Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sensor Indera Penciuman

Mendeskripsikan Aroma di Indra Penciuman Melalui Gambar 3D

Foto : AFP/FABRICE COFFRINI
A   A   A   Pengaturan Font

Para ilmuwan telah menciptakan gambar 3D tingkat molekuler pertama tentang bagaimana molekul bau mengaktifkan reseptor penciuman manusia. Langkah ini penting dalam menguraikan misteri indra penciuman.

Para ilmuwan di University of California, San Francisco (UCSF) berhasil memecah memecahkan misteri lama mengenai pemahaman tentang indra penciuman kita dengan menciptakan gambar 3D tingkat molekuler pertama yang bisa menguraikan bagaimana molekul bau mengaktifkan reseptor penciuman manusia.

Temuan oleh ilmuwan UCSF yang dirilis secara daring di jurnalNatureedisi 15 Maret 2023 lalu itu, telah menyalakan kembali minat pada ilmu penciuman dengan implikasi wewangian, ilmu makanan, dan lainnya.

Reseptor bau berupa protein yang mengikat molekul bau pada permukaan sel penciuman, merupakan setengah dari kelompok reseptor terbesar dan paling beragam di tubuh kita dan akan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang mereka serta membuka jalan bagi wawasan baru tentang serangkaian proses biologis.

"Ini telah menjadi tujuan besar di bidang kajian kami selama beberapa waktu," kata Aashish Manglik, MD, PhD, seorang profesor kimia farmasi dan penulis senior studi tersebut. "Impian saya adalah memetakan interaksi ribuan molekul aroma dengan ratusan reseptor bau, sehingga para ahli kimia dapat merancang sebuah molekul dan memprediksi seperti apa baunya. Sayangnya kami belum bisa membuat peta ini karena, tanpa gambar, kami tidak tahu bagaimana molekul bau bereaksi dengan reseptor penciuman yang sesuai," imbuh dia.

Bau melibatkan sekitar 400 reseptor unik. Masing-masing dari ratusan ribu aroma yang dapat kita deteksi terbuat dari campuran molekul bau yang berbeda. Setiap jenis molekul dapat dideteksi oleh berbagai reseptor, menciptakan teka-teki bagi otak untuk dipecahkan setiap kali hidung mencium bau sesuatu yang baru.

"Ini seperti menekan tuts piano untuk menghasilkan nada," kata Hiroaki Matsunami, PhD, profesor genetika molekuler dan mikrobiologi di Universitas Duke dan kolaborator Manglik.

Tugas Matsunami selama dua dekade terakhir fokus pada upaya memecahkan sandi(decoding) pada indra penciuman. "Melihat bagaimana reseptor penciuman mengikat bau menjelaskan bagaimana ini bekerja pada tingkat yang mendasar," tutur Matsunami.

Untuk membuat gambar itu, laboratorium Manglik menggunakan jenis pencitraan yang disebutcryo-electron microscopy(cryo-EM), yang memungkinkan peneliti melihat struktur atom dan mempelajari bentuk molekul protein. Tetapi, sebelum tim Manglik dapat memvisualisasikan reseptor penciuman yang mengikat molekul aroma, pertama-tama mereka perlu memurnikan protein reseptor dalam jumlah yang cukup.

Meneliti reseptor penciuman sangat menantang dan bahkan beberapa peneliti mengatakan hal ini tidak mungkin dibuat di laboratorium untuk tujuan tersebut.

Tim Manglik dan Matsunami mencari reseptor penciuman yang melimpah di tubuh dan hidung dengan anggapan awal hal ini mungkin lebih mudah dibuat secara artifisial serta juga bisa mendeteksi bau yang larut dalam air. Mereka lalu menetapkan reseptor yang disebut OR51E2, yang diketahui meresponspropionat, molekul yang berkontribusi pada bau menyengat di keju Swiss.

Walau telah menetapkan OR51E2, terbukti sulit dibuat di laboratorium. Eksperimen cryo-EM tipikal membutuhkan miligram protein untuk menghasilkan gambar tingkat atom, oleh karenanya rekan penulis yang juga seorang ilmuwan senior di laboratorium Manglik bernama Christian Billesbøelle PhD, mengembangkan pendekatan untuk menggunakan hanya 1/100 miligram OR51E2, menempatkan sebuah keadaan sistem pada titik waktu tertentu dari reseptor dan bau dalam jangkauan.

"Kami mewujudkannya dengan mengatasi beberapa kebuntuan teknis yang telah lama menghambat penelitian bidang kajian ini," kata Billesbøelle. "Melakukan hal itu memungkinkan kami untuk melihat sekilas bau yang terhubung dengan reseptor penciuman manusia pada saat aroma terdeteksi," imbuh dia.

Penjaga Bahaya

Cuplikan molekuler ini menunjukkan bahwa propionat melekat erat pada OR51E2 berkat kecocokan yang sangat spesifik antara bau dan reseptor. Temuan ini cocok dengan salah satu tugas sistem penciuman sebagai penjaga bahaya.

Meskipun propionat berkontribusi pada aroma keju Swiss yang kaya dan pedas, aromanya kurang menggugah selera.

"Reseptor laser ini fokus untuk upaya merasakan propionat dan mungkin telah berevolusi untuk membantu mendeteksi kapan makanan menjadi busuk," kata Manglik. "Reseptor untuk aroma yang menyenangkan seperti mentol atau jintan mungkin malah berinteraksi lebih longgar dengan aroma," imbuh dia.

Seiring dengan terus dilakukannya percobaan ini, maka sejumlah besar reseptor pada satu waktu akan menjabarkan kualitas indra penciuman lain yang menarik tentang kemampuan kita untuk mendeteksi sejumlah kecil bau yang dapat datang dan pergi.

Dengan menjalin kerja sama dengan ahli biologi kuantitatif Nagarajan Vaidehi PhD di City of Hope, mereka akan berupaya untuk menggunakan metode berbasis fisika untuk mensimulasikan dan membuat film tentang bagaimana OR51E2 diaktifkan oleh propionat.

"Kami melakukan simulasi komputer untuk memahami bagaimana propionat menyebabkan perubahan bentuk pada reseptor pada tingkat atom," kata Vaidehi. "Perubahan bentuk ini memainkan peran penting dalam bagaimana reseptor penciuman memulai proses pensinyalan sel yang mengarah ke indra penciuman kita," papar dia.

Tim tersebut sekarang mengembangkan teknik yang lebih efisien untuk mempelajari pasangan reseptor penciuman lainnya, dan untuk memahami biologi non-olfaktori yang terkait dengan reseptor.

Manglik membayangkan masa depan di mana bau baru dapat dirancang berdasarkan pemahaman tentang bagaimana bentuk bahan kimia mengarah pada pengalaman perseptual, tidak berbeda dengan bagaimana ahli kimia farmasi saat ini ketika meracik obat berdasarkan bentuk atom dari protein penyebab penyakit.

"Kami telah bermimpi mengatasi masalah ini selama bertahun-tahun," kata dia. "Kami sekarang memiliki pijakan pertama, pandangan pertama, tentang bagaimana molekul penciuman mengikat reseptor penciuman kita. Bagi kami, ini baru sebuah permulaan," ucap dia. ils/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top