Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Literasi dan Sikap Kritis Dibutuhkan Anak Muda di Era Teknologi

Foto : istimewa

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo dalam Seminar Nasional bertema "Orang Muda Menghidupi Pancasila Menuju Indonesia Emas" di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/11).

A   A   A   Pengaturan Font

SEMARANG - Anak muda sekarang hidup di dunia teknologi yang instan dan cepat. Kekuatan visualnya kuat. Ingin cepat tapi tidak matang. Maka itu, mereka membutuhkan pelajaran berpikir kritis dan literasi.

Hal itu diungkapkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo dalam Seminar Nasional bertema "Orang Muda Menghidupi Pancasila Menuju Indonesia Emas" yang digelar Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik Santo Fransiskus Asisi Semarang di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/11).

Benny hadir sebagai narasumber seminar selain Wakil Uskup Semarang, FX Sugiyono. Acara ini dihadiri sekitar 400 peserta dari seluruh Indonesia, baik secara luring ataupun daring.

Dalam seminar tersebut, Benny mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi generasi muda saat ini. Merujuk pada hasil survei Setara Institute, ia mengatakan, sekitar 75 persen anak muda setingkat SMA menyatakan ideologi Pancasila bukan sesuatu yang final.

"Kenapa ini bisa terjadi? Memori anak muda kita terhadap Pancasila hilang, dan ini yang paling besar: hilangnya keteladanan, role model, bagi anak muda, akan seseorang yang Pancasilais," ujarnya.

Rohaniwan Katolik ini menyatakan, tidak adanya role model berdampak besar kepada anak-anak muda. Yang dipertontonkan adalah pelanggaran hukum dan norma etika. Seperti yang terjadi baru-baru ini: MK dan keputusan MKMK.

"Ini persoalan aplikasi nilai-nilai Pancasila. Pancasila belum menjadi pandangan hidup. Praktek KKN, kekerasan, hukum tebang pilih. Akibatnya, anak-anak cuek terhadap Pancasila, karena tidak ada role model yang aktual dan masih berkarya sekarang di Indonesia. Ini harus menjadi perhatian serius semua unsur bangsa," serunya.

Bicara Pancasila, kata Benny, adalah bicara bagaimana nilai dalam ketuhanan. Artinya, orang yang memiliki nilai ketuhanan, bisa mengaplikasikan kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, musyawarah mufakat, dan keadilan sosial. "Aplikasi ini jauh, karena orang-orang sekarang haus kekuasaan dan kekuatan," katanya.

Pakar komunikasi politik ini juga menggambarkan bagaimana anak-anak muda hidup di era teknologi ini. Mereka hidup di dunia teknologi, instan, dan cepat. Kekuatan visualnya kuat, tetapi gampang bisanan. Ingin cepat tapi tidak matang.

Maka, kata dia, anak-anak membutuhkan pelajaran berpikir kritis dan literasi. Dengan begitu, anak muda tidak mudah dimanipulasi teknologi, jiwa merdekanya tidak terenggut. Teknologi harus menjadi sarana mempersatukan, bukan memecah belah.

"Praktiknya sekarang, teknologi membuat peminggiran dan manipulasi terhadap kemanusiaan yang adil dan beradab. Hati-hati terhadap manipulasi. Oleh karena itu, berpikirlah kritis dan tambah ilmu literasi," katanya.

"Instan ini berbahaya, dan ini membahayakan ideologi. Ideologi juga harus menjadi ideologi bekerja. Anak-anak muda jangan terjerat dengan 'populerisme' dan menghalalkan segala cara. Melukai diri sendiri, merendahkan martabatnya sendiri, hanya agar dapat banyak followers. Inilah dibutuhkan kekritisan anak muda," lanjutnya.

Benny mengajak anak-anak muda untuk memerangi konten yang merusak.

"Teman-teman muda harus punya literasi kebangsaan, jadilah kritis. Buat gagasan yang bernilai Pancasila. Jangan hanya ikut arus dan tidak memakai kemampuan berpikir kritisnya. Jangan sampai kita hidup instan terus, tetapi harus cerdas, dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur."

Sementara itu, FX Sugiyono dalam paparannya menunjukkan bahwa anak-anak muda memiliki kecenderungan untuk tidak peduli dan cuek terhadap literasi dan pembicaraan pembangunan serta perkembangan dan nilai-nilai sosial bangsa.

"Lebih suka berbicara internal gereja. Padahal harus ada rasa yang tumbuh untuk peduli kepada dunia dan keadaan sosial Indonesia. Keadaan Indonesia, apapun itu, akan berdampak untuk semua orang, termasuk anak-anak muda Katolik ini."

Ia menyatakan, terdapat 11 persen anak muda Katolik yang menyatakan Pancasila bisa diganti sebagai ideologi.

Politik, menurutnya, adalah berpikiran untuk kebaikan bersama, dan semua orang adalah pemain dan tergantung kepada situasi politiknya.

"Menyambut Tahun Emas ini tergantung pada politik. Kalau kita sendiri tidak peduli pada politik dan tidak berpikir kritis, apa yang akan mempengaruhi tahun emas tersebut, yaitu politik, maka menjadi tidak ada apa-apa. Tidak akan ada perubahan. Ini yang harus dibangkitkan," katanya.

"Pancasila harus diwujudkan untuk menuju Indonesia Tahun Emas. Maka, aktiflah berpartisipasi dalam politik, jangan diabaikan. Berpikir kritis, karena apapun yang terjadi di politik, akan berdampak terhadap hidup kita semua," terangnya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top