Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pesta Demokrasi

Masyarakat Harus Ikut Awasi Hasil Pemilu dari Praktik Kecurangan

Foto : ANTARA/WAHDI SEPTIAWAN

TEMPUH MEDAN BERLUMPUR DEMI DISTRIBUSIKAN LOGISTIK PEMILU I Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) didampingi anggota kepolisian mengangkut kotak suara berisi logistik Pemilu 2024 untuk TPS desa terisolir di permukiman masyarakat adat Suku Talang Mamak, kawasan restorasi Alam Bukit Tigapuluh, Semerantihan, Tebo, Jambi, Selasa (13/2). Distribusi logistik untuk TPS ke permukiman masyarakat adat Suku Talang Mamak yang merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh itu harus dilakukan dengan berjalan kaki selama 3,5 jam lebih dengan medan lumpur dan berbukit.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam pemilihan umum belum tentu hal yang baik. Bisa jadi tingkat partisipasi publik yang tinggi tersebut hasil dari penggelembungan demi memenangkan salah satu pasangan calon.

Seperti dikhawatirkan beberapa pihak, ada paslon yang memaksakan agar pemilihan presiden berlangsung satu putaran dengan modus menambah tingkat partisipasi masyarakat.

Karena itu, seluruh elemen masyarakat terutama yang memiliki hak pilih, diimbau untuk turut menjaga jalannya pesta demokrasi pemilihan umum (pemilu) dan mengawal hasilnya agar tidak terjadi kecurangan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Aktivis Pro Demokrasi Kulon Progo, DIY, Imam Syafii, mengatakan selain memaksimalkan partisipasi pemilih sebagai upaya mengikis potensi kecurangan dari penggunaan surat suara tak terpakai, semua pihak, termasuk masyarakat luas, harus sungguh-sungguh mengawasi perhitungan suara di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS) guna mencegah oknum-oknum tertentu melakukan kecurangan.

Gotong royong demi demokrasi di proses pencoblosan dan perhitungan suara akan memastikan seluruh proses berlangsung cermat dan adil, tanpa adanya intervensi politik atau kepentingan pribadi yang dapat merugikan integritas pemilu.

Imam mencontohkan di DIY terdapat Gerakan Penguatan Saksi (GPS) berupa pengiriman paket hospitality berupa makanan dan minuman kepada para saksi yang ada di daerah pinggiran atau pesisir Gunungkidul. Daerah pesisir dinilai rawan kecurangan karena pemukiman yang tidak begitu padat.

Sebab itu, peran para saksi menjadi sangat krusial sehingga dibutuhkan dukungan moril dan dukungan nyata, seperti paket hospitality berupa snack, minuman berenergi, madu, dan asupan energi lainnya.

"Digagas oleh sejumlah relawan, Gerakan Penguatan Saksi di DIY ini contoh nyata bagaimana mendorong gotong royong penguatan saksi di bawah," kata Imam.

Berdasarkan hasil assessment jumlah para saksi wilayah pesisir selatan Kabupaten Gunungkidul, yang mendapatkan paket layanan hospitality ada 613 orang. Mereka akan bertugas di sejumlah Kapanewon (kecamatan), yakni Kapanewon Girisubo, Tepus, Tanjungsari, Saptosari, Panggang, dan Purwosari. Mulai dari Kalurahan Songbanyu, Balong, Jepitu, Sidoharjo, Purwodadi, Tepus, Kemadang, Banjarejo, Ngestirejo, Kanigoro, Krambilsawit, Girikarto, Girijati, dan Giripurwo.

Saksi, jelas Iman, adalah orang yang detik per detik menjadi saksi mata dalam proses pemungutan suara dan proses penghitungan suara berlangsung jujur dan adil. Kedua, dari tangan para saksi, perolehan data hasil pemungutan suara tiap-tiap TPS diperoleh secara akurat. Data mereka akan menjadi dasar jika terjadi sengketa pemilu, khususnya dalam rekapitulasi suara.

"Keberadaan saksi sekaligus juga untuk mendeteksi potensi kecurangan pemilu. Sedemikian penting keberadaan para saksi sehingga seyogianya kita memberikan perhatian serius atas kinerja saksi," kata Imam.

Partisipasi Aktif

Secara terpisah, pengamat Komunikasi Politik Universitas Bina Nusantara (Binus) Malang, Frederik M. Gasa, meminta masyarakat agar tidak sekadar datang dan coblos di TPS, tetapi juga harus mengawal proses pemilu. "Kita harus selalu mengawal prosesnya hingga tuntas," tegas Frederik.

Hal itu karena dalam situasi seperti saat ini, ada saja oknum yang bisa melakukan berbagai macam tindakan yang bertujuan untuk mencapai tujuan kelompoknya.

"Sebagai masyarakat, kita harus lebih aktif dan partisipatif untuk bisa menjaga agar permainan ini bisa berjalan dengan fair hingga pluit terakhir dibunyikan. Siapa pun yang akan keluar sebagai pemenang, tentunya karena dikehendaki oleh mayoritas penduduk Indonesia," katanya.

Pengamat politik sekaligus Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan semua pihak agar menjaga muruah kejujuran dan keadilan dalam pemilu yang merupakan instrumen utama politik sebuah negara demokrasi.

"Bagaimanapun, pemilu harus dijaga prosesnya dari segala bentuk kecurangan dan ini tidak akan bisa kalau tidak didukung seluruh pemangku kepentingan termasuk KPU, pemerintah, aparat, dan para konstestan itu sendiri. Harus diingat, pemilu yang berjalan tidak bersih, tidak jujur, akan sulit melahirkan kepemimpinan yang berkualitas, yang pada ujungnya para pemilik hak suara atau masyarakat juga yang dirugikan," pungkas Surokhim.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top