Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Latihan Militer Berikan Sinyal Ketertarikan Russia di Asia Tenggara

Foto : AFP/Koarmada I

Upacara inspeksi di kapal perusak Russia Laksamana Panteleyev di perairan Belawan selama latihan yang melibatkan Angkatan Laut Indonesia, Angkatan Laut Russia dan angkatan laut negara-negara Asean di perairan lepas Sumatra Utara pada Rabu (1/12).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kapal perang dari Angkatan Laut Russia dan negara-negara anggota Asean terlibat dalam latihan gabungan yang digelar untuk pertama kalinya. Para pakar berpendapat bahwa hal ini memberikan sinyal bahwa Moskwa berniat untuk lebih terlibat di kawasan Asia Tenggara, namun tidak menunjukkan akan ada perubahan strategi geopolitik yang signifikan.

Latihan bersama yang disebut ARNEX-21 ini dibuka pada Rabu (1/12) di perairan lepas pantai Sumatra Utara dan akan berlangsung selama tiga hari dengan angkatan laut dari tujuh negara Asean termasuk Myanmar.

Juru Bicara Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut, Laksamana Pertama Julius Widjodjono, mengatakan dalam pernyataannya bahwa latihan ARNEX ini bertemakan Aksi Bersama Menjamin Keselamatan Kegiatan Ekonomi Maritim dan Navigasi Sipil.

"Latihan bersama ARNEX 2021 bertujuan untuk menjaga hubungan persahabatan antara Indonesia, negara-negara ASEAN dan Russia serta meningkatkan profesionalisme prajurit angkatan laut negara-negara peserta," kata Julius dalam pernyataannya, seraya menambahkan bahwa latihan tersebut difokuskan pada kerja sama keamanan maritim, kerjasama taktis antara elemen kapal permukaan dan pesawat.

Russia mengerahkan RFS Admiral Panteleyev, salah satu kapal perusak kelas Udaloy yang ditugaskan ke Armada Pasifik Russia dan sebuah helikopter Ka-27 untuk ambil bagian dalam latihan tersebut. Keduanya memiliki kemampuan anti-kapal selam.

"Dengan mengadakan latihan angkatan laut pertamanya dengan Asean, Russia menunjukkan bahwa mereka memiliki kekuatan dalam peta geopolitik di Asia Tenggara," ujar Artyom Lukin, seorang profesor ilmu politik dari Universitas Federal Timur Jauh Russia di Vladivostok, kota yang menjadi lokasi markas Armada Pasifik.

"Karena itu, latihannya lebih bersifat simbolis, dengan Russia hanya mengirim satu kapal perang untuk berpartisipasi. Kemampuan proyeksi kekuatan Russia di Asia Tenggara agak terbatas dan tidak dapat dibandingkan dengan Tiongkok, AS atau bahkan Jepang," kata Lukin kepada Radio Free Asia (RFA).

Meningkatkan Penjualan Senjata

"Latihan militer adalah tanda persahabatan bagi negara-negara dan cara untuk mengembangkan serta meningkatkan interoperabilitas, tetapi saya tidak memandangnya sebagai cara untuk menunjukan perubahan geostrategis yang besar," kata Olga Oliker, direktur program untuk Eropa dan Asia Tengah di International Crisis Group.

"Hal itu memang mencerminkan minat dan keterlibatan Russia di kawasan Asia Tenggara, tetapi itu bukan hal yang sama sekali baru: Russia telah menekankan arah kebijakan luar negerinya ke Asia selama beberapa waktu dan sudah membangun hubungan dengan sejumlah negara Asia Tenggara," tambah dia.

Asean dan Russia memperingati 30 tahun hubungan mereka tahun ini dan pada KTT Russia-Asean yang diadakan akhir Oktober lalu, Presiden Russia Vladimir Putin mengatakan bahwa memperkuat hubungan dengan Asean dan negara-negara anggotanya selalu dan tetap menjadi salah satu prioritas kebijakan luar negeri Russia.

Namun, beberapa pengamat mencatat bahwa Putin selalu mengulang pernyataan yang sama hampir setiap tahun dan belum ada tindaklanjutnya dengan proyek kerjasama yang substansial.

"Hubungan ini (antara Russia dan negara-negara Asean) cenderung dibayangi oleh hubungan antara Russia dan Tiongkok," kata Oliker dari Crisis Group, "tetapi jika dilihat, ada sedikit kegiatan yang baik yang telah dilakukan, termasuk penjualan senjata yang cukup besar," imbuh dia.

Russia adalah pemasok senjata terbesar di Asia Tenggara. Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, Russia menjual peralatan pertahanan senilai 10,7 miliar dollar AS, termasuk ke Vietnam dan Malaysia antara 2000 dan 2019.

Amerika Serikat, yang merupakan pemasok terbesar kedua di kawasan itu, menjual 7,9 miliar dollar AS, sepertiga lebih sedikit, sementara Tiongkok menjual 2,6 miliar dollar AS pada periode yang sama.

Russia telah menjual tank, kapal perang, kapal selam, jet tempur dan senjata lainnya di Asia Tenggara. Setahun yang lalu, terungkap bahwa perusahaan patungan Indo-Russia berencana untuk mengekspor rudal jelajah supersonik BrahMos ke Filipina dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya.

