Lebih Baik Ciptakan Pertumbuhan Berkualitas ketimbang Kejar Target Tinggi
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 persen pada 2029 bukan hal yang mustahil, karena secara historis Indonesia pernah mencatatkan pertumbuhan itu di masa lampau. Indonesia pernah mencapai rata-rata pertumbuhan 7,3 persen pada periode 1986-1997, bahkan 8,2 persen pada 1995.
Untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi diperlukan sumber-sumber pertumbuhan baru dan adaptasi teknologi serta inovasi sehingga bisa mewujudkan pendapatan yang lebih tinggi. Menanggapi target yang terbilang populis itu, pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan selain mengejar pertumbuhan yang tinggi, pemerintah juga perlu memikirkan pertumbuhan yang berkualitas, yang didahului dengan meletakkan fondasi sosial yang memadai.
Salah satu fondasi yang dapat menimbulkan efek pemerataan ekonomi adalah pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pemberdayaan masyarakat miskin yang jumlahnya cukup besar di perdesaan. "Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah yang lebih merata, jumlah pengangguran tercatat lebih sedikit daripada pekerja, dan berkurangnya masyarakat dalam garis kemiskinan," kata Dian. Masalah pengangguran, jelas Dian, merupakan sebuah persoalan strategis yang bermuara pada banyak hal.
Sebab itu, harus diciptakan banyak lapangan pekerjaan untuk mengatasi kemiskinan yang disebabkan oleh pengangguran. Langkah itu bisa dimulai dengan memanfaatkan potensi asli di desa seperti pertanian. Selain itu, fundamental ekonomi dari sisi fiskal, moneter, dan sektor riil harus dibenahi. Dan agar pertumbuhan bisa meroket, investasi harus didorong dengan pertumbuhan sampai 10 persen per tahun dengan menciptakan iklim yang ramah investasi," ujarnya.
Butuh "Extra Effort"
Dihubungi dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan pertumbuhan ekonomi 8 persen memang bukan mustahil, tetapi untuk bisa jumping dari 5 persen ke 8 persen membutuh extra effort.
Bahkan, dulu Indonesia mencapai growth 7 persen dengan kabinet hanya dengan menteri tanpa ada wakil menteri (wamen). "Hal yang harus dilakukan ialah manajemen utang yang baik. Belanja untuk hal yang produktif sehingga bisa generate income untuk bayar utang dan memperkuat fundamental ekonomi. Karena devisa meningkat melalui ekspor dan pariwisata dan pengiriman tenaga kerja white collar keluar negeri," tegas Esther.
Pengiriman pekerja white collar ini penting karena sejauh ini pengiriman pekerja migran merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah minyak dan gas bumi (migas) mencapai 227 triliun rupiah pada 2023 atau meningkat drastis dari 2022 yang hanya 135,9 triliun rupiah. "Untuk itu harus melakukan investasi ke arah peningkatan kualitas sumber daya manusia, teknologi, dan pemumpukan modal," papar Esther.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Tiongkok Temukan Padi Abadi, Tanam Sekali Panen 8 Kali
- 2 Cegah Jatuh Korban, Jalur Evakuasi Segera Disiapkan untuk Warga Sekitar Gunung Dempo
- 3 Ratusan Pemantau Pemilu Asing Tertarik Lihat Langsung Persaingan Luluk-Khofifah-Risma
- 4 Dharma-Kun Berjanji Akan Bebaskan Pajak untuk Pengemudi Taksi dan Ojek Online
- 5 Kasad Hadiri Penutupan Lomba Tembak AARM Ke-32 di Filipina
Berita Terkini
- Melalui Dana Kemanusiaan, Gamelan Daliyo Legiyono Kebanjiran Pesanan
- Pekerja Sektor Informal dan Pertanian Masih Bergelut dengan Upah Rendah
- Tindak Tegas, KPK Segel Ruang Kerja Gubernur dan Sekda Bengkulu
- Inggris dan NATO Harus Unggul dalam Perlombaan Senjata AI
- Akhirnya Dua Pemain Muda Bali United Terpilih Jalani TC Piala AFF 2024