Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Melongok Industri Rumahan Jenang Ponorogo

Foto : Antara / Siswowidodo

Membuat Jenang - Pekerja membuat jenang di industri rumahan jenang Teguh Raharjo, di Ponorogo, Jawa Timur, baru-baru ini.

A   A   A   Pengaturan Font

Sebuah rumah, bagian depannya terbagi menjadi dua sisi. Salah satu sisi dijadikan toko berukuran sekitar 24 meter persegi. Sisi satunya merupakan teras dengan sederet kursi dan meja untuk menerima tamu. Halaman rumah seluas sekitar 30 meter terasa sesak. Puluhan sepeda motor terparkir.

Sejumlah pekerja sibuk menurunkan kelapa dari bak truk yang datang dari Trenggalek, Jawa Timur. Belum lagi banyak orang yang keluar-masuk toko. Di trotoar depan rumah terdapat "neon box" bertuliskan "Aneka Jenang Dodol (Khas Ponorogo) Teguh Rahardjo".

Toko yang berada di sebuah ruang sempit itu terasa sesak dengan tumpukan barang-barang aneka makanan tradisional di etalasenya. Bila ada pembeli yang berbelanja dan memilih barang, terasa makin sesak lagi. Di samping toko terdapat lorong menuju ruangan-ruangan lain di bagian belakang rumah.

Rudi bersama ibunya, Sri Harijati, sebagai pemilik industri rumahan jenang tampak sibuk dengan berbagai urusan. Mulai menerima tamu, mengawasi, serta memberikan arahan kepada para pekerja.

"Saya belajar membuat jenang dari nenek sejak kecil. Orang-orang memanggil nenek saya dengan sebutan Bu Martodihardjo. Jenang buatan nenek saya dulu sangat terkenal," kata Sri mengawali perbincangan saat ditemui di rumahnya, Jalan Wibosono, Ponorogo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Industri rumahan makanan tradisional jenang terbuat dari bahan ketan dan beras milik Bu Martodiharjo di Coper, Kecamatan Jetis, cukup terkenal di Ponorogo terutama di wilayah timur. Tidak seperti sekarang, zaman dulu jenang hanya ada dua jenis, yaitu jenang ketan dan jenang beras. Dicetak menggunakan cetakan kayu yang bentuk dan ukurannya sama persis dengan batu bata dan dibungkus menggunakan daun pisang.

Cara pembuatannya pun masih tradisional. Bahan beras dan ketan direndam, kemudian ditumbuk untuk menghasilkan tepung, membutuhkan banyak tenaga dan waktu. Kelapa harus diparut menggunakan tangan sebelum diperas menjadi santan. Dulu, orang mengolah jenang dengan cara mengaduk di wajan di atas tungku dengan bara api.

Tetapi lain dulu, lain sekarang. Di industri rumahan "Teguh Rahardjo" ini, pekerjaan-pekerjaan berat yang dulu seluruhnya menggunakan tenaga manusia itu, kini sebagian telah tergantikan mesin. Setidaknya terdapat enam mesin pengaduk (mixer) dengan wajan masing-masing berdiameter sekitar satu meter.

Hadirnya alat pengaduk modern seperti itu bukan saja mereduksi waktu dan tenaga kerja manusia, tapi juga meningkatkan kapasitas produksi cukup signifikan.

Lakukan Inovasi

Sri menuturkan, meskipun sejak kecil sudah membantu nenek dan orang tuanya membuat jenang, namun baru pada 1982 memulai usaha sendiri. Menggunakan merek dagang "Teguh Rahardjo" yang diambil dari nama suaminya, Teguh Rahardjo yang kala itu memiliki kios kelotong (pracangan) di pasar.

"Pada tahun 1981, nenek saya meninggal. Setahun kemudian, 1982, saya memberanikan membuat jenang sendiri. Waktu itu baru memproduksi tiga hingga lima kilogram beras dan ketan. Saya mempekerjakan dua orang untuk membuat tepung dan memarut kelapa," katanya mengisahkan perjalanan usahanya.

Rintisan usahanya terus menggeliat. Dua tahun sejak berdiri, pada 1984, dia memiliki empat tenaga kerja. Kemudian pada 1986, usahanya mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah. "Pada tahun 1986, saya mendapatkan pembinaan dan bantuan modal dari pemerintah. Waktu itu dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Ponorogo," kata Sri.

Tidak hanya sampai di situ. Pada sekitar 1990, pemerintah mengajaknya studi banding ke Kudus dan Klaten di Jawa Tengah serta Garut di Jawa Barat dalam rangka menimba ilmu. "Dari sanalah, saya mulai mengenal aneka macam jenang atau dodol yang bukan hanya terbuat dari beras dan ketan. Ada dodol kentang, nanas, mangga, pisang, dan banyak lagi," katanya.

Setelah melakukan studi banding itulah, dia tahu bahwa jenang dan dodol itu sebenarnya sama. Hanya saja kebanyakan orang menyebut jenang yang dibungkus dalam ukuran kecil-kecil dan kemudian dimasukkan pack itu disebut dodol. Agar bisa mengikuti perkembangan, dia pun mencoba berinovasi.

SB/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Antara

Komentar

Komentar
()

Top