Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Deflasi Juni

Masyarakat Tahan Belanja Kebutuhan Pokok

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Deflasi 0,16 persen di bulan Juni sangat kerat kaitannya dengan pandemi yang mulai naik sejak awal bulan tersebut. Masyarakat sudah mulai menahan belanjanya terutama di kelompok bahan makanan dan makanan. Selain itu, penyebabnya juga setelah bulan puasa dan idul fitri harga harga bahan makanan dan makanan kembali turun setelah sempat naik.

Solusinya adalah menambah daya beli masyarakat terutama kelas menengah ke bawah. "Kasih bantuan tunai secepatnya untuk mempercepat konsumsi rumah tangga,"tegas Peneliti Ekonomi Indef Nailul Huda.

Peneliti Pertanian Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Raden Dikky Indrawan, menjelaskan deflasi yang terjadi setelah Idul Fitri di antaranya disebabkan adanya rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), ditambah dengan isu ketidakpahaman mengenai implementasi PPN pada komoditas.

Secara umum, kata Dikky, faktor-faktor pemicu deflasi, pertama karena adanya gairah masyarakat yang aktif berbelanja dengan asumsi kehidupan akan kembali normal (asumsi Covid-19 teratasi). Khususnya dengan adanya aktivitas pasca-lebaran dan persiapan sekolah yang pada waktu itu akan diselenggarakan dengan pertemuan tatap muka.

Kondisi ini membuat pengusaha mencoba memanfaatkan momentum aktivitas masyarakat, sehingga produksi barang dan komoditas menjadi lebih banyak. "Hal ini yang mengakibatkan penurunan harga beberapa komoditas dan barang," terang Dikky.

Faktor kedua, dengan adanya rencana kenaikan PPN di masyarakat, ditambah dengan isu ketidakpahaman mengenai implementasi PPN (pajak pertambahan nilai) pada komoditas, maka banyak masyarakat yang secara psikologis mulai berhati-hati juga untuk berbelanja.

"Mereka mulai fokus dengan menyimpan dana lebih baik," ujarnya.

Kombinasi keduanya membuat solusi deflasi agak rumit karena aktivitas ini sifatnya temporer, khususnya dikaitkan dengan kembalinya pengetatan aktivitas masyarakat melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

"Oleh karena itu, kombinasi kebijakan moneter dan nonmoneter harus dilakukan dengan mengantisipasi aktivitas ekonomi saat PPKM darurat dan pasca PPKM darurat," tutur Dikky.

Secara umum, yang bisa dilakukan adalah mengurangi nilai pajak yang dikenakan. Harapannya memberikan dampak psikologis untuk menguatkan kegiatan jual beli yang ada. Ia menyadari bahwa hal ini memang bertentangan dengan kebutuhan pemerintah yang sedang meningkatkan pendapatan negara. Kendati demikian, opsi itu paling tepat diambil.

Deflasi 0,16 Persen

Sehari sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,16 persen pada Juni 2021. Menurut BPS, penurunan harga komoditas cabai merah dan cabai rawit serta bawang merah menjadi pemicu terjadinya deflasi pada Juni 2021.

"Penyebabnya adalah karena terjadinya penurunan harga komoditas cabai merah, daging ayam ras, cabai rawit, dan bawang merah," kata Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/7).

Komoditas tersebut masuk dalam kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau, yang mengalami deflasi sebesar 0,71 persen dengan andil 0,18 persen terhadap deflasi Juni 2021.

Deflasi turut terjadi pada tiga kelompok pengeluaran lainnya yaitu pakaian dan alas kaki sebesar 0,12 persen dengan andil 0,01 persen serta transportasi sebesar 0,35 persen.

n ers


Redaktur : Fredrikus Wolgabrink Sabini
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top