Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengapa Orang Indonesia Malas Jalan Kaki?

Foto : ISTIMEWA

» Sekelompok orang yang tengah beraktivitas berjalan kaki di Jakarta. Menurut penelitian masyarakat Indonesia berada di posisi ke-111 dunia kategori masyarakat yang malas melakukan aktivitas jalan kaki.

A   A   A   Pengaturan Font

Indonesia masuk dalam jajaran negara yang tidak aktif berjalan kaki, jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok. Setidaknya hal inilah yang diungkap oleh para penelitian Universitas Stanford.

Momen mudik lebaran 2017 kemarin, sedikit banyak menorehkan kisah. Di ranah sosial media, salah satu yang mencolok ialah kisah seorang pemuda asal kabupaten Indramayu bernama Thohirin (23) yang kedapatan melakukan mudik dengan berjalan kaki dari dari Rawangmangun, Jakarta Timur, menuju kampung halamannya di Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Sontak ranah sosial media dipenuhi dengan berbagai komentar yang sedikit banyak juga bernada "mengasihani" karena menilai Thohirin melakukan aksi mudik berjalan kaki ini karena dorongan faktor ekonomi. Atau memang sebaliknya, apa yang dilakukan Thohirin hanya sekedar mencari sensasi belaka.

Kendati demikian, kisah yang dilakukan Thohirin di Lebaran 2017 kemarin, seolah menjadi yang paling benar saat ini, setelah para peneliti Universitas Stanford mengklaim dalam penelitiannya bahwa orang Indonesia paling malas melakukan jalan kaki.

Hasil penelitian Stanford University yang dipublikasikan di jurnal Nature baru-baru ini, memanfaatkan Argus, aplikasi telepon pintar untuk memantau aktivitas fisik seseorang.

Dan untuk memperoleh data aktivitas fisik tersebut peneliti melacak lebih dari 700.000 orang di 111 negara melalui smartphone-nya. Dan menetapkan penduduk Tiongkok menjadi warga yang paling aktif berjalan kaki, jika dibandingkan negara-negara lainnya.

"Penelitian ini seribu kali lebih luas dibanding penelitian sebelumnya tentang pergerakan manusia," ujar salah seorang peneliti dan profesor bioteknik, Scott Delp dalam pernyataannya.

Memang sudah banyak survei kesehatan menakjubkan lainnya, namun studi terbaru ini bisa memberikan data dari banyak negara, banyak subjek, dan merekam aktivitas orang-orang secara rutin.

Hasilnya rata-rata orang yang diteliti, berjalan kurang lebih 4.961 langkah per hari. namun yang terbaik berasal di penduduk Tiongkok, khususnya Hongkong rata-rata berjalan kaki 6.880 ribu langkah per hari. Posisi selanjutnya adalah Jepang, Spanyol, Inggris dan Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, serta Brazil.

Sedangkan Indonesia berada di posisi paling buncit alias ke-111 dengan rata-rata 3.513 langkah per hari. Sedangkan di atas Indonesia, ada Malaysia menduduki peringkat ke dua setelah Indonesia sebagai negara yang warganya paling jarang berjalan kaki dengan rata-rata 3.963 langkah tiap hari, diikuti Arab Saudi dengan 3.807 langkah.

Dalam penelitian ini juga mengungkap, alasan mengapa orang gemar berjalan kaki. Dipaparkan, bahwa kota dengan tingkat kualitas trotoar yang baik, seperti penduduk New York dan San Francisco misalnya lebih sering berjalan kaki dengan alasan trotoar di dua kota itu nyaman.

"Sebagai kota ramah pejalan kaki seperti New York, orang-orang cenderung banyak melakukan aktivitas fisik," ujar Scott.

Pemicu Obesitas

Gaya hidup malas-malasan minim aktivitas fisik semakin meningkatkan risiko terjadinya obesitas yang kini menjadi masalah global.

