Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

KPNas: Transformasi Kelola Sampah di Pantura Jabar Suatu Keharusan 

Foto : ANTARA/Desi Purnama Sari

Seorang anak berjalan melintasi aliran sungai yang dipenuhi sampah di Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Senin (15/7/2024).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pada Juli 2024, Bagong Suyoto dari Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) dan tim yang terdiri dari Rido Satriyo Sekretaris Yayasan Kajian Sampah Nasional, Carsa Hamdari Ketua Prabu Peduli Lingkungan, Khoidir Rohendi Ketua Yayasan Al-Muhajirin Bantargebang, melakukan investigasi dari TPST Bantargebang dan TPA Burangkeng hingga Muaragembong Bekasi Utara.

Dalam aktivitas tersebut, ditemukan sejumlah titik pembuangan sampah liar di pekarangan kosong, pinggir jalan, drainase, daerah aliran sungai (DAS) dan badan sungai.

Pembuangan sampah yang terparah tampak di sepanjang Kali CBL (Cikarang Bekasi Laut). Ada yang ditumpuk, dan ada yang dibakar secara terbuka. Karena tidak ada infastruktur pengelolaan sampah, seperti bak, container sampah atau tempat penampungan sementara (TPS). Semakin ke utara semakin jauh jaraknya dari TPA Burangkeng, sekitar 60 sampai 75 km.

Kondisi tersebut semakin buruk ketika tim melakukan pemantauan menggunakan perahu, mengelilingi Muara Blacan Muaragebong. Bahwa sampah padat dan cair dari CBL berlabuh di Muara Blacan dan laut Jawa. Ditambah lagi limbah dari Banjir Kanal Timur (BKT), Kali Cilincing Jakarta. Muaragembong juga jadi penerima limbah dari ujung aliran Kali Citarum.

Belum seluruh wilayah Muaragembong tersebut dimonitoring. Namun, data-data dan foto-foto lapangan yang dikirim tim Peduli Lingkungan Muaragembong Bekasi, yang dipimpin Bang Ajis/Kunceng menunjukkan, bahwa pencemaran di wilayah ini semakin massif. Pencemaran lingkungan, ancaman kesehatan masyarakat dan biota air akibat limbah padat dan cair mengandung logam berat. Informasi terbaru, tim mengirim foto-foto limbah medis yang terdampar di hutan mangrove Muaragembong.

Berkaitan dengan sampah, pada 1 September, Bagong melakukan perjalanan (ziarah religi). Mulai dari makam Syech Maulana Yusuf Kelurahan Kasemen, Masjid Banten Lama Kelurahan Kasunyatan Kota Serang, terus melewati Kramatwatu menuju Kampung Gunungsantri Desa Bojonegara. Simpulan sementara, pengelolaan sampahnya masih buruk.

Dalam perjalanan ia menemukan sejumlah pembuangan sampah liar, tetapi juga semacam penampungan sementara. Mungkin TPS darurat. Sampah dibuang di sembarang tempat; pekarangan kosong, saluran air, pinggir jalan, dll. Sebagian ada yang dibakar, mumpung musim kemarau.

Sepanjang jalan raya Bojonegara menuju tol Jakarta-Merak terdapat beberapa titik pembuangan sampah warga. Ada yang liar, dan ada TPS alakadarnya, sampahnya berserakan. Tampaknya Pemerintah Kabupaten Serang masih kebingungan mengelola sampah. Mereka belum bisa menerapkan standar pengelolaan sampah berpijak UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81/2012, dan Perpres No. 97/2017.

Mengutip Radar Banten (18/2), Pemerintah Kabupaten Serang pada tahun ini menganggarkan Rp26 miliar yang rencananya akan digunakan untuk pembuatan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Kabupaten Serang. Opsi lokasinya di Desa Sigedong, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang,

Sebelumnya, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah mengaku kebingungan untuk membuang sampah-sampah yang masih menumpuk di sejumlah titik di Kabupaten Serang lantaran belum adanya keputusan mereka dapat membuang sampah ke TPS di Cilegon.

"Di Cilegon belum berjalan, jadi ini mau membuang kemana, bingung mau membuangnya. Kami sedang berkoordinasi dengan Pemkot Cilegon, mereka sedang membuat BLUD supaya lebih mudah untuk pembayarannya," terangnya.

