Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Lebih Arif Memahami "Kristenisasi"

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Teologi Kontekstual

Penulis : Dr Adrianus Sunarko, OFM

Penerbit : Obor

Cetakan : Juni 2017

Tebal : 445 halaman

ISBN : 978-979- 565-759-0

Kejadian clash antara umat beragama kembali terjadi pada tanggal 18 Januari 2018 di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Hari itu pemuda masjid dan ormas Islam, di antaranya Front Jihad Islam dan Forum Umat Islam, menolak baksos yang digelar Gereja Katolik Santo Paulus dengan alasan baksos tersebut merupakan kristenisasi. Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr Ignatius Suharyo, menolak tuduhan tersebut. Menurutnya, kristenisasi itu masa lalu, sudah usang. Sebab itu, perlu kearifan memahami ajaran Katolik.

Buku ini menjelaskan teologi Kristen senantiasa mengalami penafsiran progresif sebagai respons perubahan zaman. Ini termasuk tentang misioner yang orang anggap kristenisasi, gerakan yang dengan segala upaya dan cara membuat orang memeluk agama Kristen. Paradigma ini jelas negatif.

Sejak deklarasi Vatikan II, konsep "kristenisasi" berubah signifikan dilatari promulgasi Paus Paulus VI, tanggal 7 Desember 1965, tentang kebebasan beragama. Kebebasan agama menjadi kesepakatan Kesatuan Umat Kristiani dan Komisi Teologi karena memandang kesadaran banyak orang tentang martabat pribadi manusia (hlm 361).

Promulgasi (pengumuman) kebebasan beragama ini didasarkan pada tesis akal budi dan terang Wahyu. Secara akal budi, manusia memiliki tuntutan moral untuk senantiasa mencari kebenaran, bersamaan adanya kebebasan. Sebab tanpa kebebasan, kebenaran tidak akan pernah diraih. Agama yang dipeluk dengan paksaan, tidak berakar. Ia hanya superfisial dan tidak menyelamatkan bersangkutan.

Secara Wahyu, Yesus sudah mendeklarasikan diri sebagai pengayom, pemberi kasih sayang, serta bertindak sebagai pewarta firman Allah. Kalau kemudian ada yang membangkang dan menentang, Dia tidak pernah memaksa. Sebab Dia bukan penguasa politis yang dengan kekuatannya berhasrat memaksa orang lain mengikuti kehendak-Nya. Bahkan atas nama cinta dan kasih, Yesus mengorbankan diri. Prisip Yesus jelas, dalam mengenalkan kebenaran dengan membiarkan gandum dan ilalang tumbuh berdampingan hingga akhir zaman.

Dari dua tesis ini, aspek misioner mengalami reorientasi. Umat Kristiani tetap berhak bersaksi atas kebenaran di depan umum, berdialog, atau berdiskusi. Selebihnya, membiarkan orang untuk berpikir dan menentukan sendiri. Umat Kristiani juga, atas nama kemanusiaan, berhak menyelenggarakan pertemuan, mendirikan institusi pendidikan, penyaluran bantuan sosial atau semacamnya atas nama kasih sayang sesama manusia (hlm 375).

Catatan penting buku adalah menghindari segala aktivitas yang mengarah pada dorongan atau rayuan agar orang tertarik memeluk agama Kristen, terutama yang dilakukan terhadap orang miskin dan tidak berpendidikan. Artinya, serupa dengan agama-agama lain, orang Kristen berhak memberi pelayanan terbaik kepada sesama manusia dan mengajak berdialog. Siapa tahu pencarian kebenaran yang mereka jalani selama ini menemukan titik terangnya di dalam kebenaran Kristiani.

Kebebasan beragama didasarkan pada kaidah tanggung jawab sosial dan pribadi. Ini tidak hanya benar secara personal. Namun juga, mesti dipertimbangkan kesejahteraan dan rasa damai banyak orang. Kaidah ini, dalam aspek misioner sekarang, menempatkan orang lain tidak sebagai target, namun mitra. Tidak lagi fokus pada berapa orang yang telah berhasil direkrut menjadi Kristen, melainkan lebih pada sejauh mana masyarakat bisa lebih sejahtera dengan kehadiran umat kristiani baik mereka menjadi umat Kristen atau tidak (hlm 364).

Buku ini juga menyinggung peran penting pemerintah sebagai pemegang kuasa agar tidak diskriminatif. Dalam catatan sejarah, agama minoritas seringkali disubordinasikan demi mendulang kuasa penganut agama mayoritas. Buku ini penting dibaca agar bisa memahami aktivitas sosial umat Kristiani secara proporsional.

Diresensi Misnawi, Dosen STAIN Pamekasan

Komentar

Komentar
()

Top