Melawan Ekstremisme Kekerasan Tak Boleh Lelah
Para ibu diakui sumbangsihnya dalam melawan ekstremisme karena mereka memainkan peran penting dalam keluarga (hlm 28). Di luar keluarga, kelompok ekstremisme kekerasan juga menyasar komunitas dan pendidikan, terutama anak-anak muda yang sedang dalam proses mencari jati diri dan tantangan.
Komunitas dan pendidikan menjadi medan pertarungan untuk memperebutkan arah ideologi para pemuda: memilih jalan ekstremisme kekerasan atau kembali kepada jati diri bangsa yang menjunjung tinggi toleransi. Untuk itu, diperlukan komunitas atau ruang pendidikan yang mengedepankan keterbukaan pemikiran dan dialog secara terusmenerus.
Satu contoh inisiatif yang berbasis komunitas di Indonesia adalah jaringan Gusdurian yang menyediakan program dialog anak-anak muda (hlm 31). Untuk mengetahui perkembangan ekstremisme kekerasan di Indonesia, berbagai lembaga menyurvei. Sejak tahun 2008, Wahid Foundation mencacat pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan selalu muncul setiap tahun, meskipun dengan dinamika yang berbeda (hlm 102).
Pelanggaran ini justru semakin meningkat meskipun kebebasan berpendapat sudah dijamin UU. Untuk itu diperlukan kembali penguatan hukum untuk melawan tindakan-tindakan intoleran. Masyarakat harus mulai memahami bahwa tindakan-tindakan kekerasan hanya akan merusak keharmonisan. Masyarakat dan pemerintah tidak boleh lengah karena yang dipertaruhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kebinekaan Indonesia harus dipertahankan. Maka, pemerintah dan masyarakat sipil harus bahu-membahu menangkal kelompok ini agar tidak berkembang (hlm 127). Ekstremisme kekerasan telah menjadi masalah serius bukan hanya Indonesia, tapi juga negara-negara lain, seperti Inggris dan Jerman.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya