Kreatif, Pot Tanaman dari Limbah Kulit Durian
Ilustrasi kulit durian.
Foto: IstimewaYOGYAKARTA - Empat mahasiswa UGM, Wikan Wicaksono (Teknologi Pertanian), Nabilah Khansa Mafudzah (Teknologi Pertanian), Dika Anggraeni (Teknologi Pertanian), dan Lukman Yulianto (Teknik Kimia), membuat pot ramah lingkungan atau eco-pot berbahan serat kulit durian dan rumput gajah.
Produk ini dikembangkan sebagai salah satu Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset dan Eksakta (PKM-RE). Tim ini menggali potensi dari kulit durian yang mengandung lignin, selulosa, dan pati, serta rumput gajah yang mengandung lignin dan memiliki serat kasar yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa.
"Kami memanfaatkan limbah kulit durian dan rumput gajah yang jumlahnya cukup melimpah. Kandungan serat, lignin, dan selulosa yang cukup tinggi dapat digunakan untuk membuat sesuatu yang kuat dan kokoh, yaitu menjadi eco-pot," tuturnya.
Ia mengungkapkan, kulit durian dan rumput gajah merupakan salah satu limbah organik yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sekitar 10-15% bagian tanaman pada rumput gajah tidak terkonsumsi oleh ternak dan akan menjadi limbah yang akan dibakar dan menghasilkan abu serta dapat menyebabkan polusi udara. Sementara itu, limbah kulit durian dapat menyebabkan sampah yang tentunya tidak sedap aromanya jika dibiarkan begitu saja.
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), tim ini melakukan penelitian secara intensif untuk menggali manfaat dan komposisi yang tepat dalam menciptakan pot organik yang kuat, sehingga nantinya dapat dijadikan pot persemaian yang mampu diaplikasikan pada tanaman dan mudah terurai dalam tanah.
Wikan menjelaskan, proses pembuatan eco-pot dimulai dengan pengambilan serat pada kulit durian dengan cara diparut. Serat ini kemudian dikeringkan bersamaan dengan rumput gajah yang sudah dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil.
"Setelah dikeringkan selama 36 jam, serat diambil dan selanjutnya ditimbang bersama tanah liat untuk mendapatkan beberapa sampel yang hendak diuji," terangnya.
Dalam pembuatan eco-pot, berat tiap bahan yang hendak dicampur dalam setiap sampel yang dihasilkan perlu diperhatikan. Selain itu, perlu dilakukan penghalusan serat kulit durian dan rumput gajah setelah proses pengeringan untuk mendapatkan sampel yang konsisten dan terlihat rapi.
"Setelah pembuatan pot, perlu dilakukan proses pengeringan menggunakan bantuan alatcabinet dryerdan biasanya memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 48 jam. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan sampel pot yang kering sempurna dan tentunya memiliki tingkat kekerasan yang maksimal," imbuh Dika.
Dari penelitian yang dilakukan, diketahui eco-pot yang terbuat dari serat kulit durian dan rumput gajah terbukti memiliki tingkat kekerasan yang baik. Pengujian menggunakan mesin UTM (Universal Testing Machine) menunjukkan bahwa salah satu sampel pot memiliki daya tekan (F.max) yang cukup tinggi, yaitu sekitar 166 N.
Selain itu, dilakukan juga pengujian daya jatuh yang membuktikan bahwa eco-pot memiliki ketahanan fisik jika terjatuh dari ketinggian tertentu. Eco-pot ini, terangnya, dapat menjadi alternatif pot ramah lingkungan pengganti polybag.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Eko S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- Jonatan Christie Maju ke Final China Masters 2024
- Amankan Kampanye Akbar Pilgub DKI, Polda Metro Jaya Kerahkan Ribuan Personel
- Perkuat Jaringan di Jaksel, The Ascott Limited Buka Somerset Kencana Jakarta
- Kampanye Akbar, RIDO Bakal Nyanyi Bareng Raja Dangdut Rhoma Irama di Lapangan Banteng
- Retno Marsudi Diangkat Jadi Dewan Direksi Perusahaan Energi Terbarukan Singapura