Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Masyarakat Jangan Ragu untuk Periksakan Kesehatan Mental

Foto : istimewa

Kegiatan Year-End Media Gathering 2023 bertajuk “Mind Behind the News” di Jakarta, Kamis (14/12).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai keadaan sejahtera mental. Pada kondisi ini memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya.

Ini adalah komponen integral dari kesehatan dan kesejahteraan yang mendasari kemampuan individu dan kolektif kita untuk mengambil keputusan, membangun hubungan, dan membentuk dunia tempat kita tinggal. Kesehatan mental merupakan hak asasi manusia yang mendasar. Dan ini penting untuk pengembangan pribadi, komunitas dan sosial-ekonomi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan WHO di 31 negara termasuk Indonesia, sebanyak 44 persen responden menilai bahwa kesehatan mental adalah masalah kesehatan yang saat ini paling dikhawatirkan. WHO memperkirakan sekitar 3,8 persen atau 280.000.000 penduduk dunia mengalami depresi.

"Faktanya, lebih dari 75 persen orang dengan gangguan kesehatan mental di negara-negara berkembang dan berkembang tidak menerima perawatan sama sekali. Selama lebih dari 60 tahun, Johnson & Johnson telah berdedikasi untuk meningkatkan hasil bagi mereka yang menderita penyakit mental," ungkap Devy Yheanne, Leader of Communications & Public Affairs Johnson & Johnson Pharmaceutical for Indonesia, Malaysia & Philippines, dalam acara Year - End Media Gathering 2023 bertajuk "Mind Behind the News" di Jakarta, Kamis (14/12).

Sementara itu Dokter spesialis kejiwaan, dr. Lahargo Kembaren SpKJ menerangkan, kesehatan mental merupakan hal penting bagi setiap individu untuk dapat menyadari kemampuan, potensi yang dimiliki, sehingga dapat produktif dan berperan dalam komunitasnya.

"Saat ini dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan maraknya informasi mengenai kesehatan mental yang mudah diakses melalui sosial media dapat menjadi bumerang apabila mengarah pada perilaku self-diagnose yang justru memperburuk kondisi pasien," jelasnya pada kesempatan tersebut.

Pada umumnya gejala depresi yang banyak dialami yaitu seperti kecemasan, sedih, murung, suasana hati kosong, putus asa, gelisah, lemah, lesu, tidak dapat mengambil keputusan dan sebagainya yang seringkali tidak disadari oleh pasien. Baik karena kesibukan maupun stigma di masyarakat yang mengakibatkan pasien mengabaikan kondisi kesehatan mentalnya.

Kesehatan mental dapat berdampak pada kesejahteraan pasien secara fisik dan mental yang berdampak pada produktivitas dan kesehariannya, sehingga perlu memahami pentingnya kesehatan mental. Depresi adalah masalah kejiwaan yang dapat ditangani dan disembuhkan apabila segera mendapatkan penanganan medis yang tepat.

"Tidak perlu ragu untuk memeriksakan diri ke tenaga medis profesional apabila merasakan gejala seperti lesu, sedih terus-menerus, kehilangan minat pada hobi, sulit berkonsentrasi, dan yang terburuk adalah berulang-ulang memikirkan kematian. Pasien disarankan segera memeriksakan diri dan jangan melakukan self-diagnose karena dapat memperparah gejala," terangnya.

Kesehatan Mental Jurnalis

Sebuah studi pada 2020 yang dilakukan oleh Reuters Institute for the Study of Journalism dan University of Toronto terhadap 73 jurnalis dari organisasi berita internasional menunjukkan bahwa 70 persen di antaranya menderita tekanan psikologis pada tingkat tertentu. Sebesar 26 persen memiliki kecemasan yang signifikan secara klinis sesuai dengan diagnosis tersebut Generalized Anxiety Disorder berupa gejala khawatir, perasaan gelisah, insomnia, konsentrasi buruk dan kelelahan.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh Canadian Journalism Forum tentang Kekerasan dan Trauma, kepada 1.000 pekerja media menemukan 69 persen pekerja media melaporkan sendiri bahwa mereka menderita kecemasan dan 46 persen depresi.

Devy menambahkan, perusahaan terus berupaya meningkatkan literasi dan menghapus stigma mengenai kesehatan mental di masyarakat melalui berbagai kegiatan edukasi yang dilakukan. Kesehatan mental merupakan salah satu fokus utama Jurnalisme, sebagai profesi yang memegang peran krusial dalam membentuk masyarakat, terkadang mengorbankan kesehatan mental para pelakunya.

Jurnalis, yang sering kali berada di garis depan peristiwa traumatis seperti konflik, bencana alam dan menghadapi tekanan berlebih. Meskipun tugas mereka memerlukan ketangguhan dan ketahanan, kesehatan mental jurnalis sering luput dari perhatian.

"Padahal berita yang berkualitas dapat dihasilkan dengan baik apabila kesehatan fisik dan mental jurnalis dapat terjaga. Johnson & Johnson Indonesia berkomitmen untuk mendukung rekan-rekan media dalam menjalankan profesinya dengan baik salah satunya melalui edukasi kesehatan mental," kata dr.Lahargo membagikan beberapa kiat yang bisa dilakukan jurnalis untuk membangun kesehatan mental yang baik. Menurut dia, cobalah untuk tidak fokus pada apa yang tidak bisa kita kontrol tapi fokus pada apa yang bisa kontrol, yaitu tidur, makanan dan hubungan.

"Pastikan untuk tidur pada jam yang sama, sehingga tubuh akan terlatih. Tubuh kita memiliki ritme sirkadian yang unik, dimana jumlah hormon kortisol meningkat di pagi hari dan turun di malam hari sehingga akan terasa sangat mengantuk. Gunakan waktu ini untuk tidur," katanya.

Mulailah mengonsumsi makanan dengan nutrisi lengkap dan seimbang. Lalu, alokasikan waktu untuk menjalin hubungan dengan sesama karena hubungan yang baik akan melindungi kesehatan mental. Ambillah cuti untuk melakukan hal yang berbeda dari rutinitas peliputan berita, misalnya jalan-jalan dengan teman.

"Rasa cemas dan stres memang sangat normal, tetapi apabila sudah mulai mengganggu kinerja, maka sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter," ungkapnya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top