Andrew Korybko, seorang analis politik Amerika yang berbasis di Moskwa, mengatakan bahwa latihan bersama angkatan laut Russia-Asean, serta latihan lainnya dengan mitra bilateral di Asia Tenggara, harus dilihat sebagai contoh diplomasi militer Russia yang menggunakan sarana militer untuk mencapai tujuan politik, ekonomi, dan strategis.

"Dalam konteks ini, Russia berharap bahwa latihan bersamanya dapat menjadi sarana untuk mempromosikan peralatan angkatan laut dan militer lainnya, yang diharapkan bisa diekspor lebih banyak ke negara-negara Asia Tenggara karena mereka terus melakukan militerisasi dalam konteks meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, dan sengketa yang belum terselesaikan di Laut Tiongkok Selatan," kata Korybko.

"Dengan itu, Russia akan mendapatkan lebih banyak kepercayaan regional, kemungkinan meningkatkan ekspor perangkat militer lainnya, dan dengan demikian berfungsi sebagai sarana untuk mengeksplorasi peningkatan hubungan bilateral yang komprehensif," kata dia, seraya menambahkan bahwa Beijing tampaknya mentolerir praktik ini karena mungkin lebih memilih negara-negara di kawasan mendapat pasokan peralatan militer dari Russia daripada AS.

Di Tengah Persaingan

Di tengah persaingan AS-Tiongkok di Indo-Pasifik, negara-negara blok Asia Tenggara mempunyai kepentingan untuk mempunyai kekuatan ketiga yang dapat menstabilkan situasi, ujar Lukin dari Universitas Federal Timur Jauh.

"Negara-negara Asean tertarik untuk menarik Russia karena Russia adalah strategi lama Asean untuk mendorong kekuatan eksternal yang menjadi pemangku kepentingan dalam keamanan kawasan," kata Lukin.

"Strategi semacam itu memungkinkan Asean untuk melakukan multilateralisasi geopolitik Asia Tenggara dan melakukan perlindungan nilai terhadap potensi ancaman yang datang dari negara-negara calon hegemoni," imbuh dia.

Cara berpikir ini terlihat dalam kebijakan luar negeri beberapa negara anggota Asean, seperti Vietnam yang telah melakukan tindakan penyeimbangan dengan hati-hati selama beberapa waktu ini.

Russia adalah sekutu tradisional Vietnam dan salah satu dari tiga mitra strategis komprehensifnya, bersama Tiongkok dan India. Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc baru saja melakukan kunjungan kenegaraan ke Moskwa di mana ia bertemu dengan Putin dan kedua belah pihak menegaskan kembali ikatan sejarah mereka.

"Kami tidak ingin dilihat berpihak pada kekuatan apa pun," kata seorang analis pertahanan yang berbasis di Hanoi yang ingin dikutip secara anonim karena dia berafiliasi dengan institusi negara dan tidak berwenang untuk berbicara dengan media asing.

"Ada pepatah Vietnam yang mengatakan: ketika kerbau berkelahi, yang remuk adalah lalat dan nyamuk," tambah dia.

Vietnam mengirimkan kapal perang Ly Thai To (HQ-012), salah satu fregat kelas Gepard yang dibeli dari Russia, untuk ambil bagian dalam ARNEX-21. Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar dan Brunei juga masing-masing mengirimkan satu kapal perang.

Menurut pernyataan yang dikeluarkan Indonesia sebagai negara tuan rumah, latihan ini mencakup latihan pengawasan laut, operasi larangan maritim, latihan pencarian dan penyelamatan, dan beberapa manuver non-tempur dan latihan komunikasi.

Fase latihan di laut akan dilakukan di perairan Belawan hingga Sabang di ujung utara Sumatra.

"ARNEX in terlihat lebih fokus pada keamanan upaya navigasi daripada latihan militer angkatan laut seperti yang dilakukan Russia dengan India, Pakistan, dan Tiongkok tahun ini," kata Mason Clark, analis Russia di lembaga kajian The Institute for the Study of War.

"Hal ini bisa diduga karena Asean tidak terlalu fokus pada militer," imbuh dia.

"Sementara latihan ini dimaksudkan untuk memperluas kemampuan proyeksi kekuatan Russia dan menetapkan kondisi untuk perjanjian bilateral nanti dengan masing-masing negara, mereka kemungkinan akan saling mendukung dengan upaya yang terus Russia lakukan untuk membangun hubungan yang lebih dekat dan memperluas kerja sama angkatan laut dengan Tiongkok," kata Clark.

Seorang analis pertahanan Russia, Vasily Kashin, melihatnya dengan cara yang lebih sederhana. "Saya pikir itu hal yang logis, bahwa di saat kami (Russia) mengadakan banyak latihan dengan Tiongkok, kami juga harus memiliki kegiatan serupa dengan negara-negara Asia lainnya untuk memiliki hubungan yang lebih seimbang di kawasan ini,".

Dia mengatakan latihan itu tidak akan menimbulkan tantangan bagi posisi AS di kawasan itu atau ada keberatan dari Tiongkok. RFA/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top