Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Masyarakat Lokal Jangan Hanya Jadi Penonton

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Menjamurnya bisnis agen travel di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak mengecilkan semangat Roni Jenamu mengembangkan usaha tenunnya. Dia tak ingin banting stir ke usaha travel.

Dengan tekadnya yang bulat, sarjana pendidikan, tamatan salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar, Sulawesi Selatan, itu mengembangkan usaha tenun yang telah dirintis Ibunya sejak 2004.

Usai tamat kuliah, dia mengajar di salah satu sekolah menengah pertama di Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Untuk sampai ke sana, dia harus menempuh perjalanan 2-3 jam dari Labuan Bajo, Ibu Kota Manggarai Barat, destinasi wisata superprioritas.

Sebagai pengajar, dia terilhami konsep kewirausahaan dari Kurikulum 2013. Dengan modal 500 ribu rupiah, dia bersama Ibu dan Bapaknya berhasil merangkul ibu-ibu pelaku kreatif dalam bentuk wadah (Pusat Kreatif Tenun Songke kelompok Dahlia) yang mempunyai keahlian dalam memulung benang menjadi sarung tenunan dengan kekhasan menggunakan pewarnaan alam.

Roni berpikir, pesatnya perkembangan bisnis wisata di Labuan Bajo harus juga dinikmati oleh masyarakat lokal, biar uangnya tidak balik lagi ke Monas (Jakarta). Orang lokal tak boleh hanya jadi penonton, harus bisa menikmati kue ekonomi dari pariwisata Labuan Bajo. Makanya, di samping mengajar dia "nyambi" mengurus usaha tenun di kampungnya, Desa Wae Mose.

Namun, pembentukan komunitas kecil ini bukan tanpa hambatan. Tantangan di awal pembentukan ekosistem yakni berupaya meyakinkan ibu-ibu penenun yang memiliki potensi menenun, tetapi masih harus fokus ke sektor pertanian. Ekosistemnya baru terbentuk setelah anggotanya menyadari efek ekonomi di balik usaha itu.

Tenun Songke sangat prospesktif, tetapi minimnya pengetahuan membuat usaha ini kurang berkembang karena masih berkutat dengan kebiasaan menenun sesuai pesanan. "Kami menyadari keterbataan itu, tetapi kami tak pasrah dengan keadaan. Saya berpikir untuk mencari peluang agar mendapat fasilitas dan peralatan yang memadai, niat saya terjawab melalui Bantuan Pemerintah pada 2017 melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Kelompok tenun kami difasilitasi Rumah Tenun dan Sarana berupa peralatan tenun," tuturnya pada Koran Jakarta, Kamis (7/7).

Inovasi Produk

Alhasil, inovasi pewarnaan alami dalam tenunan menuai hasil yang memuaskan, kolaborasi inovasi tanpa mengurangi aspek kearifan lokal. Motif yang ditampilkan dalam kain tenunan ialah Mata Manuk (Mata Ayam) dan Rempa Te'ke (Jari Tokek) yang mencerminkan kearifan lokal budaya Manggarai Barat.

Singkat cerita, usaha tenun Roni berkembang pesat. Penjualan ke berbagai kota, seperti Jakarta, Bali, Yogyakarta, dan beberapa kota lainnya, artinya produk tenunan (pewarnaan alami) sudah dikenal dan banyak peminat. Dia memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produknya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top