Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

LKDI: Instagram dan Facebook Harus Hentikan Iklan Judi Online

Foto : Istimewa

Ilustrasi iklan judi online di platform media sosial.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Judi online (judol) makin marak di Indonesia. Fakta ini tak lepas dari kian gencarnya iklan produk perjudian daring di media sosial yang berhasil mempengaruhi masyarakat. Lembaga Konsumen Digital Indonesia (LKDI) mendesak agar platform medsos menghentikan penetrasi tersebut.

Menurut catatan LKDI, tayangan iklan judol di medsos, seperti Instagram, Facebook, YouTube, TikTok, dan X (sebelumnya Twitter), makin agresif. Akibatnya, 6 dari 10 pengguna internet melihat iklan judol setiap mengakses internet - terutama medsos.

Berdasarkan survei terbaru Populix bertajuk "Understanding the Impact of Online Gambling Ads Exposure", terdapat 82% responden pengguna internet Indonesia yang terpapar iklan judol.

Survei melibatkan 1.058 responden dan digelar pada 21-28 November 2023, dengan sebaran 80% populasi di Jawa; 11% di Sumatera; dan 9% di pulau lainnya. Dari sisi usia, responden didominasi kelompok umur 17-25 tahun (45%) dan usia 26-35 tahun (21%).

Hasilnya, menurut pengakuan responden, jenis iklan yang paling banyak dilihat adalah slot 80%, domino 59%; poker 48%; kasino 47%; judi bola 44%; e-games 15%; permainan kartu 15%; olahraga virtual 8%; dan permainan angka atau toto gelap (togel) 7%.

Menurut hasil survei yang dirilis pada pertengahan Februari 2024 tersebut, mayoritas-atau 46% responden-mengaku paling sering menjumpai iklan judi online di Instagram. Berikutnya disusul Facebook dan Youtube, masing-masing 45%, lalu TikTok 27%, dan X (Twitter) 16%.

Akibatnya, selama tahun 2023 lalu ada 3,29 juta masyarakat yang terbujuk iklan dan terlibat judol. Nilai transaksinya luar biasa, mencapai Rp327 triliun! Angka tersebut meningkat 100% lebih dibanding tahun sebelumnya, 2022, yang 'hanya' Rp155,4 Triliun.

"Oleh sebab itu, tayangan iklan judi online di media sosial, khususnya platform Instagram dan Facebook harus segera dihentikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, karena makin membahayakan masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang," ujar Direktur Eksekutif LKDI Kholiq Basmallah, dalam keterangan tertulis, Jumat, (5/4).

Kholiq menambahkan, iklan medsos merupakan kanal utama para marketer judol untuk menjaring para calon konsumennya. Kondisi ini, menurut Kholiq, sangat mengkhawatirkan, mengingat pengguna ruang medsos didominasi oleh anak muda - baik Gen Y maupun Gen Z.

"Apa pun nama dan bentuknya, judi online adalah penyakit sosial yang sangat kronis, berbahaya, dan belum ada penyelesaiannya. Terlebih sejak internet membumi di seluruh pelosok Indonesia," imbuh Kholiq.

Menurut catatan LKDI, setiap hari muncul ratusan hingga ribuan situs atau website judi online. Sementara itu, di saat yang bersamaan dengan kemunculan-kemunculan tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) juga melakukan penyisiran dan pemblokiran terhadap situs-situs perjudian.

Seolah terjadi perang yang tak kunjung usai antara marketing judol dengan aparatur negara. Setiap Kemenkominfo memblokir beberapa situs, muncul situs-situs baru lainnya.

"Itu fakta, ya. Pemblokiran website ternyata tidak menyelesaikan masalah. Karenanya, LKDI meminta agar pemerintah menggunakan wewenangnya untuk melarang penayangan iklan judi online di media sosial, khususnya Instagram dan Facebook," tegas Kholiq.

Sebagai bentuk perhatian nyata terhadap masalah ini, Kholiq menambahkan, LKDI bakal meminta pihak Meta Indonesia agar menghentikan penayangan iklan judi yang sangat agresif tersebut.

Desakan perlu dilayangkan karena dua alasan. Pertama, karena iklan judol menjadi pintu masuk menjamurnya judi online. Dan kedua, karena pengguna platform medsos di bawah Meta sangat besar. Saat ini, tercatat ada 125 juta pengguna Facebook dan hampir 100 juta pengguna Instagram di Indonesia-di mana jumlah tersebut merupakan target kuantitatif iklan judi yang fantastis.

"Itulah sebabnya, fokus perhatian kami awali kepada Meta Indonesia, perusahaan yang menaungi FB dan IG, platform yang diikuti paling banyak di Indonesia," kata Kholiq.

Masyarakat Miskin Makin Melarat

LKDI merasa wajib mengambil langkah strategis untuk melawan penetrasi iklan judi online karena korban judol di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas bawah, terus bertambah.

Sebagai informasi, sebagaimana data yang dihimpun LKDI, Kebanyakan korban judol justru bukan dari kalangan menengah ke atas, alih-alih orang orang kaya, tetapi justru dari kelas menengah ke bawah-baik itu rentan miskin, miskin, bahkan miskin ektrem.

Masyarakat menengah ke bawah yang terjebak pusaran judi online terus mengeluarkan uang untuk judi, namun tak pernah merasakah perputaran uang yang masuk kembali ke pada mereka. Uang mereka disedot oleh bandar judi dunia maya yang berada di luar negeri.

Para pejudi online bisa dipastikan kalah karena, sebagaimana temuan LKDI, sistem algoritma judi online sudah diatur sedemikian rupa untuk memenangkan bandar. Semua uang yang masuk untuk judi sudah pasti masuk ke bandar.

Maka dari itu, menurut hemat LKDI, Untuk menghentikan aliran dana dari orang miskin ke para bandar judi yang kaya raya, caranya bukan dengan menerapkan pajak judol-sebagaimana wacana yang beberapa waktu lalu sempat dikembangkan Menkominfo-tetapi harus dengan tegas menghentikan praktik judi online itu sendiri.

"Menerapkan pajak itu sama saja dengan melegalkan perjudian itu sendiri. Ini tidak boleh terjadi," tegas Direktur Eksekutif LKDI Kholiq Basmallah.

Menghentikan judi online pun, menurut Kholiq, jangan hanya dengan memblokir situs-situs judi-cara yang terbukti tidak efektif itu. Tetapi, kata dia, harus dengan terobosan baru, yaitu menghentikan dan melarang penanyangan iklan judol di semua media.

"Dulu, ketika kita terpapar iklan, transaksinya harus pergi ke toko terdekat. Sekarang, di era digital ini, kalau kita tertarik pada iklan, kita bisa langsung transaksi saat itu juga, dengan sekali klik, langsung transaksi. Ini lebih membahayakan. Harus segera ditangani," tegas Kholik.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top