Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Membenahi Nasib Petani

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Boeke mempermasalahkan kapitalisme dengan ekonomi barat modern yang mengantar kemiskinan dan keterbelakangan di desa. Pakar sosial Belanda tersebut menyalahkan ekonomi modern yang memaksakan dampaknya terhadap masyarakat desa dengan tatanan ekonomi dan sosial yang sangat berbeda dengan barat. Perbedaan inilah yang akhirnya mendesak kehidupan perdesaan. Boeke menyimpulkan, hukum dan dalih ekonomi barat tidak berlaku di perdesaan. Di desa berjalan dengan "ekonomi timur" (Sarbini Sumawinata, 2004: 144).

Desa tidak mungkin dijauhkan dari arus globalisasi dan modernisasi dengan segala risikonya. Namun demikian, beragam ekses seyogianya tidak membiarkan orang desa terusir dari tanah kelahirannya. Kehadiran hotel, restoran, kafe, mal, butik, serta galeri yang sebagian besar milik oleh orang luar, telah mengabaikan sektor industri perdesaan.

Guna mempertahankan hidup, masyarakat desa terpaksa mengikuti pola perekonomian urban. Kearifan lokal warisan nenek moyang dikorbankan demi menyesuaikan diri dengan realitas. Upaya pemenuhan kebutuhan tidak lagi berlandaskan moralitas, tapi nilai-nilai material semata. Pragmatisme dan hedonisme yang menyusup dalam diri orang desa secara perlahan menggantikan prinsip hidup yang mengutamakan kebersamaan, keguyuban, serta gotong-royong.

Industrialisasi bercorak urban terbukti genap menggerogoti basis sosial masyarakat serta mengubah tata kuasa, guna, produksi, dan konsumi lokal. Dampaknya cukup serius. Orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan diri memilih meninggalkan desa. Realitas membimbing mereka berpisah dengan keluarga demi mencukupi kebutuhan. Industrialisasi perkotaan telah menghisap tenaga kerja perdesaan ke pabrik-pabrik besar dengan pendapatan lebih menjanjikan. Mobilitas tenaga kerja ke kantong-kantong urban melahirkan ketimpangan ekonomi, sosial, serta melumpuhkan industri-industri lokal.

Di perdesaan, kaum tani termasuk masyarakat tangguh. Dalam menggarap sawah, mereka senantiasa dibekali harapan besar. Mereka selalu memupuk asa agar semangat bertani tetap menyala. Mengeluarkan banyak biaya sebelum mengetahui hasil panen, tak masalah. Petani bahkan berani utang kepada tengkulak demi menghasilkan beras terbaik. Padahal, di balik perjuangan tersimpan keluh kesah. Ketika panen tiba, mereka belum tentu merasakan manisnya bertani. Mereka sering rugi karena hama dan bencana alam.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top