Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penataan Daerah Wisata

Malioboro Harus Jadi Contoh Destinasi Utama Dunia yang Nyaman

Foto : ISTIMEWA

Baiquni Pakar pariwisata dari Universitas Gadjah Mada - PKL kan tidak mungkin balik ke selasar lagi karena selain akan membuat Malioboro sesak dan susah dikembangkan sebagai wisata dunia, juga akan head to head dengan pemilik toko. Maka, pemerintah harus bekerja sama dengan PKL agar PKL di tempat relokasi baru tetap ramai.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Para Pedagang teras Malioboro Yogyakarta menggelar aksi mereka memprotes dan meminta agar diizinkan kembali berjualan di selasar Teras Malioboro pada Jumat (12/7) malam dan Sabtu (13/7) malam.

Berbeda dengan aksi pada Jumat, pada Sabtu (13/7), aksi hendak kembali digelar oleh para pedagang, tetapi gerbang Teras Malioboro 2 ditutup oleh petugas Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (PKCB) Kota Yogyakarta. Hal tersebut menyebabkan ketegangan antara pedagang dengan petugas UPT PKCB Kota Yogyakarta dengan adanya aksi saling dorong.

Pakar pariwisata dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Baiquni, menyayangkan adanya bentrokan tersebut. Baiquni mengatakan Indonesia dalam hal ini termasuk Malioboro sebagai salah satu destinasi utama Yogyakarta dan Indonesia, harus mencontoh jalan-jalan utama di destinasi utama dunia di mana pejalan kaki bisa berjalan kaki dengan nyaman.

Destinasi utama dunia selalu bersih dan nyaman untuk pejalan kaki dan penataan Malioboro hari ini sudah menuju ke sana dan semestinya dilanjutkan dengan penataan pedagang kaki lima (PKL) yang berkelanjutan.

"PKL kan tidak mungkin balik ke selasar lagi karena selain akan membuat Malioboro sesak dan susah dikembangkan sebagai wisata dunia, juga akan head to head dengan pemilik toko. Maka, pemerintah harus bekerja sama dengan PKL agar PKL di tempat relokasi baru tetap ramai," kata Baiquni saat dihubungi di Yogyakarta, Minggu (14/7).

Baiquni mengatakan penataan PKL hari ini semestinya berbeda dengan 20-30 tahun yang lalu. Sebagai destinasi dunia, PKL bisa diarahkan untuk menjual oleh-oleh yang bahkan bisa dipesan banyak oleh para turis luar negeri.

PKL, menurut Baiquni, juga harus diarahkan ke digital sehingga memiliki dua channel penjualan yakni offline dan online.

"Malioboro akan terus berkembang dengan banyak atraksi seni dan PKL pun demikian akan menjadi pedagang yang modern tidak umpel-umpelan, tapi transformatif," jelas Baiquni.

Keluhan PKL

Beberapa perwakilan PKL kepada wartawan pada Sabtu (13/7) malam itu menyampaikan keluhannya bahwa mereka memaksa kembali jualan di selasar Malioboro karena berjualan di Teras Malioboro 2, sepi pembeli.

Apalagi jika ada relokasi lagi ke gedung yang sekarang disiapkan pemerintah di Ketandan dan Beskalan, para pedagang khawatir dagangannya makin tak laku.

Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Muhammad Raka Ramadhan, mengatakan duduk masalah dari aksi malam itu adalah karena pedagang ingin ada komunikasi yang transparan mengenai rencana relokasi jilid kedua.

"Ini adalah bentuk ekspresi kekecewaan dari teman-teman pedagang memperjuangkan apa yang jadi nasibnya mereka," kata Raka.

Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (PKCB) Kota Yogyakarta, Ekwanto, yang menemui pedagang, mengatakan sejak 2022 silam, sesuai aturan, pedagang dilarang berjualan di selasar pedestrian yang tak lain adalah tempat pejalan kaki.

"Kami tutup pagar karena kami laksanakan tupoksi kami. Di sini tadi saya lihat teman-teman bawa dagangan mau jualan di trotoar," kata Ekwanto.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top