Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengejar Perekaman E-KTP Sampai ke Davao

Foto : KORAN JAKARTA/AGUS SUPPRIYATNA

SANGAT ANTUSIAS | Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyaksikan perekaman e-KTP, di Kumurkek, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, baru-baru ini. Masyarakat di Maybrat sangat antusias melakukan perekaman e-KTP.

A   A   A   Pengaturan Font

Saat meliput perdamaian adat masyarakat Maybrat di Kumurkek, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Koran Jakarta bertemu Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), I Gede Suratha. Sembari menunggu kedatangan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang terbang dari Sorong ke Kumurkek dengan helikopter, Koran Jakarta berbincang dengan Gede Suratha.

Ternyata dia sudah dua hari ada di Maybrat. Bersama tim dia sedang melaksanakan program perekaman langsung cetak di kabupaten tersebut. Menurut Gede, masyarakat di Maybrat sangat antusias dengan pelayanan perekaman e-KTP langsung di tempat. Kemarin saja, dia dan timnya melayani sampai sore.

Saat ditanya, berapa prosentase perekaman di Maybrat yang sudah dilakukan dinas kependudukan setempat, Gede menjawab dari data yang dia terima baru 25 persen. Namun, sisanya 75 persen boleh jadi sebagian besar memang tak ada datanya. Sangat mungkin angka 25 persen sebenarnya itu adalah 85 persen.

"Ini kan akibat pemekaran. Demi memenuhi syarat pemekaran, jumlah penduduk dibengkakkan. Tidak dalam jumlah sebenarnya. Jadi yang 25 persen ini, itu sebenarnya sudah 85 persen, karena dulu waktu untuk pemekaran kan ada pembengkakan data," katanya.

Menurut Gede, persoalan pembengkakan data itu tak hanya terjadi di Maybrat, tapi di seluruh Papua Barat dan Papua. Ini tentu jadi tantangan. Dengan perekaman, data yang sebenarnya terverifikasi. Masyarakat pun kini makin peduli dengan pentingnya mempunyai dokumen kependudukan.

Semakin Peduli

Kalau mereka tak punya itu, mereka terancam tak akan bisa jadi penerima bantuan sosial misal dari Kementerian Sosial. "Ya kami bersyukur mereka semakin peduli dan paham bahwa mereka harus punya e-KTP," katanya.

Kendala lain, kata dia, adalah masalah biaya. Jarak dari kantor dinas Dukcapil ke satu distrik saja misalnya di Maybrat cukup jauh. Bila pakai mobil carter, ongkosnya cukup besar. Sekali sewa satu kali jalan bisa mencapai dua juta rupiah. Karena itu, disiasati bagaimana masyarakat dimobilisasi dulu. Bila sudah terkumpul banyak, tim baru bergerak.

Kendala lain, kata dia, masalah sinyal internet yang sangat buruk. Di Maybrat saja, sinyal telekomunikasi sangat buruk. Tim akhirnya mengandalkan Very Small Aperture Terminal (VSAT) atau stasiun penerima sinyal dari satelit. Dengan VSAT, timnya cukup terbantu dalam menerima dan mengirim data.

"Kalau yang sama sekali tak ada sinyal, ya rekam offline dulu. Baru setelah direkam datanya dimasukin ke server. Padahal, kalau ada sinyal, dari rekam sampai cetak, hanya lima menit bisa selesai," katanya.

Kendala lain, lanjut Gede, masalah ketidaktahuan warga. Banyak warga yang tidak tahu tanggal lahirnya. Banyak tanggal lahir warga yang berbeda antara satu dokumen dan dokumen lain. Misal di dokumen sekolah, tanggal lahir sekian, tapi di dokumen lain beda lagi. "Dulu mereka asal nembak saja," kata Gede.

Gede bercerita untuk merekam data warga, timnya mengejar sampai di Davao, perbatasan antara Indonesia dan Filipina. Di sana, banyak warga yang kewarganegaraannya campur baur. Bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri pihaknya coba memastikan mana warga asal Indonesia.

"Davao, kan penduduk nyampur. Di Sangihe dan Davao nyampur, enggak jelas. Nah, yang sudah dinyatakan Warga Negara Indonesia oleh Kementerian Hukum dan HAM dan Kemenlu, misal dengan tes DNA, dan lain-lain, ya itu yang kami rekam. Kini dari 8.000 warga, yang sudah direkam sebanyak 1.200 orang," tutur Gede. agus supriyatna/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top