Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keterbukaan Informasi | Publik Diminta Cermat Menelusuri Rekam Jejak Calon Wakil Rakyat

KPU Berencana Buka Data Caleg

Foto : ISTIMEWA

Ilham Saputra, Anggota KPU.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum bisa membuka informasi data riwayat hidup calon anggota legislatif (caleg) kepada publik, karena hal ini dianggap berpotensi melanggar Pasal 17 ayat H Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pada dasarnya KPU ingin membuka atau memberikan data riwayat hidup para caleg, namun KPU terikat dengan UU Keterbukaan Informasi Publik, yang di dalamnya mengatur bahwa soal data pribadi itu tidak bisa kemudian diberikan atau dibuka begitu saja kepada publik.

Karena sesuai PKPU nomor 31 tahun 2018 tentang Pencalonan Legisilatif, ketika para caleg mendaftarkan dirinya sebagai caleg, mereka sudah diwajibkan mengisi formulir pencalonan BB.2 -KWK atau surat pernyataan tentang kesepakatan parpol dalam pencalonan. Yang di dalamnya berisi tentang data pribadi, riwayat pendidikan, pengalaman kerja, pengalaman organisasi, publikasi, penghargaan dan lain-lain.

Ini sekaligus menjelaskan bahwa KPU tidak perlu lagi meminta para caleg yang tidak mau membuka data dirinya. Karena dalam hal ini, para caleg yang tidak ingin membuka data dirinya terutama di sistem informasi pencalonan (SILON), juga memiliki hak konstitusional untuk tidak membuka data dirinya. Sebab di dalam formulir pencalonan BB.2 -KWK juga termuat data menyangkut informasi keluarga yang harusnya hal tersebut menjadi privasi para caleg.

Namun KPU menilai, bagi caleg-caleg yang tidak membuka data dirinya dalam SILON KPU, maka KPU akan mempertimbangkan untuk mengumumkannya ke publik sebagaimana halnya KPU mengumumkan caleg mantan narapidana korupsi beberapa waktu lalu. Hanya saja yang diumumkan hanya sebatas data pribadi si calegnya saja, untuk hal-hal yang menyangkut data keluarga, KPU tidak akan mempublikasikannya.

"Nah yang paling bisa kita lakukan adalah, kita mengumumkan siapa-siapa saja yang tidak membuka akses terhadap data pribadinya kepada publik untuk kemudian kita serahkan kepada publik terserah bagaimana publik menilai terkait dengan ketidakterbukaan para caleg yang atas keinginannya sendiri untuk tidak membuka akses data pribadinya. Tapi kita juga harus menghormati caleg tersebut untuk dijaga data keluarganya," ujar Anggota KPU Ilham Saputra, di KPU, Jakarta, Kamis (7/2).

Tidak Berimbang

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, informasi yang beredar di publik sekarang ini tidak lah berimbang. Informasi mengenai pemilihan presiden lebih mendominasi percakapan publik ketimbang pemilihan anggota legislatif.

Misalnya profil, visi, misi, dan program calon presiden telah banyak beredar, tetapi profil, visi, misi, dan program calon anggota legislatif (caleg) belum semuanya terbuka di situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kondisi ini mencederai semangat keterbukaan informasi bagi publik dan transparansi Pemilu 2019. Padahal, UU Pemilu telah mengamanatkan keterbukaan informasi bagi publik. Pasal 14 huruf c UU Pemilu menyebutkan bahwa KPU berkewajiban menyampaikan semua informasi Penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat.

Berdasarkan data yang dikumpulkan PERLUDEM dari sistem informasi KPU infopemilu.kpu.go.id, per 6 Februari 2019, masih ada 2043 dari 7992 (25.56 persen) caleg yang enggan membuka data diri. Jika direkapitulasi berdasarkan jenis kelamin, 1162 dari 4790 (24.26 persen) caleg laki-laki enggan membuka data diri serta 881 dari 3203 (27.51 persen) caleg perempuan enggan membuka data diri.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Hendra J Kede berpenda[at, jika merujuk pada pasal per pasal Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tidak ada satupun pasal yang mewajibkan kepada caleg untuk membuka data pribadinya kepada publik.

Itu haruslah dimaklumi sebab UU tersebut hanya mengatur tentang hak publik untuk mengakses informasi yang ada di badan publik. Tetapi penyelenggara dan peserta pemilu menurut UU KIP adalah badan publik yang wajib tunduk dan melaksanakan keterbukaan informasi bagi publiknya.rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top