonesia. "Kita ingin wayang bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Hari besar pewayangan itu bisa menjadi momentum pengembangan pewayangan," katanya.

Pemerintah sudah menetapkan HWN, lanjutnya, maka tugas komunitas adalah membangun kepercayaan di ranah publik. "Perkara aksinya seperti apa, kalau kawan-kawan sudah membuat tentunya dilakukan bersama pemerintah. Selain membangun karakter, membangun penonton harus dari bawah, bukan sekadar untuk nostalgia," tutur Restu Gunawan, Direktur Kesenian Kemendikbud.

Bicara tentang membangun penonton dari bawah dan bukan sekadar nostalgia, agaknya menjadi tantangan penggiat seni pewayangan. Bagaimana mereka bisa menggaet generasi milenial yang cenderung menyukai hal instan, dan rasional.

Beberapa upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar wayang berdurasi singkat tanpa menghilangkan pesan moral, serta menggunakan bahasa yang mudah dimengerti milenial.

"Yang mau dijual wayang untuk generasi milenial supaya nilai moral, gotong royong, egaliter masuk dalam jati diri bangsa. Wayang juga menjadi sumber nilai, bayangkan nilai tertinggi manusia bila dia bisa memaafkan, wayang harus ditransformasi ke sana. Simbol bahasa yang dimengerti," kata Y Soedarko Prawiroyudho, pakar dan pengamat wayang dunia.

Untuk menarik minat generasi milenial, pengembangan ke depan juga bisa diarahkan agar wayang menjadi fondasi dari produk seni kreatif yang tengah digandrungi seperti film, animasi, musik, fesyen, game aplikasi, karya desain grafis, dan sebagainya.

"Wayang harus bisa merasuk ke masyarakat. Bisa melalui film, misalnya cerita Mahabarata dijadikan film cerita berseri atau tokoh-tokoh pewayangan dijadikan inspirasi dalam karya fesyen. Minimal anak muda bisa mengenal karakter dalam pewayangan," ucap Eny Sulistyowati, Ketua Bidang Humas dan Kemitraan Senawangi. pur/R-1

Sarana Pemberantasan Narkoba

Salah satu momentum pengukuhan wayang sebagai sumber nilai dan identitas jati diri bangsa, adalah menyampaikan pesan-pesan moral kepada penonton melalui alur cerita yang akrab di telinga. Untuk itu, Organisasi Pewayangan bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memberantas narkoba melalui bidang kesenian, dalam hal ini wayang, melalui penandatanganan nota kesepahaman, beberapa waktu lalu.

"(Sebelumnya) Para dalang membuat pencegahan dan pemberantasan narkoba namun dengan MoU ini bisa lebih formal. Sehingga kalau (penonton) disadarkan akan menular ke lingkungannya. Kerja sama ini supaya ada payung hukum formalnya, saling bekerja sama dan memobilisasikan gerakan anti narkoba," ujar Suparmin Sunjoyo.

Menurut data BNN, setiap hari ada penduduk Indonesia yang meninggal dunia dengan jumlah mencapai 40 orang per hari dengan prevalensi 1,7 persen menggunakan narkoba pada 2018. Ini menunjukkan bahwa dari 256 juta penduduk, lebih dari 2,6 jutanya adalah pengguna narkoba.

"BNN dan Senawangi menggunakan fungsinya sebagai penjaga peradaban Indonesia. Ada unsur bersifat intrinsik pembentuk kemanusiaan, yaitu budaya, salah satu pembentuk adalah cipta, rasa dan karsa. Kami berusaha maksimal agar peradaban yang jadi pembeda bangsa Indonesia dengan bangsa lain tetap terjaga hingga ratusan tahun lagi," kata Sulistyo Pudjo Hartono, Kabag Humas BNN.

Dalam kisah dunia pewayangan, ternyata masalah narkoba seperti ini bukanlah hal baru. Ada kisah pewayangan yang bisa diambil contoh sebagai bentuk kampanye pemberantasan narkoba melalui kesenian wayang.

"Anak milenial kan rasional, efisien, mengerti bahasa kecocokan. Misalnya, dalam cerita perang Baratayuda. Pada suatu ketika Parikesit akan menjadi raja. Dipimpin seseorang namanya Kertiwindu, anak Sengkuni. Kertiwindu di mana-mana narkoba, supaya legitimasi Parikesit turun, karena dia akan kehilangan kepercayaan di masyarakat. Dan memang hampir saja Parikesit runtuh (gara-gara narkoba)," pungkas Suparmin. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top