Tatu mengatakan, Kabupaten Serang tidak bisa terus-menerus bergantung dengan daerah lain dalam hal mengolah sampah yang diproduksi oleh Kabupaten Serang. Untuk itu pihaknya tengah berupaya untuk membuat TPST Kabupaten Serang.

Jika tidak mempunyai TPA sampah sendiri akan menimbulkan masalah semakin kompleks dan pelik. Kabupaten Serang masih mengandalkan TPA Cilowong Kota Serang. Mestinya Pemkab Serang membuat TPS 3R atau Pusat Daur Ulang setiap kelurahan atau kecamatan. Jadi, fokusnya pengolahan sampah dari sumber.

Sebenarnya Kabupaten Serang telah memiliki Perbup tentang Pengelolaan Sampah. Yaitu, Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Serang No. 6/2021 tentang Kebijakan dan Strategi Kabupaten Serang Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jauh sebelumnya sudah ada Perda Kabupaten Serang No. 11 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kebersihan. Perda No.11 tersebut belum mengacu pada UU No. 18/2008, PP No. 81/2012 dan peraturan perundangan terkait.

Perbup Kabupaten Serang No. 6/2021 itu semacam masterplan atau Jakstrada pengelolaan sampah, rujukannya pada Perpres No. 97/2017, bukan merupakan turunan dari UU No. 18/2008 dan PP No. 81/2021. Juga tidak mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini seperti yang dialami Kabupaten Bekasi, tidak memiliki Perda Pengelolaan Sampah.

Peran Bidang Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup di kabupaten tersebut tidak bisa kerja maksimal karena tidak memiliki Perda Pengelolaan Sampah. Sebab jika terjadi permasalahan di lapangan lebih mengandalkan peran Satpol PP. Mestinya, peran bidang persampahan yang diutamakan, seperti perlunya advokasi, edukasi dan kampanye pengelolaan sampah sistem (reduce, reuce, recycle) dari sumber dengan multi-teknologi.

Mengenalkan hierarki dan prinsip dasar pengelolaan sampah. Pelibatan berbagai elemen sangat esensial. Penyediaan dan dukungan berbagai infrastruktur, pendanaan dan teknologi pengelolaan sampah mulai dari sumber serta pasar daur ulang. Mendorong dan memberi peluang pada pemulung, pelapak, komunitas, bank sampah, PKK, Karang Taruna, para tetua dan tokoh, swasta, sektor daur ulang, dll agar terlibat dalam pengelolaan sampah.

Serang dan keseluruhan Provinsi Banten merupakan wilayah yang dihuni mayoritas santri dan ulama serta tempat peziarahan religius para aulia, ulama kharismatik, dll maka sangat penting mengumandangkan: "Islam Cinta Kebersihan, Islam Cinta Keindahan, dan Kebersihan itu Bagian dari Iman".

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa No. 41/2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Permasalahan sampah disebut menjadi permasalahan nasional, berdampak buruk bagi kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan.

MUI menyebut setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan dan memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan. Muslim diminta menghindarkan diri dari bebragai penyakit, serta perbuatan tabdzir atau menyia-nyiakan dan israf atau berlebih-lebihan. Selanjutnya, membuang sampah sembarangan dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri maupun orang lain, disampaikan hukumnya haram.

Masalah kebersihan, keindahan dan kelestarian lingkungan berlaku bagi semua orang, semua agama di dunia ini. Pemeluk Kristen, Hindu, Budha dan lainnya dalam teologinya dilarang membuat kerusakan di muka bumi, justru diharuskan menjaga kebersihan, kerapian, keindahan dan keberlanjutan.

Mengutip Radar Banten, Provinsi Banten menghasilkan sampah 7,19 ribu ton/hari. Hal itu berdasar data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK RI tahun 2022. Menurut data SIPSN, volume timbulan sampah di Provinsi Banten mencapai 2,62 juta ton pada 2022. Terbesar kelima di Indonesia. Sedang timbulan sampah Kabupaten Serang 1.135,84 ton/hari, dan Kota Tangerang Selatan 972,63 ton/hari.

Timbulan sampah Kota/Kabupaten Serang cukup banyak jika tidak dikelola dari sumber akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Kedua pemerintahan tidak bisa hanya mengandalkan TPA, apalagi sampah tidak diolah dan akan menjadi gunung-gunung sampah. Sampah tiap tahun akan terus bertambah sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan pembangunan dan kota, perdagangan, pelayanan jasa, gaya hidup, dll.

