Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mengagetkan, Ini Cara Perajin Tempe Yogyakarta Siasati Kedelai Mahal agar Tetap Bisa Produksi

Foto : ANTARA/Eka AR

Salah satu pedagang tempe di Pasar Beringharjo Yogyakarta, Selasa (22/2/22).

A   A   A   Pengaturan Font

Yogyakarta - Perajin tempe di Yogyakarta memilih tetap menjaga produksi dengan cara mengecilkan ukuran produk untuk menyiasati harga kedelai yang terus mengalami kenaikan sejak Januari hingga saat ini.

"Tujuannya supaya harga tempe tidak naik, jadi ukurannya yang dikurangi. Jadi lebih kecil, lebih ringan," kata Mukhamad Ridloi salah satu perajin tempe di Yogyakarta, Selasa.

Jika biasanya ia menggunakan kedelai sebanyak 500 gram untuk membuat satu papan tempe, maka saat ini dikurangi menjadi 400 gram sehingga produk menjadi lebih kecil.

Menurut dia, harga kedelai terus mengalami kenaikan sejak Januari dari semula Rp9.000 per kilogram dan kini mencapai lebih dari Rp11.000 per kilogram.

"Kenaikan harga kedelai saat ini yang paling mahal. Beberapa tahun lalu juga sempat terjadi hal yang sama. Ada kenaikan harga kedelai dari Rp7.000 per kilogram menjadi Rp9.000 per kilogram," katanya.

Pilihan untuk mogok memproduksi tahu atau tempe seperti yang dilakukan perajin di kota lain, lanjut Ridloi, bukan menjadi pilihan perajin di Kota Yogyakarta.

"Kalau di Yogyakarta saya kira produk tahu dan tempe tetap bisa ditemui dengan mudah karena tidak ada perajin yang mogok untuk memprotes mahalnya harga kedelai," kata perajin asal Kelurahan Warungboto Yogyakarta itu.

Meskipun demikian, ia pun berharap agar pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menurunkan harga kedelai sehingga tidak memberatkan produsen dan konsumen.

"Dari informasi yang beredar, harga kedelai dimungkinkan terus naik bisa sampai Rp15.000 per kilogram pada Mei," katanya.

Jika harga kedelai terus mengalami kenaikan, maka dimungkinkan perajin akan mengurangi produksi tempe. Dalam sehari, Ridloi mengatakan mengolah sekitar 150 kg kedelai menjadi tempe yang dipasarkan di dua pasar besar Kota Yogyakarta, yaitu Giwangan dan Beringharjo.

"Dalam kondisi minyak goreng langka seperti saat ini juga berpengaruh pada penjualan tempe karena biasanya yang membeli dalam jumlah banyak adalah pedagang gorengan. Tetapi banyak pedagang yang libur karena minyak goreng langka. Penjualan tempe berkurang," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono mengatakan, tidak ada kelangkaan produk tahu dan tempe di pasar tradisional di kota tersebut.

"Tidak ada kelangkaan. Tetapi banyak produk yang ukurannya dikecilkan. Dimungkinkan untuk memastikan agar harga produk tetap," katanya.

Menurut dia, siasat mengecilkan ukuran produk tahu dan tempe dilakukan produsen karena harga kedelai yang mahal. "Banyak perajin yang menggunakan kedelai impor. Tetapi impor dari China dibatasi untuk memenuhi kebutuhan peternakan di sana," katanya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top