Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Relationship with My Body

Memahami Penanganan Obesitas secara Akurat

A   A   A   Pengaturan Font

Masalah kelebihan berat badan (obesitas) ternyata bisa muncul karena persoalan gen dalam tubuh, dan juga polemik stigma masyarakat terhadap standar kecantikan.

Persoalan obesitas kerap kali dikaitkan dengan kontrol makanan yang bablas. Gambaran umum ini bisa dengan mudah dicerna, atau bahkan sudah terpatri dalam fikiran (berdasarkan kasus obesitas yang ada), sehingga anggapan persoalan berat badan bisa sedemikian sempit.

Padahal dokter Grace Judio-Kahl, Pendiri klinik LightHouse menjelaskan gen juga dapat memengaruhi seseorang bisa memiliki berat badan yang normal, kurus atau kegemukan.

"Tak kurang dari 50 gen menentukan tubuh seseorang gemuk atau kurus. Misalnya, ada gen yang membuat orang merasa lapar terus dan tidak pernah merasa kenyang," jelas Grace di sela acara 'LightHOUSE Indonesia: In Relationship with My Body - Peran DNA Dalam Mewujudkan Tubuh Idealmu' di Jakarta belum lama ini.

Kemudian ada pula gen yang membuat tubuh tidak bisa memetabolisme gizi, misalnya ketika makan karbohidrat tidak bisa dimetabolisme sehingga ditimbun di dalam tubuh. Atau, gen yang membuat lemak tidak bisa diikat sehingga lebih banyak diserap tubuh.

"Perlu diketahui gen yang baik itu normalnya bisa merasakan lapar atau kenyang. Metabolisme juga baik, namun lingkungan merupakan faktor lain yang harus diwaspadai, karena bisa mengendalikan kita untuk makan terus, karena budaya kaum urban sekarang seperti kulineran, nongkrong, jalan-jalan pasti erat kaitannya dengan hal itu," ujarnya.

Artinya gen bukan satu-satunya yang bisa menentukan berat badan seseorang. lingkungan juga berpengaruh besar terhadap penurunan atau kenaikan berat badan.

"Bila gen normal, namun lingkungan justru mendukung untuk makan terus, tentu tidak akan membuat orang tersebut langsing. Tidak ada orang sakti yang makan banyak tapi tidak gemuk-gemuk. Pasti ada titik tertentu di tubuh orang itu yang naik beratnya," sambung Grace.

Untuk menyelesaikan persoalan ini, diet bukan satu-satunya yang harus dijalankan. Melainkan sebelumnya kelebihan berat badan harus difahami sesuai keluhan masing-masing individu. Pemeriksaan gen bisa dilakukan untuk mengetahui masalah kelebihan berat badan sebelum melakukan program diet yang tepat.

Grace menuturkan, setiap orang memiliki masalah berbeda. Contohnya, ada yang makan banyak karena didikan orangtua seperti selalu menyediakan camilan ketika menonton televisi.

"Periksa masalahnya terlebih dahulu, kita akan carikan solusi terbaik yang lebih personalize sehingga langkah untuk menurunkan berat badan bisa berjalan tepat, dan maksimal. Catatan terpenting disini harus ada pemahaman yang baik tentang bagaimana cara pandang kita terhadap tubuh dan makanan," ungkapnya.

Sebetulnya berat badan dan diet merupakan permasalahan semua orang. Semua itu akan selalu konflik dan tidak akan pernah berhenti apalabila pemahaman tentang tubuh sendiri belum baik. ima/R-1

Yoyo Diet

Akhirnya kalau sudah salah dari awal dan terbawa alur bergaul, kita akan kesal terhadap diri sendiri ketika harus melanggar program diet yang dilakukan, dan kejadian ini cenderung berulang, dan terjadilah yang namanya yoyo diet.

Keinginan memiliki tubuh ideal, realitanya akan terus memiliki tubuh gemuk. Diet akan terus gagal, dan juga berulang ketika melakukan program diet ulang dikemudian hari.

