Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Lendir pada Ikan Bisa Menjadi Obat Antibiotik Baru

Foto : COASTWATCH.COM

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Saat ini kami sedang mengeksplorasi taksonomi bakteri tersebut-maksudnya, bagaimana mereka terhubung satu sama lain dan bagaimana sebaiknya kita mengklasifikasikan mereka pohon kehidupan? Spesies apa mereka? Peneliti S1 Molly Austin dan mahasiswa pascasarjana kimia Paige Mandelare mampu mengisolasi 47 jenis bakteri yang berbeda dari lendir ikan ini. Kami membiakkannya, mengekstraksi bahan kimia yang mereka hasilkan, dan kemudian mengujinya untuk melihat apakah mereka menghambat persebaran penyakit pada manusia.

Menariknya, kami menemukan bahwa beberapa ekstrak bakteri memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, dengan 15 ekstrak menunjukkan dapat secara kuat menghambat dari Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin (MRSA). MRSA adalah patogen yang kebal terhadap obat dan bertanggung jawab atas banyak infeksi yang sulit diobati pada manusia.

Kami melakukan pengujian dan analisis tambahan pada salah satu ekstrak yang paling kuat, dan menemukan bahwa mikroba menghasilkan banyak analog dari senyawa aromatik tertentu yang disebut phenazine yang memiliki unsur antibiotik. Termotivasi oleh temuan ini, kami menguji apakah senyawa dalam ekstrak ini juga dapat mempengaruhi sel kanker. Kami menemukan bahwa bakteri Pseudomonas yang berasal dari ikan surfperch warna merah muda, juga menghasilkan zat yang menghambat pertumbuhan sel-sel kanker pada usus manusia.

Penelitian ini masih berlangsung, di laboratorium saya dan laboratorium lain. Banyak faktor mempengaruhi keefektifan senyawa aktif ini sebagai obat. Namun, hasil ini menunjukkan bahwa mikroba yang terkait dengan ikan menghasilkan beragam bahan kimia yang kompleks dan merupakan sumber yang sangat baik untuk penemuan obat baru.The Conversation

Sandra Loesgen, Assistant Professor of Chemistry, Oregon State University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top