Di dunia, angka kejadian obesitas meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1980. Pada 2014, terdapat sebanyak 41 juta anak mengalami berat badan berlebih dan obesitas

Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar berolahraga minimal 150 menit setiap minggu, namun tetap tidak banyak orang yang bisa menjalankan rekomendasi tersebut.

Dalam penelitian ini juga erat kaitannya dengan pengaruh budaya malas bergerak dengan tingkat tingginya obesitas. Bentuknya melalui pengukuran, apa yang dikategorikan sebagai ketidakseimbangan aktivitas, yakni perbedaan antar setiap orang yang paling banyak melangkah, dibanding dengan yang paling sedikit dalam suatu negara.

"Perbedaan antara mereka yang sangat aktif dengan yang tidak merupakan indikasi tingkat kegemukan dalam sebuah masyarakat di suatu negara," ujar Scott.

Kemudian ketidakseimbangan aktivitas ini juga merupakan petunjuk yang lebih baik soal tingkat obesitas di suatu negara yang dilihat dari rata-rata jumlah langkah yang diambil penduduk negara tersebut. Makin besar jarak perbedaanya, maka makin tinggi pula tingkat obesitas yang ditemui.

Sebagai contoh, Swedia memiliki perbedaan terkecil antara mereka yang paling aktif dan paling tidak aktif. Negara itu sekaligus menjadi negara dengan tingkat obesitas terendah.

Amerika Serikat (AS) dan Meksiko memiliki penduduk dengan tingkat rata-rata langkah yang sama, namun di AS ketidakseimbangan aktivitas lebih besar, dan begitu juga dengan tingkat obesitas warganya.

Dalam hal ketidakseimbangan aktivitas, AS menduduki peringkat ke lima di bawah Arab Saudi, Australia, Kanada, dan Mesir. ima/R-1

Berisiko Terkena Ginjal Kronik

Pada era 2000-an, radang menjadi penyebab terbanyak munculnya penyakit ginjal kronik. Namun saat ini ada pergeseran penyebab timbulnya penyakit ginjal kronik tersebut, yaitu diabetes dan hipertensi.

Diabetes dan hipertensi merupakan penyakit yang dipicu oleh obesitas yang kini jumlahnya semakin meningkat di Indonesia. Tingginya jumlah penderita obesitas ini menunjukkan besarnya potensi penderita penyakit ginjal kronik di masa depan.

Dr. Dharmeizar, SpPD-KGH, Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), menuturkan obesitas berhubungan dengan penyakit gagal ginjal, karena tubuh mengalami perubahan ketika terjadi obesitas yang membuat penderitanya mudah terkena hipertensi dan diabetes.

"Sekarang bukan lagi penyakit ginjal kronik karena diabetes dan hipertensi. Ada penelitian yang melakukan penghitungan dengan faktor yang telah disesuaikan, kemudian diabetes dan hipertensi tidak disertakan. Hasilnya tetap bahwa obesitas merupakan faktor risiko yang independen," imbuh Dharmeizar.

Ginjal merupakan fungsi ekskretori dalam tubuh yang membuang zat tidak berguna dari tubuh. "Jika berat badan berlebih, maka kerja otot dan metabolisme semakin banyak, kerja ginjal pun akan semakin berat," tutur Dharmeizar.

Karena kerja yang semakin berat itulah yang bisa menyebabkan kerusakan yang disebabkan beban kerja ginjal bertambah. Sehingga kunci utama menjaga kesehatan ginjal saat ini ialah dengan mencegah jangan sampai terjadi obesitas.

Selain itu ginjal kronik, penyakit berbahaya lain juga siap menghampiri orang dengan obesitas. seperti diabetes tipe 2, stroke, gagal jantung, kanker, serta gangguan psikologis dan sosial.

Sementara itu, beberapa penyakit lain yang berhubungan dengan obesitas di antaranya batu empedu dan gangguan kantong empedu, asam urat, komplikasi kehamilan, gangguan kesehatan reproduksi (ketidakteraturan menstruasi, infertilitas, dan ovulasi tidak teratur), serta timbulnya masalah kontrol kandung kemih. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top