Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Be Smart Netizen, Be Great Nation

Mencermati "Hoax" yang Beredar di Masyarakat

Foto : KORAN JAKARTA/GEMA
A   A   A   Pengaturan Font

Kabar bohong atau yang dikenal dengan nama hoax merupakan salah satu hal yang sedang hangat belakangan ini, terlebih hendak memasuki tahun politik pada 2019.

Namun hoax ternyata bukanlah sekadar isu yang sedang dihadapi di Indonesia, melainkan juga seluruh dunia. Mengingat betapa mudahnya mengakses internet saat ini sehinggga membuat penyebaran kabar bohong tersebut menjadi begitu cepat.

Banyak yang menganggap hoax kerap kali dikaitkan dengan hal-hal yang berbau politik, namun tanpa disadari tulisan-tulisan inspiratif yang sering kali beredar di grup WhatsApp ataupun laman Facebook, juga dapat termasuk berita bohong apabila tidak diketahui kebenarannya mengenai tulisan itu.

Menurut Shafiq Pontoh, dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), selain hoax, ada juga yang disebut disinformasi dan misinformasi. "Hoax atau kabar bohong adalah upaya menipu sekelompok besar orang, atau pemutarbalikkan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan, tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya," kata Shafiq dalam Sarasehan Be Smart Netizen, Be Great Nation di Jakarta.

Sementara disinformasi adalah informasi yang salah dan sengaja disebarkan untuk menipu orang lain, agar informasi yang asli menjadi tidak valid, berkurang kebenarannya dan tidak berguna. Dan misinformasi merupakan informasi yang salah dan diterima oleh orang lain dan informasi tersebut dibuat untuk menipu dan disebarkan tanpa adanya tujuan tertentu.

Adapun jenis-jenis hoax, yaitu satire atau parodi, konten yang menyesatkan, konten tiruan, konten palsu, koneksi yang salah, konten yang salah dan konten yang dimanipulasi. Satire atau parodi adalah informasi yang isinya memang untuk menipu atau menyinggung seseorang atau suatu peristiwa, namun tidak bertujuan untuk membuat kekacauan, melainkan menjadi bahan candaan semata.

Sedangkan konten yang menyesatkan biasanya informasi yang sesat dan berpotensi untuk mengaburkan fakta sebenarnya. Konten tiruan adalah informasi yang dibuat seolah-olah berasal dari seseorang atau lembaga valid, namun palsu. Konten tiruan ini sangat cepat dipercaya oleh orang karena umumnya mereka tidak teliti menelisik sumber informasinya.

Konten palsu adalah informasi yang 100 persen salah dan bertujuan untuk menipu dan merugikan orang lain, biasanya dibuat oleh oknum tidak bertanggungjawab. Koneksi yang salah terjadi ketika hubungan antar elemen dalam informasi tidak terkoneksi dan tidak sesuai dengan klaim dalam informasinya. Semisal judul, gambar dan keterangan yang ada tidak mendukung konten di dalam informasi tersebut.

Sementara konten yang salah merupakan konten yang ada pada informasi tersebut tidak memiliki kesamaan dengan konteks pada konten aslinya, sehingga membuat fakta yang ada pada informasi tersebut menjadi salah. Konten yang dimanipulasi artinya ada modifikasi dari konten aslinya dan dipergunakan untuk menipu. Sering kali konten yang dimanipulasi ini memunculkan pemaknaan baru yang menyimpang dari fakta yang sebenarnya.

Nabilah Saputri dari SAFEnet mengatakan, pengaruh hoax diperkuat oleh platform internet, media sosial dan juga bot otomatis yang terhubung dalam artificial intelligent (AI). Tak berhenti di situ saja, hoax juga saat ini kerap kali dikaitkan dengan ujaran kebencian.

"Dulu subjek dari hoax dan ujaran kebencian adalah SARA (suku, ras dan agama), namun sekarang lebih banyak lagi, bisa status ekonomi, orientasi seksual, status sosial, kelompok, golongan tertentu, etnis dan pandangan politik. Berkembang luas, tidak hanya SARA saja," tuturnya.

Ujaran kebencian sendiri merupakan suatu cara yang dilakukan seseorang untuk menghasut orang lain agar melakukan suatu tindak kekerasan, termasuk menghasut lewat ketertiban umum, melalui tulisan, maupun langsung. gma/R-1

Aspek Psikologis dan Penanganannya

Dari sisi psikologis, hoax dapat diartikan sebagai persepsi, bagaimana suatu berita atau informasi yang salah dapat membentuk persepsi yang salah pula. Dijelaskan Sandi Witarso, psikolog dari Personal Growth, bahwa ada dua tipe orang yang menyebarkan hoax, yang tidak tahu berita itu hoax tetapi menyebarkannya dan tahu itu hoax dan menyebarkannya untuk tujuan tertentu.

"Ada dua tipe orang penyebar hoax, yang tidak tahu tapi menyebarkannya karena belum mengolah data tersebut lebih dalam. Dan orang yang tahu itu hoax dan menyebarkannya karena ingin mencapai tujuan tertentu dengan menghasut orang lain," jelasnya.

Menurutnya, tipe yang sengaja menyebarkan hoax dan senang melihat orang lain dirugikan bisa menjadi salah satu tanda bahwa ia memiliki gangguan kepribadian. "Jadi seperti tipe manipulatif, senang ketika orang lain ketakutan, tipe yang seperti itu bisa menjadi gangguan kepribadian, namun belum tentu juga," kata Sandi.

Dampak psikologisnya sendiri untuk penyebar hoax adalah harga dirinya meningkat, namun berlainan dengan perilakunya yang menurut orang lain sangat merugikan. Karena bagaimana pun, banyak persepsi salah yang dihasilkan dari kabar bohong itu.

"Dampak hoax bisa berupa ketakutan karena tidak tahu yang benar jadi apa-apa merasa takut, lalu kebencian juga, dan khayalan yang tidak nyata, atau kalau di psikologi seperti halusinasi dan delusi. Dengan beberapa konten bisa sedikit kacau, seperti ada yang mengaku-ngaku dirinya Nabi atau adanya kebangkitan organisasi terlarang di Indonesia," papar Sandi.

Untuk itu ia menganjurkan, jika menerima hoax, segera lakukan konfirmasi terhadap pengirim kabar tersebut. Tidak perlu sebarkan foto dan berita-berita yang tidak perlu dan periksa kebenaran apakah berita yang diterima valid atau tidak.

"Jangan langsung bilang kalau berita itu hoax di grup, tapi usahakan bilang secara pribadi. Karena biasanya kalau di-chat pribadi terkesan menghormati dia karena tidak dibuka secara umum untuk mematahkan argumennya dia juga. Dan lagi, dapat membangun kepercayaan dan berbincangnya lebih enak," kata Sandi.

Terlebih, jika langsung mengatakan kabar tersebut hoax di grup atau ranah publik, orang cenderung akan membela dirinya dan mencari pembenaran. Belum lagi kalau banyak orang yang membelanya sehingga akhirnya, berita benar yang Anda bawa justru akan kalah argumen dengan mereka. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top