![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Makin Langka, Kadal 'Naga Terbang' Ditemukan Hidup di Hutan Kalimantan
Draco cornutus biasa disebut cekibar atau naga terbang yang hidup di Taman Biodiversitas Hutan Hujan Tropis di Lembah Bukit Manjai, Mandiangin, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Foto: ANTARA/FirmanBANJARMASIN - Taman Biodiversitas Hutan Hujan Tropis di Lembah Bukit Manjai, Mandiangin, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan menjadi tempat hidup Draco cornutusbiasa disebut cekibar atau naga terbang, sejenis kadal kecil yang kini semakin sulit ditemukan.
"Sepanjang mengamati perilaku naga terbang bersama tim Forum Saintis Muda Biologi Indonesia, kami temukan lima ekor draco cornutus yang tersebar di kawasan hutan hujan tropis ini," kata Ferry F. Hoesain, pendiri Taman Biodiversitas Hutan Hujan Tropis di Lembah Bukit Manjai kepada Antara di Banjarmasin, Minggu (4/6).
Ferry menyebut terdapat sekitar 40 spesiesDraco cornutusdi dunia dan 21 jenis di antaranya sudah teridentifikasi di Indonesia termasuk yang ditemukan di Lembah Bukit Manjai.
Draco cornutus adalah reptil endemik Kalimantan, termasuk dalam keluarga kadal agamidae yang hidup di hutan tropis.
Tubuhnya berukuran 25 hingga 30 centimeter, mempunyai sepasang sayap di belakang kaki depannya berupa membran patagial.
Sayap ini sebenarnya tulang rusuk yang memanjang dan dilapisi kulit tipis yang membuatnya bisa terbang meluncur dari satu pohon ke pohon yang lain, seperti naga terbang yang ada dalam cerita mitologi kuno.
Ferry menjelaskan Draco cornutus adalah satwa arboreal karena lebih suka tinggal di kanopi pohon besar yang menyediakan banyak makanan, seperti serangga kecil.
Perilaku unik draco jantan selain bisa meluncur terbang, juga sering mengembangkan dewlap berwarna kuning cerah dan runcing untuk mempertahankan teritorialnya, sekaligus menarik perhatian sang betina.
Walaupun draco ini hidup di atas pohon, namun draco betina sesekali akan turun ke tanah untuk bertelur.
Draco betina menggali lubang kemudian meletakkan telurnya di dalam lubang dan menutupnya.
Sang betina akan menjaga sarangnya selama beberapa waktu untuk memastikan bahwa telurnya jauh dari gangguan predator dan setelah itu kembali naik ke atas pohon.
Diakui Ferry, keberadaan reptil unik ini di alam terancam akibat alih fungsi lahan, banyak pepohonan yang ditebang untuk dijadikan permukiman penduduk, perkebunan dan pertambangan hingga kebakaran hutan serta perburuan liar untuk dijadikan reptil peliharaan.
Sebagai upaya konservasi, pihaknya berupaya membebaskan lahan untuk dijadikan taman Biodiversitas sebagai kawasan perlindungan kekayaan hayati Indonesia.
"Saat ini kami memiliki dua taman Biodiversitas dan satu arboretum lahan basah," ujarnya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Leyton Orient Berharap Kejutkan City
- 2 PPATK Koordinasi ke Aparat Penegak Hukum terkait Perputaran Uang Judi Online Rp28,48 Triliun Jadi Aset Kripto
- 3 Diduga Terlibat Pemerasan, AKBP Bintoro Dipecat dari Polri
- 4 Ini Lima Kunci Sukses Iklan Video di YouTube
- 5 Rencana Perpusnas Mengurangi Jam Operasional Batal
Berita Terkini
-
Pertamina Bawa UMKM Tempe Asal Sukabumi Mendunia
-
Ketua Dewan Pembina SOKSI, Bamsoet: Rapat Pleno Diperluas SOKSI Tetapkan Munas XII SOKSI Digelar 20 Mei 2025
-
Rayakan Perbedaan dan Keberagaman, Bintang Hadirkan Instalasi Imersif ‘Bintang Dunia Tanpa Syarat’
-
Patrick Kluivert Kasih Masukan untuk Jersey Terbaru Timnas Indonesia
-
110 Ribu Akun Berpartisipasi Pilih Desain Jersey Timnas