Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Mengaryakan TNI

Foto : ANTARA/Didik Suhartono

ILUSTRASI TNI

A   A   A   Pengaturan Font

Masuknya personel TNI ke kementerian sipil, masih sebatas isu. Apalagi permohonan revisi UU 34 Tahun 2004 tentang TNI sama sekali belum diterima DPR. Kendati demikian, isu mengaryakan TNI di jabatan sipil ini telanjur ramai dibicarakan di ruang publik.

Wacana mengaryakan TNI itu muncul dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat menyampaikan pidato rapat kerja beberapa waktu lalu. Ia mewacanakan perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) TNI agar masuk ke kementerian/lembaga negara. Wacana itu dianggap solusi atas banyaknya jenderal dan kolonel yang belum mendapat jabatan alias non-job.

Isu TNI masuk lembaga sipil itu semakin merebak setelah Presiden Jokowi mengumumkan akan menambah 60 pos jabatan baru untuk pati TNI. Data per Februari 2018 menunjukkan bahwa TNI kelebihan jenderal sebanyak 141 orang. Dari jumlah itu, ada 63 jenderal Angkatan Darat, 45 dari Angkatan Laut, dan 37 orang dari Angkatan Udara.

Jumlah kelebihan kolonel juga sangat tinggi, yakni 790 orang, dengan rincian sebanyak 469 kolonel Angkatan Darat, 214 dari Angkatan Laut, dan 140 dari Angkatan Udara. Hadi pun mengusulkan revisi Pasal 47 Undang-Undang tentang TNI.

Baca Juga :
Bonus Thomas Cup

UU TNI mengatur bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan pada sejumlah kementerian yang telah dicantumkan, di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Lemhannas, Badan Narkotika Nasional, dan yang teranyar Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Revisi yang diwacanakan Hadi atas UU tersebut akan membuka jalan TNI menduduki kursi birokrat dengan lingkup yang lebih luas sesuai dengan jumlah pati dan pamen yang non-job. Gagasan utama dwifungsi adalah keikutsertaan angkatan perang dalam politik. Konseptornya Jenderal (Purn) Abdul Haris Nasution ketika menjabat Kepala Staf Angkatan Darat.

Nasution-lah memperkenalkan konsep "jalan tengah" yang menjadi embrio dwifungsi. Jalan tengah membuka peluang bagi militer untuk berpolitik, bahkan mencampuri urusan sipil atas nama stabilitas nasional di kemudian hari. Kita perlu mengingatkan kembali perjalanan bangsa ini, terutama menjelang runtuhnya kekuasaan rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

"Cabut dwifungsi ABRI" adalah salah satu slogan yang paling banyak dikumandangkan di jalanan oleh para pemuda-mahasiswa sebelum Soeharto jatuh hingga periode awal reformasi. Itu satu dari beberapa amanat gerakan reformasi. Alih-alih mengembalikan tentara ke barak, yang terjadi justru sebaliknya, pimpinan sipil termasuk Presiden Joko Widodo malah ingin menarik kembali TNI ke tengah-tengah kita.

Publik menganggab ini bentuk pengkhianatan agenda reformasi. Pemerintah harus hati-hati jika ingin merevisi UU TNI, apalagi isi revisi itu melawan semangat reformasi. Sejumlah pihak menyarankan agar pemerintah tidak meneruskan rencana itu. Menarik-narik TNI dalam urusan-urusan sipil bukan gagasan yang baik.

Menempatkan perwira TNI di posisi-posisi strategis kementerian dan lembaga sama saja dengan membuka jalan bagi kembalinya militer ke kancah politik. Pemerintah mestinya memahami TNI sebagai tentara yang lahir dari perjuangan kemerdekaan. Secara alamiah TNI memiliki karakteristik praetorian, kelompok eksklusif yang melayani penguasa di suatu negara.

Sulit bagi mereka untuk memisahkan diri sebagai tentara profesional atau pejuang. Karena itu, pelibatan mereka dalam event-event politik pemerintahan dan kenegaraan selalu dimaknai sebagai sesuatu yang heroik, sebagai kontribusi terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa.

Sedang di sisi lain, pemaknaan itu justru mendegradasi demokrasi, membentuk citra negatif ketidakmampuan bahkan kegagalan sipil dan seolah hanya militer yang dapat diandalkan mengelola pemerintahan dan negara. Berpijak dari realitas itu, publik menilai rencana perluasan penempatan perwira TNI di sejumlah K/L tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

Komentar

Komentar
()

Top