Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Temuan Ombudsman l 62 Sertifikat Hak Milik Pulau Pari Tidak Sah

Malaadministrasi di Pulau Pari

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Temuan Ombudsman mengungkap terjadi monopoli kepemilikan tanah dan peralihan fungsi di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

JAKARTA - Ombudsman menemukan malaadministrasu dalan Penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Bumi Pari Asri di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Ombudsman Jakarta menemukan maladministrasi penjualan lahan di Pulau Pari. Ada 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang tak sesuai administrasi.

"Ada 62 Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 14 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang tak sesuai administrasi. Penerbitan 62 SHM di Pulau Pari tak mengikuti prosedur di Pasal 18 ayat 1, 2, 3, dan 4 serta Pasal 26 ayat 1, 2, dan 3 di PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah," ujar Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta, Dominikus Dalu S, di kantor Ombudsman, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (9/4)

Dalu melaporkan temuan Ombudsman Jakarta menemukan maladministrasi penjualan lahan di Pulau Pari. Dominikus mengungkapkan para terlapor yakni Kepala Kantor Pertanahan DKI Jakarta tak menjalankan prosedur dengan baik. Proses pengukuran tanah tak diinformasikan dan tak diketahui oleh warga Pulau Pari. Padahal, mereka yang bersinggungan langsung dengan bidang-bidang tanah dengan SHM itu. "Hasil pengukuran peta bidang tanah juga tak diumumkan. Sehingga warga Pulau Pari tak punya kesempatan menyatakan keberatan," imbuh Dominikus.

Selain itu, ia menyebut ada penyalahgunaan wewenang akibat penerbitan SHM. Terjadi monopoli kepemilikan hak atas tanah dan peralihan fungsi lahan di sana. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 6, 7, dan 13 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentangistimewaPeraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Adapun terkait penerbitan SHGB, Dominikus menyatakan tindakan itu bertentangan dengan empat regulasi. Yakni UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Agraria, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Perda DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang wilayah 2030 dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Penerbitan SHGB di Pulau Pari mengabaikan fungsi sosial tanah, adanya monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang, melanggar RT/RW serta melanggar asas-asas pemerintahan yang baik," kata Dominikus.

Sengketa Pulau

Terkait hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga S Uno mengapresiasi langkah Ombudsman dalam menelusuri sengketa di Pulau Pari. "Hasil laporan yang tadi diserahkan kepada kami ini sejalan dengan apa yang sudah sedang dan akan dilakukan oleh Pemprov DKI berkaitan dengan pengembangan pariwisata berbasis ekowisata dan berbasis masyarakat," ujar Sandi.

Menurutnya, pengembangan pariwisata Kepulauan Seribu harus membuka peluang usaha dan menciptkakan lapangan kerja di Pulau Pari dan Kepulauan Seribu. Dia berharap, investor yang hendak mengembangkan usaha wisata tetap melibatkan masyarakat dalam satu ekosistem dunia usaha.

"Temuan hasil akhir pemeriksaan ini adalah tindakan korektif untuk Pemprov DKI yang sudah dan sedang dan akan kami lakukan adalah berkaitan dengan inventarisasi aset milik Pemprov DKI di Kepulauan Seribu. Memang kami sedang menata dalam kerangka road to wajar tanpa pengecualian(WTP)," katanya.

Sebagai pihak terkait dalam laporan Ombudsman ini, pihaknya akan mengkonsultasikan kembali temuan adanya maladministrasi dalam penerbitan sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan atas nama PT Bumi Pari Asri di Pulau Pari dengan pihak lainnya.

Dia berharap, temuan ombudsman ini tidak mengganggu iklim investasi dunia pariwisata di Kepulauan Seribu.

"Nah ini yang akan tindaklanjuti dengan beberapa koordinasi termasuk juga internal Pemprov dan dengan pihak Ombudsman Republik Indonesia. Intinya kita ingin apresiasi Ombudsman yang sangat punya perhatian khusus berkaitan dengan keluhan warga dan bagaimana membangun pariwisata di Kepulauan Seribu ke depan juga merangkul dunia usaha. Investornya ada kepastian hukum tapi juga melibatkan masyarakat," jelasnya.

pin/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top