Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mosaic CISV

Memahami Kebinekaan untuk Membangun Kekuatan

Foto : foto-foto: dok. CISV Indonesia
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam beberapa tahun belakangan banyak kalangan mengkhawatirkan kecenderungan perkembangan dalam masyarakat, di mana sebagian elemen, kurang menghargai perbedaan, dan kebinekaan yang kita miliki. Padahal, sejak dulu, kebinekaan, perbedaan merupakan kenyataan yang saling bersinergi untuk membangun kekuatan bangsa.

Agaknya perlu terus menanamkan sejak dini pada generasi muda untuk lebih mengenal dan memahami berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat dan pada saat bersamaan membangun kekuatan berdasarkan perbedaan tersebut. Indonesia menjadi negara kuat dan hebat karena semua unsur yang berbeda, mampu bersatu.

Dalam konteks pemahaman mengenai kebinekaan Indonesia itulah, sangat menarik kegiatan Mosaic yang diselenggarakan organisasi CISV Indonesia bekerjasama dengan Komunitas Sabang Merauke pada Sabtu (28/4) yang mengajak para remaja untuk mengenal dan memahami beragam perbedaan yang ada.

Mosaic adalah program berbasis komunitas lokal CISV dengan tujuan peserta memahami dan mempraktikkan apa yang mereka ikuti. Tema Mosaic 2018 ini adalah toleransi beragama (Tahun Diversity di CISV) dengan tagline "Tak Kenal Maka Kenalan " .

Sekitar 70 an remaja dengan rentang usai 13-17 tahun mengikuti acara ini. Panitia yang terdiri dari CISV dan Komunitas Sabang Merauke merancang Mosaic dengan riang, gembira, tetapi penuh makna.

Sebagai bekal untuk acara berkeliling ke rumah-rumah ibadah di Jakarta, peserta Mosaic dikumpulkan di halaman belakang Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Dengan seragam kaos Mosaic, peserta berkumpul dan melakukan CISV ritual yakni flag up, CISV song, opening dan sebagainya.

Setelah itu, peserta dibagi berbagai kelompok dengan nama unik yang dipilih oleh kelompok bersangkutan. Tiap kelompok kemudian masuk ke Museum Sumpah Pemuda guna melihat koleksi dan berbagai dokumen sejarah Sumpah Pemuda.

Koran Jakarta yang mengikuti acara ini melihat, para peserta mengagumi perjuangan para pemuda yang 90 tahun lalu sudah memiliki kesadaran kuat untuk bersatu.

Di setiap sudut museum, kakak-kakak panitia sudah menyiapkan pertanyaan kuis seputar sejarah Sumpah Pemuda. Dengan cara ini, peserta secara tidak langsung harus membaca dan melihat setiap sudut koleksi museum.

Setelah kuis selesai, semua kelompok berkumpul kembali di aula belakang museum. Di sini, mereka diberi pemahaman lebih mendalam tentang makna Sumpah Pemuda. Pengurus CISV yang juga alumnus Sejarah FSUI, Suradi, memberi penjelasan tentang makna Sumpah Pemuda dengan mengungkap setting sejarah seputar kaum muda era 1920-an dan kawasan pusat kota yang disebut Weltrevreden, di mana kawasan Kramat-Senen termasuk di dalamnya. Selain itu co-founder Komunitas Sabang Merauke, Ayu Kartika Dewi, juga menjelaskan mengapa dan apa kegiatan komunitasnya. Juga ada testimoni dari salah satu peserta yang menjadi tuan rumah pertukaran pelajar daerah yakni Collin. sur/R-1

Kunjungan ke Rumah-rumah Ibadah

Bagi remaja yang beragama Islam, pergi ke masjid untuk salat atau acara keagamaan lain adalah biasa, tetapi bagi remaja yang berama selain Islam, mungkin sangat jarang atau belum pernah sama sekali. Begitu pula sebaliknya, remaja yang menganut agama Kristen, pergi beribadah ke gereja sudah bukan hal yang baru. Tetapi bagi penganut Islam dan agama lain, pergi mengunjungi gereja menjadi pengalaman unik. Selain itu rumah ibadah lain, vihara dan kelenteng juga dikunjungi, untuk mengetahui lebih jauh apa dan bagaimana masyarakat beribadah di vihara dan kelenteng.

Pengalaman mengesankan itu terlihat pada para remaja yang mengikuti kegiatan Mosaic ini. Setelah selesai di Museum Sumpah Pemuda, mereka dibagi dalam beberapa kelompok bus untuk terpencar ke rumah -rumah ibadah. Setiap rombongan bus akan mengunjungi Masjid Istiqlal, Klenteng Toa Se Bio, Gereja Inkulturasi Santa Maria de Fatima di Pecinan, dan Pura Hindu di Rawamangun, Jakarta Timur.

Di setiap rumah ibadah yang dikunjungi, tokoh agama dan pengelola, menjelaskan hal ihwal tentang rumah ibadah dan bagaimana penganut agama menjalankan ibadahnya. Di Pura Hindu terbesar di Jakarta misalnya, pengurus Pura, Nyoman Udayana Sanggeng menjelaskan tentang agama Hindu, filosofi, dan bagaimana mereka menjalankan ritual ibadah.

Selain itu, Nyoman menjelaskan arti dan makna yang ada di sekitar pura, baik patung Paduraksa yang selalu ada di pintu masuk pura yang melambangkan masih ada perbedaan, tetapi jika warga sudah masuk, maka perbedaan itu pun sudah tak ada lagi. Selain itu dijelaskan arti kain warna hitam putih yang selalu ada di setiap pohon. Katanya, hitam-putih melambangkan kehidupan di dunia yang harmoni; ada senang dan susah, dan sebagainya.

Begitu juga ketika peserta mengunjungi Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara yang dirancang arsitek beragama Kristen, F. Silaban dan dibantu warga keturunan Tiongkok. Di sini, peserta diceritakan sejarah Masjid Istiqlal, filosofi bangunan yang tanpa jendela dan pintu untuk menunjukkan bahwa semua orang, apapun latar belakangnya, boleh masuk ke masjid. Masjid juga dibangun hanya menggunakan marmer dan stainless steel, sehingga suasana menjadi sejuk.

Selain itu ketika tiba di Vihara Toa Se Bio, peserta merasakan sensasi lain tentang keberagaman masyarakat Indonesia. Bangunan tua di Jalan Kemenangan III Glodok Taman Sari Jakarta Barat (dahulu Jalan Toasebio) ini masih kokoh berdiri. Sosok naga gagah menaungi setiap ujung atapnya. Juga di saat di Gereja Katolik Santa Maria de Fatima, Lokasinya di Jalan Kemenangan III, kawasan pecinan Glodok, Jakarta. Gereja tersebut berdiri di tengah pemukiman padat penduduk. Peserta mendapatkan penjelasan soal bangunan dan ritual ibadah di sini.

Jika titik awal keberangkatan program Mosaic di Museum Sumpah Pemuda, maka setelah perjalanan ke sejumlah rumah ibadah, peserta berkumpul di Sekolah Santa Ursula Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, yang letaknya tak jauh dari Katedral dan Masjid Istiqlal. Di sini setiap kelompok mempresentasikan apa yang mereka alami selama kegiatan sejak pagi.

Adapun tujuan utama dari kegiatan Mosaic dengan tema keberagaman dan toleransi beragam ini, agar peserta bukan saja mengerti dan memahami kebinekaan negara kita, tetapi mereka nantinya menjadi agen perubahan untuk meluruskan benang persatuan yang sudah lama dijahit para pemuda generasi 1928. sur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top