Sampah di darat yang tidak terkelola ketika hujan akan terbawa air masuk ke sungai, kemudian ke pantai dan laut. Berdasarkan laporan media massa dan kajian ilmiah, berbagai jenis sampah itu di temukan hingga Pulau Tunda. Saya pernah melakukan pendampingan di wilayah ini lebih dari 20 tahun lalu, kondisinya sangat terbelakangan dan ketika itu penduduknya kekurangan pangan akibat bantuan Raskin tak kunjungan datang.

Antara melaporkan pada 16 Juli lalu, aliran sungai kurang lebih sepanjang 500 meter di Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten dipenuhi sampah plastik sehingga menghambat aliran air. Tumpukan sampah nampak menutupi aliran sungai yang didominasi oleh sampah-sampah plastik rumah tangga. Bahkan airnya pun berwarna hitam pekat dan menimbulkan aroma tidak sedap ketika berjalan menyusuri sungai tersebut.

"Saya dan tim dari Direktoral Pengelolaan Sampah KLHK ditugasi melakukan Kajian Cepat Pengelolaan Sampah Plastik Lokal dan Impor di Kabupaten Tangerang tahun 2019. Tim melakukan investigasi beberapa hari dan menemukan titik-titik pembuangan liar; sampah rumah tangga, hotel, restoran, industri. Tempat pembuangan sampah terparah berada di DAS sepanjang Kali Cisadane, dan lebih mengerikan di Zona Mati. Sebagian besar sampah tersebut dibuang ke badan Kali Cisadane, yang bermuara di Pulau Sampah Tajung Burung Teluk Naga," kata Bagong.

Ketika musim hujan dan banjir, Kali Cisadane dipenuhi berbagai jenis sampah padat dan cair. Bahkan, hingga Juli 2024 ketika hujan dan banjir Kali Cisadane dipenuhi sampah. Hal ini berdasarkan informasi kawan aktivis lingkungan dan persampahan di Tanjung Burung.

Ferry Dwi Cahyadi, Kukuh Widiyanto, Kukuh Prakoso dalam UPI (2021) menulis, berdasarkan hasil kegiatan gerakan bersih pantai dan laut ditemukan fakta bahwa sampah yang dijumpai di pesisir Pulau Tunda kebanyakan berupa sampah plastik, seperti air minum kemasan, styrofoam, dan pembungkus makanan.

Wilayah pantai utara Provinsi Banten berkesesuian dengan hasil kajian Soleman dkk. (2012), di dalam kajian tersebut wilayah utara dan barat Provinsi Banten memiliki kerawanan yang tinggi untuk terjadinya bencana abrasi dan banjir. Konteks ini bagian dari kesimpulan studi "Kerentanan Pesisir di Pantai Utara Provinsi Banten", yang dilakukan Peri Rahmati dan Dian N Handiani dari Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional Bandung (2021).

Selain, itu kerentanan di era modern ini, zaman serba plastik adalah tentang berbagai limbah padat dan cair yang bermuara di pantai dan laut Serang Banten dan Jawa Bagian Barat. Jika dibiarkan, akan menambah kontribusi pencemaran pantai dan laut. Bertambahnya mikro plastik dimakan ikan-ikan dan biota laut. Sejak 15 atau 20 tahun sejak reformasi, atau setelah jadi provinsi tersendiri, wilayah Banten mengalami kemajuan pembangunan pisik, sektor komersial dan jasa modern semakin pesat.

Lahan daratan, persawahan, rawa-rawa, pesisir pantai diubah menjadi area industri besar, perumahan, tempat perdagangan dan jasa modern, hotel/penginapan, café, tempat wisata, tambak, pelabuhan, dll. Bahkan, Pantura Jawa Bagian Barat sedang dibangun kota-kota modern mandiri bertaraf internasional, mulai dari Tarumaja Bekasi, Marunda Center hingga Teluk Naga, mungkin sampai ke ujung kulon.

Hal itu belum diikuti oleh transformasi perbaikan infastruktur, teknologi dan aspek lain dalam pengelolaan sampah. Perbaikan pengelolaan sampah menjadi kunci dan lebel dari kemajuan pembangunan, budaya dan peradaban manusia di wilayah Pantura Jawa Bagian Barat.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top