Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Legislasi

Mahfud MD: Hukum Kolonial Harus Diubah

Foto : Antaranews

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD

A   A   A   Pengaturan Font

BANDUNG - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan Undang-Undang Hukum Pidana era kolonial harus diubah karena merupakan perintah konstitusi dan masyarakat Indonesia kini sudah menjadi masyarakat nasional.

"Hukum kolonial harus diubah karena masyarakat kolonial sudah menjadi masyarakat nasional. Itu saja sederhana," ujar Mahfud MD dalam Dialog Publik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/9).

Mahfud menyampaikan pembuatan hukum pidana yang baru merupakan perintah konstitusi karena satu hari setelah Indonesia merdeka terbit perintah dimuat dalam Pasal 2 UUD 1945 yang menyatakan semua lembaga dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum ada aturan baru.

Dia menyampaikan Kemerdekaan RI Tahun 1945 menghendaki hukum baru karena dalil dalam hukum menyatakan bahwa hukum berubah jika masyarakat juga berubah.

Menurutnya, saat Indonesia Merdeka dan bukan lagi negara jajahan, maka hukum yang ada di Indonesia harus merupakan hukum yang dibuat oleh negara merdeka. Sementara UU Hukum Pidana era kolonial yang berlaku mulai tahun 1918, sejak tahun 1945 akan diganti, namun selama 77 tahun belum terjadi.

"Ide pertama mengganti itu muncul tahun 1963 dan itu terus didiskusikan sampai sekarang, kita berdiskusi untuk membuat hukum pidana agar menyesuaikan dengan masyarakat. Jadi KUHP itu dalam rangka menyesuaikan kebutuhan masyarakat Indonesia dengan hukum pidana modern. Masyarakat sudah merdeka, bersatu, berdaulat, dan sekarang menuju keadilan dan kemakmuran, hukum pidananya seperti apa," kata Mahfud.

Dia mengulas sejatinya pada tahun 2017 RUU KUHP sudah selesai dan hampir diundangkan, namun saat itu terdapat perbedaan pendapat soal masalah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) sehingga mengalami penundaan.

Penundaan juga terjadi pada tahun 2019. Lalu, kata Mahfud, tahun 2022 ketika RUU KUHP akan diundangkan untuk menjadi hadiah HUT RI Ke-77, Presiden Joko Widodo meminta agar RUU KUHP disosialisasikan lagi ke seluruh elemen masyarakat

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menerapkan paradigma hukum pidana yang baru, yaitu keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

"Soal modernisasi. Di sini kita mengacu kepada paradigma hukum pidana yang baru, yang berlaku secara universal," kata Edward ketika menyampaikan paparan dalam Dialog Publik RUU KUHP, seperti dipantau dari kanal YouTube Kemkominfo TV di Jakarta, Rabu.

Paradigma hukum pidana baru tidak lagi menggunakan hukum pidana sebagai sarana hukum balas dendam. Dia menyebutkan tiga jenis keadilan yang ditegakkan dalam paradigma hukum pidana baru, yakni keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif. "Berbicara mengenai keadilan korektif, pelaku kejahatan tetap dikoreksi. Pelaku kejahatan tetap dikenakan sanksi, tetapi dia tidak hanya dikenakan sanksi. Dia juga diperbaiki," jelasnya.

Perbaikan yang diterapkan kepada pelaku adalah penerapan keadilan rehabilitatif. Pelaku akan menerima rehabilitasi guna mengoreksi tindakannya agar tidak terulang lagi. Selanjutnya adalah penegakan keadilan restoratif.

Edward menjelaskan keadilan restoratif bertujuan untuk pemulihan korban dari tindak kejahatan. RKUHP tidak hanya berfokus pada mengoreksi tindakan pelaku kejahatan, tetapi juga memberikan fokus pada pemenuhan hak-hak korban, katanya. Selain itu, korban tindak kejahatan juga memperoleh rehabilitasi untuk mendukung proses pemulihannya.

"Oleh karena itu, keadilan korektif itu miliknya pelaku, keadilan restoratif adalah miliknya korban, dan keadilan rehabilitatif adalah milik pelaku maupun korban," tuturnya.

Selain penerapan paradigma hukum pidana baru, dia menambahkan terdapat nuansa dekolonisasi dalam RKUHP. Di dalam KUHP yang berlaku saat ini, pidana penjara merupakan hukuman yang paling utama atau primary; sedangkan di RKUHP, pidana penjara tetap merupakan pidana pokok tapi bukan hukuman paling utama.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top