Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Politik Prancis

Le Pen Desak Macron Gelar Referendum

Foto : AFP/Bertrand GUAY

Marine Le Pen

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen, pada Minggu (8/9) mendesak Presiden Emmanuel Macron untuk mengadakan referendum mengenai isu-isu utama seperti imigrasi, dan menyarankan bahwa memberikan Prancis suara langsung dapat membantu memecahkan kebuntuan politik.

Seruan Le Pen itu diutarakan setelah pekan lalu Presiden Macron menunjuk Michel Barnier, mantan menteri luar negeri berusia 73 tahun yang berhaluan kanan-tengah, sebagai perdana menteri, demi mengakhiri kebuntuan setelah pemilu dadakan pada Juni-Juli lalu mengakibatkan jumlah parlemen yang tidak berimbang.

Namun para analis mengatakan negara itu akan mengalami periode ketidakstabilan dengan cengkeraman Barnier pada kekuasaan dianggap rapuh dan bergantung pada dukungan dari partai Le Pen yang skeptis terhadap kebijakan luar negeri dan antiimigrasi yaitu National Rally (RN), yang merupakan partai terbesar di majelis nasional yang baru.

Koalisi sayap kiri, yang muncul sebagai blok politik terbesar Prancis setelah pemilu, meskipun kurang dari mayoritas keseluruhan, juga menambah tekanan pada Barnier.

Pada Sabtu (7/9) lalu, lebih dari 100.000 demonstran sayap kiri berunjuk rasa di seluruh Prancis untuk memprotes penunjukan barnier dan mengecam aksi "perebutan kekuasaan" oleh Macron.

Oleh karena itu, Le Pen, yang memimpin anggota parlemen RN di parlemen, mengatakan partainya tidak akan menjadi bagian dari kabinet yang baru.

Sebelumnya pada Minggu (8/9), Le Pen mendesak Macron untuk mengadakan referendum mengenai isu-isu utama seperti imigrasi, perawatan kesehatan, dan keamanan untuk memberikan rakyat hak suara langsung.

"RN akan mendukung tanpa syarat setiap pendekatan yang bertujuan memberi rakyat kekuasaan untuk memutuskan secara langsung," kata Le Pen saat berbicara di Kota Henin-Beaumont yang merupakan basis tradisional kelompok sayap kanan. "Emmanuel Macron sendiri yang ada di tengah kekacauan yang diciptakannya, memiliki kekuasaan untuk menjaga demokrasi kita tetap hidup," imbuh dia.

Untuk mencegah RN memiliki mayoritas absolut dan membentuk pemerintahan, sekitar 200 kandidat mengundurkan diri menjelang putaran akhir pemilihan legislatif cepat pada Juli lalu, yang memicu kemarahan kelompok sayap kanan.

Le Pen juga mengindikasikan dia akan terus memperhatikan setiap manuver Barnier. "Jika, dalam beberapa pekan mendatang warga Prancis sekali lagi dilupakan atau diperlakukan dengan buruk, kami tidak akan ragu untuk mengecam pemerintah," tegas dia.

Pemilihan Legislatif

Saat berbicara kepada wartawan, Le Pen, 56 tahun, juga mengatakan dia memperkirakan Prancis akan menyelenggarakan pemilihan legislatif baru dalam waktu satu tahun.

"Ini bagus karena saya pikir Prancis membutuhkan mayoritas yang jelas," ucap dia.

Koalisi sayap kiri juga berjanji akan menggulingkan Barnier dengan mosi tidak percaya.

Aliansi tersebut menginginkan Lucie Castets, seorang ekonom berusia 37 tahun, untuk menjadi perdana menteri, tetapi Macron menepis gagasan tersebut dengan alasan bahwa dia tidak akan bertahan dalam mosi tidak percaya di parlemen yang mayoritas anggotanya tidak memiliki suara.

Menurut jajak pendapat yang dirilis pada Minggu, warga Prancis sebagian besar puas dengan pengangkatan Barnier sebagai perdana menteri, tetapi yakin dia tidak akan bertahan lama di jabatan barunya.AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top