Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan MRT/Dewan dalam Kepemilikan HGB Lahan Ancol Barat

Lahan Depo MRT Ancol Barat Syarat Pinjaman JICA

Foto : (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp)

Foto udara depo Mass Rapid Transit (MRT) di Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (16/4)

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dirut PT MRT Jakarta, William Sabandar,menjelaskan pengusulan lahan untuk keperluan depo kereta MRT fase II di Ancol Barat sebagai syarat memudahkan pinjaman Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA).

William mengatakan MRT Jakarta saat ini sedang mengerjakan proyek fase II-A jurusan Bundaran Hotel Indonesia (HI)-Kota senilai 22,5 triliun rupiah yang dananya berasal dari talangan JICA.

"Saya melihat dari perspektif korporasi karena bantuan Jepang ini harus dieksekusi, karena kalau tidak punya lahan depo kita akan berhadapan dengan situasi yang sulit," kata William saat rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama PT Bank DKI, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (JAA), Rabu (22/7).

William menjelaskan alasannya memilih lahan di Ancol Barat yang saat ini sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dikuasai PT Asahimas Flat Glass, karena secara teknis dan kajian dari para ahli, lokasi Ancol Barat lebih efisien dari sisi pembiayaan maupun dari sisi lingkungan.

"Ancol Barat luas, ada lahan Asahimas yang akan ditinggalkan karena bukan kawasan industri lagi. Kemudian, luas efektifnya bisa dipakai semua," ujar William.

Lokasi Ideal

Selain itu, kata dia, dari sisi geometri lahan yang cenderung berbentuk persegi panjang di Ancol Barat dianggap ideal untuk depo dengan daya tampung 32 rangkaian kereta. Bahkan berdasarkan studi kelayakan (feasibility study), lokasi depo di Ancol Barat akan terintegrasi dengan stasiun yang ada kawasan pariwisata Ancol dan Mangga Dua.

"Secara ekonomi, kami akan membantu peningkatan perekonomian warga Jakarta melalui kerja sama dengan Ancol karena di pintu masuk Ancol akan ada stasiun," ucapnya.

Menurutnya, beda halnya dengan pemilihan lokasi depo di Ancol Timur hasil reklamasi. Selain luasnya tidak memadai, lahan di sana juga sulit dijadikan depo karena bentuknya persegi empat.

"Di Ancol Timur lehernya (jalan mengarah ke depo) kecil sekali dan menyulitkan untuk manuver kereta saat masuk ke dalam. Jadi, efektivitas penggunaan lahan tidak terlalu baik. Karena itu, dari sisi kondisi tanah Ancol Barat siap digunakan karena beban tinggi usia sudah 40 tahun.

Sementara Ancol Timur perlu soil improvement (perkuatan tanah) karena lahan baru (hasil reklamasi) membutuhkan proses waktu konsolidasi selama 20-40 tahun," ujarnya.

Sebelumnya, Komisi B DPRD DKI Jakarta mendalami status kepemilikan Hak Guna Bangun (HGB) PT Asahimas Flat Glass di Kawasan Ancol Barat yang akan dibangun depo kereta MRT Jakarta fase II di atasnya.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan tujuh HGB Asahimasdi atas lahan yang dimiliki PT Pembangunan Jaya Ancol itu, paling cepat akan habis masa berlakunya pada 2022 mendatang.

Menurutnya, pembahasan mengenai status HGB dan HPL ini untuk menghindari adanya kesalahan dalam proses administrasi dan keuangan. Jangan sampai, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan anggaran hanya untuk "membayar" lahannya sendiri. n Ant/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top