Sebenarnya persoalan keinginan versus realitas ini cukup pelik, dan dapat berujung pada rasa tidak peduli jika persoalan ini terus digoreng dengan tekanan body shaming.

Tara menceritakan orang dengan obesitas salah satu alasannya untuk menghindari realitas melawan keinginan itu sendiri.

Mereka lebih memutuskan tidak peduli terhadap lingkungan, makan terus berlanjut sampai dirinya terjebak pada persoalan kelainan kebiasaan makan (eating disorder), kelainan pola makan yang membuat seseorang mengalami kelaparan secara berlebihan (anorexia), sampai kebiasaan untuk menjaga berat badan dengan tidak makan sama sekali, makan dalam jumlah kecil, atau makan dalam jumlah banyak, lantas dimuntahkannya atau menggunakan obat pencahar (bulimia). ima/R-1

Pola Pikir tentang Fisik

"Standar kecantikan wanita itu harus langsing, mereka akan berusaha untuk itu, dan di era digital gambaran itu semakin popular hingga merasuk ke fikiran masyarakat. Dan ini bisa jadi salah satu faktor adanya fenomena body shaming atau pelecehan bentuk tubuh, jadi kalau ada yang komentar 'kok gemukan sih' pasti orang akan terobsesi untuk mencapai standar kecantikan sosial yang ada dengan cara diet dan lainnya," jelas pisikolog, Tara de Thouars dalam kesempatan sama.

Realitanya pada standar fisik yang sudah ditetapkan itu, banyak benturan yang bertentangan dengan gaya masyarakat pada umumnya. Kecenderungan gaya hidup kita lebih mengikuti alur lingkungan kita berada, seperti kulineran selepas pulang bekerja, ataupun hangout bersama rekan di coffee shop, yang kegiatannya tidak jauh dari kulineran.

Alur gaya bersosialisasi di era baru yang lebih konsumtif ini memang sulit dihindari. "Pada ujungnya akan timbul pertentangan antara makanan dan diri kita, ada rasa bersalah, tidak nyaman ketika tidak menjaga pola konsumsi dengan baik, terlebih sedang melakukan program diet. Konflik akan berlanjut terhadap tubuhnya, kita seperti merasa memiliki tubuh jelek dan lain sebagainya, jauh dari standar kecantikan masyarakat," jelas Tara.

Tara juga menegaskan semakin jauh seseorang pada standar sosial yang ada. Maka konflik, kemarahan kita terhadap diri sendiri akan tinggi. Pada tahap ini tak sedikit dari kita akan menghadirkan realitas versus keinginan, dan alasan diet sebagian besar dipicu lingkungan.

Jika sudah berada ditekanan itu, diet seolah menjadi mimpi ampuh untuk mencapai standar kecantikan yang berlaku, tapi Tara justru melihat diet yang dilakukan tidak tulus, sehingga akan berjalan tidak sesuai aturan.

"Ada yang menjalankan diet dengan exited, ada juga yang sebaliknya merasa ribet karena banyak aturan makan dan lain sebagainya. Intinya jika memulai niatnya enggak tepat justru akan gagal diet dan nyemplung balik lagi ke pola makanan," paparnya.

Rata-rata persoalan diet dalam tekanan sosial, selalu dihadapkan dengan konflik tubuh dan makanan. Dan berujung pada kecenderungan perilaku self pity, mengarah pada mengasihani diri sendiri, self harm atau menyiksa diri dengan tidak mempedulikan komentar orang, bahkan sampai mempengaruhi kesehatannya.

"Ketika diet ada makanan kesukaan, dia akan tergoda dan akhirnya dikonsumsi juga atas dasar berbagai alasan, contohnya sebagai reward pada diri sendiri setelah seharian letih kerja mungkin, itu self pity. Ada juga orang yang memiliki perilaku bodo amat terhadap standar kecantikan, karena merasa ribet dan pasrah memiliki tubuh gemuk. Seharusnya kita harus self love terhadap tubuh kita, diet yang dilakukan disadari untuk kesehatan," jelasnya. ima/R-1

Komentar

Komentar
()

Top