Krisis Air Ancam Produksi Pangan Global
Kelangkaan Air l Seorang perempuan mengisi tangki penampungan setelah ia menerima jatah air bersih dari truk pembawa air saat terjadi kelangkaan air di Bengaluru, India, pada Maret lalu. Dalam laporannya, Komisi Global tentang Ekonomi Air menyatakan bahwa tidak adanya penanggulangan terhadap krisis air dapat membahayakan lebih dari setengah produksi pangan dunia pada 2050.
Foto: AFP/Idrees MOHAMMEDPARIS - Tidak adanya penanggulangan terhadap krisis air dapat membahayakan lebih dari setengah produksi pangan dunia pada 2050. Para ahli memperingatkan hal itu dalam sebuah laporan utama yang diterbitkan pada Kamis (17/10).
"Hampir 3 miliar orang dan lebih dari setengah produksi pangan dunia kini berada di wilayah-wilayah di mana total penyimpanan airnya diperkirakan mengalami penurunan," kata laporan oleh Komisi Global tentang Ekonomi Air (GCEW).
"Perubahan iklim, penggunaan lahan yang merusak, dan salah urus yang kronis telah menempatkan siklus air global di bawah tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ungkap GCEW yang merupakan sebuah inisiatif penelitian dua tahun yang dibentuk oleh Belanda pada tahun 2022.
Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa krisis air dapat menyebabkan penurunan PDB rata-rata sebesar delapan persen untuk negara-negara berpendapatan tinggi pada 2050 dan sebanyak 15 persen untuk negara-negara berpendapatan rendah. "Gangguan siklus air memiliki dampak ekonomi global yang besar," imbuh laporan tersebut.
Laporan GCEW juga menerangkan bahwa penurunan ekonomi juga akan menjadi konsekuensi dari dampak gabungan dari perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu akibat perubahan iklim, bersama dengan penurunan total penyimpanan air dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.
Dalam menghadapi krisis tersebut, laporan itu menyerukan agar siklus air dipandang sebagai komoditas umum global dan melakukan transformasi tata kelola air di semua tingkatan.
"Biaya yang dikeluarkan dalam tindakan ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian yang akan ditimbulkan oleh ketidakpedulian yang terus-menerus terhadap ekonomi dan kemanusiaan," demikian penuturan laporan tersebut..
Langka dan Mahal
Meskipun air sering dianggap sebagai anugerah alam yang melimpah, laporan tersebut juga menekankan bahwa air itu langka dan mahal untuk diangkut.
Oleh karenanya laporan tersebut menyerukan penghapusan subsidi yang merugikan di sektor-sektor yang membutuhkan banyak air atau mengalihkannya ke solusi penghematan air dan memberikan dukungan yang tepat sasaran bagi masyarakat miskin dan rentan.
"Kita harus memadukan harga air dengan subsidi yang tepat," kata Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia, Ngozi Okonjo-Iweala, salah satu ketua GCEW, selama pengarahan daring.
Wakil ketua GCEW, Presiden Singapura, Tharman Shanmugaratnam, menegaskan perlunya melihat air sebagai masalah global, untuk berinovasi dan berinvestasi guna menyelesaikan krisis dan menstabilkan siklus hidrologi global. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- Sensasi “Menyengat” di Pemandian Air Panas Soka
- Wisata Taman Laut 17 Pulau Destinasi Alternatif Pulau Komodo
- Gerak Cepat, Gulkarmat Kerahkan 75 Personel Padamkan Rumah yang Terbakar di Kampung Bahari
- Beijing Kecam Tindakan Pemerintah AS yang Batasi Visa Pejabat Hong Kong
- Mengagetkan Cawagub DKI Suswono Tidak Bisa Mencoblos di Pilkada Jakarta, Ternyata Ini Penyebabnya