KPK Sita 16 Kendaraan Mewah Milik Abdul Latif
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 16 kendaraan mewah milik Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan (Kalsel), Abdul Latif. Mobil tersebut disita karena dia diduga terlibat suap pembangunan RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, tahun anggaran 2017.
"Kendaraan dibawa dengan kapal ke Jakarta. Kemarin dibawa ke Jakarta, hari ini mungkin masih dalam perjalanan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK Jakarta, Selasa (13/3). Menurut Febri, sejumlah kendaraan roda empat dan dua tersebut disita karena diduga berkaitan dengan perkara korupsi yang menjerat Abdul Latif.
Kendaraan tersebut terdiri dari delapan mobil dan delapan motor. Delapan mobil itu terdiri dari dua mobil merek Rubicon, dua mobil merek Hummer, satu Cadilac Escalade, satu mobil BMW Sport, satu mobil Lexus SUV, dan satu unit mobil Velfire. Febri mengatakan delapan motornya adalah empat motor Harley dan empat motor trail merek KTM.
Ke-16 kendaraan mewah itu dibawa untuk dijadikan bukti tambahan. Sebelumnya dalam kasus dugaan suap pembangunan RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, tahun anggaran 2017 itu KPK telah menetapkan empat tersangka. "Keempat tersangka tersebut, yakni Abdul Latief, Ketua Kamar Dagang Indonesia Hulu Sungai Tengah, Fauzan Rifani, Dirut PT Sugriwa Agung, Abdul Basit, dan Dirut PT Menara Agung, Donny Winoto.
Abdul Latif diduga menerima suap bersama dengan dua orang lain, yaitu Fauzan dan Abdul Basit, sedangkan pemberi suap adalah Donny," katanya. Febri mengatakan pemberian suap itu diduga terkait pembangunan ruang kelas I, kelas II, VIP, dan Super VIP di RSUD Damanhuri. Dugaan commitment fee proyek ini adalah 7,5 persen atau sekitar 3,6 miliar rupiah.
Realisasi pemberian itu terbagi menjadi dua termin. Termin pertama pada rentang September-Oktober 2017 sebesar 1,8 miliar rupiah dan termin kedua pada 3 Januari 2018 sebesar 1,8 miliar rupiah. Atas perbuatannya, kata Febri, Latif, Fauzan, dan Abdul dijerat dengan Pasal 12 Ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. mza/N-3
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya