Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wakil Rakyat

KPU Diminta Tak Tindak Lanjuti Surat Penggantian Caleg Terpilih

Foto : ANTARA/Maria Rosari

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Oce Madril.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Oce Madril mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebaiknya tidak menindaklanjuti surat penggantian calon anggota legislatif (caleg) terpilih dari pimpinan partai politik (parpol).

"Apabila KPU menindaklanjuti maka akan ada konsekuensi pelanggaran etik KPU yang dapat berujung pada pelaporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," kata Oce dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (13/9).

Ia mengatakan bahwa caleg terpilih pada Pemilu 2024 itu ditetapkan oleh KPU sehingga KPU tidak dapat menganulir penetapan tersebut tanpa dasar hukum.

Apalagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) dijelaskan caleg DPR terpilih akan segera dilantik pada sidang Paripurna DPR di hadapan Ketua Mahkamah Agung sesuai ketentuan Pasal 77 UU MD3.

"Sebentar lagi anggota DPR terpilih akan dilantik pada tanggal 1 Oktober. Artinya, saat ini merupakan tahap menuju pelantikan anggota DPR dengan menyiapkan keputusan presiden," ujarnya.

Menurut Oce, surat penggantian anggota DPR terpilih oleh parpol pada tahap ini jelas melanggar hukum dan prosedur. Oleh karena itu, KPU tidak boleh memproses surat semacam itu.

"Apabila parpol tetap bersurat ke KPU, artinya sedang terjadi konflik internal parpol dengan anggota DPR terpilih. Menurut UU Parpol harus diselesaikan dulu melalui Mahkamah Partai dan KPU harus menunggu penyelesaian tersebut," jelasnya.

Sebelumnya, Rabu (11/9), anggota KPU RI Idham Holik membenarkan bahwa lembaganya menerima surat dari beberapa partai politik untuk mengganti calon anggota legislatif (caleg) terpilih.

"Berkenaan dengan hal tersebut memang kami menerima beberapa surat dari pimpinan partai politik," kata Idham saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (11/9).

KPU akan melakukan kajian terhadap surat tersebut. Apabila memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, KPU akan melakukan klarifikasi, baik terhadap partai politik yang mengajukan surat tersebut ataupun caleg terpilih yang digantikan atau diberhentikan tersebut.

Menurut Idham, hal tersebut perlu dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 yang menjelaskan apabila anggota partai politik yang diberhentikan melakukan gugatan ke pengadilan negeri, maka KPU harus menunggu selesainya pembacaan putusan gugatan tersebut.

Distorsi Kedaulatan Rakyat

Terpisah, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa pergantian caleg terpilih mendistorsi kedaulatan rakyat karena tidak sejalan dengan sistem pemilu proporsional terbuka di mana caleg dengan suara terbanyaklah yang berhak untuk menjabat.

"Fenomena penggantian caleg terpilih sebelum pelantikan menjadi semakin marak karena dianggap cara yang lebih mudah untuk mengganti seseorang daripada pergantian setelah pelantikan dilakukan," kata Titi saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan hal itu tidak lepas karena KPU cenderung menyerahkan kepada partai karena dianggap sebagai masalah internal partai. Hal ini berbeda dengan PAW setelah menjabat yang memberikan ruang kepada anggota DPR untuk menempuh upaya hukum sampai dengan keluarnya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya, tindakan partai yang memecat atau mengganti caleg karena masalah di internal cenderung tidak transparan dan akuntabel. Sehingga, rentan menjadi tindakan yang sewenang-wenang dan beraroma transaksional.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top