Masa Depan Keberagaman dalam Keberagamaan
Selanjutnya, Irsyad Rafsadi memaparkan pengukuran kebebasan beragama di Indonesia selama satu dasawarsa terakhir. Pendekatan empiris pengukuran ini dilakukan dengan dua metode: pengukuran berbasis-peristiwa dan pengukuran berbasis-standar. Pengukuran berbasis-peristiwa mendeskripsikan dan menghitung tindakan pelanggaran. Lembaga-lembaga internasional yang menggunakan metode pengukuran berbasis-peristiwa ini diantaranya U.S. Commission on International Religious Freedom (USCIRF), Human Rights Watch, Amnesty International dan Human Rights First. Untuk lembaga-lembaga dalam negeri, laporan-laporan yang dikeluarkan oleh Setara Institute, The Wahid Institute dan CRCS UGM. Sedangkan pengukuran berbasis-standar yaitu menghitung tingkat pelanggaran dalam skala kuantitatif yang dirancang agar dapat diperbandingkan dengan standar yang sama. Contohnya skala kebebasan sipil dan politik Freedom House. Atau dalam tingkat nasional, terdapat Indeks Demokrasi Indonesia, misalnya. (hal 100-105).
Pada isu kerukunan umat beragama, M. Adlin Sila mendiskusikan konsep kerukunan sebagai kebijakan pemerintah dalam mengelola masyarakat Indonesia yang majemuk.
Isu terorisme tak luput dari pembahasan dalam buku ini. Ihsan Ali-Fauzi dan Solahudin menelaah kajian deradikalisasi di Indonesia. Argumen pokok yang diajukan adalah riset-riset tentang deradikalisasi di Indonesia masih berada pada tahap sangat awal yang masih bersifat deskriptif-evaluatif serta kurangnya perhatian pengambil kebijakan tentang kasus yang tak sepele ini.
Pada akhirnya, esai-esai mengenai studi-studi keagamaan yang termaktub dalam buku terbitan Yayasan Paramadina ini belum bisa dikatakan tuntas, atau paling tidak merangkum seluruh isu-isu sentral ihwal kebijakan keagamaan di Indonesia.
Peresensi, Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Komentar
()Muat lainnya