Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Polusi Udara l Udara Buruk Sebabkan Pengendara Mengantuk dan Mudah Lelah

Kualitas Udara di Jakarta Buruk

Foto : KORAN JAKARTA/Muhaimin A Untung

Gedung-gedung perkantoran di Jakarta Pusat diselimuti polusi udara, Selasa (1/8). Jakarta merupakan salah satu kota yang memiliki udara yang buruk. Bahkan Jakarta memiliki udara baik hanya dalam beberapa hari saja. Dalam setahun kualitas udara Jakarta tegolong baik hanya selama 80 hari.

A   A   A   Pengaturan Font

Masyarakat dapat mengetahui kondisi udara terkini dan melakukan langkah preventif seperti menggunakan masker.

JAKARTA - Pemantauan Greenpeace Indonesia sejak Januari hingga Juni 2017 di 21 lokasi mengungkap, kualitas udara di Jabodetabek memasuki level tidak sehat sebagaimana standar yang tetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengatakan, dalam pemantauan di wilayah Jakarta Pusat, udara dengan kualitas yang baik hanya kurang dari 20 hari selama semester pertama.

Kondisi serupa juga terjadi di wilayah Jakarta Selatan. Hal ini merupakan pertanda buruk bagi penduduk Jakarta,serta masyarakat luar Jakarta yang banyak beraktivitas di Ibu Kota.

"Konsentrasi polutan PM2,5 yang tinggi sangat berbahaya bagi masyarakat khususnya kelompok sensitif, seperti anak-anak, ibu hamil, dan kelompok lanjut usia," katanya di Jakarta, Selasa (1/8).

Dengan menggabungkan analisis risiko dari Global Burden of Disease Project yang dilaksanakan The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan tingkat Particulate Matter (PM) 2.5 tahunan, pihaknya dapat menghitung meningkatnya risiko kematian karena penyakit tertentu pada berbagai tingkat PM2.5 tahunan.

Salah satu hasil perhitungan adalah risiko kematian akibat penyakit stroke di 21 lokasi pemantauan meningkat dua kali lebih tinggi akibat tingginya konsentrasi PM2.5. "Keberadaan perangkat pemantauan udara khususnya yang bisa memantau konsentrasi PM2,5 sangat penting. Dengan mengetahui data polutan tersebut adalah langkah awal dari berbagai hal," ujar Bondan.

Pihaknya menghimbau, masyarakat dapat mengetahui kondisi udara terkini dan melakukan langkah preventif seperti menggunakan masker yang tepat, atau bahkan mengurangi aktivitas di tempat yang memiliki kadar PM2,5 yang tinggi. Selain itu, pemerintah daerah perlu untuk merancang kebijakan untuk mencegah kondisi udara lebih buruk lagi.

Greenpeace melihat pemantauan kualitas udara di wilayah Jakarta yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta saat ini belum memadai. Hanya terdapat lima lokasi pemantauan dengan dengan data kualitas udara yang belum real-time, bahkan belum mencantumkan konsentrasi PM2,5.

"Maka itu, Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan pemerintah daerah lainnya perlu melakukan pemantauan PM2,5." imbuhnya.

Sementara itu, menanggapi laporan Greenpeace Indonesia soal buruknya kualitas udara di Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengatakan, Pemprov DKI Jakarta punya parameter yang berbeda terkait ukuran kualitas udara. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta menggunakan angka PM (Particulate Matter) 10, sementara Greenpeace Indonesia menggunakan angka PM 2.5.

Keracunan

Sebelumnya, menurut Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal, hal itu berefek pada udara yang dihirup masyarakat setiap harinya. Dia mencontohkan, saat seseorang merasa lemas atau mengantuk saat berkendara hal itu disebabkan karena keracunan pada polusi udara.

"Ketika seseorang merasa lemas bukan karena mengantuk tapi karena keracunan udara yang sudah tercemar," ujarnya.

Ahmad mengatakan, keracunan itu karena zat karbon monoksida. Dalam tahapan yang rendah, seseorang yang menghirup karbon monoksida biasanya akan mengalami alergi dan lemas serta mengantuk.

"Seseorang yang terhirup karbon monoksida jangka rendah, dia hanya alergi yang efeknya mengantuk dan lemas sebenarnya tapi kalau dosisnya bertambah dia akan alami pingsan," ucapnya.

Tidak hanya pengendara motor, Ahmad menyebutkan, seorang pengendara dapat mengalami tujuh kali lipat keracunan karbon monoksida saat berada di dalam mobil. Hal tersebut terjadi jika jendela mobil saat berjalan yang dibuka kemudian ditutup kembali.emh/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top