Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum

KPK Sambut Baik Sadap Tak Perlu Izin Dewas

Foto : Istimewa

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait upaya penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tak perlu lagi izin kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
"Terkait dikabulkannya sebagian permohonan dalam putusan MK, kami sambut baik putusan MK terkait penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan oleh KPK," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (6/5).
Ali mengatakan KPK akan melaksanakan putusan tersebut dengan menyesuaikan kembali beberapa mekanisme proses kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tersebut.
"Kami memastikan segala proses tindakan pro justitia dalam rangka penegakan hukum penyelesaian penanganan perkara tersebut dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku," ucap dia.

Beri Apresiasi
KPK mengucapkan terima kasih dan memberi mengapresiasi setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah menjadi pemohon dalam proses judicial review atau uji materi terkait Undang-Undang KPK hasil revisi.
"Kami yakin semua pihak yang terlibat menjadi pemohon bertujuan untuk terus memperkuat dan mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Ali.
Dewas KPK pun mengharapkan kinerja penindakan KPK lebih baik lagi pasca putusan MK tersebut. "Tentang apakah KPK akan menjadi lebih kuat dengan dicabutnya tugas dewas memberikan izin tersebut. Tentunya kami lihat dalam pelaksanaannya ke depan, harapannya tentu akan lebih baik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Tumpak menyatakan dewas menghormati putusan MK tersebut dan memastikan tugas dewas lainnya tetap dilakukan secara efektif.
Sebelumnya dalam amar putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan nomor pokok perkara 70/PUU-XVII/2019.
Gugatan diajukan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid dan kawan-kawan. MK menyatakan Pasal 12B, Pasal 37B ayat (1) huruf b, dan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Atas putusan itu, upaya penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK tak perlu lagi mengajukan izin, namun cukup dengan memberitahukan kepada Dewas KPK.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai KPK harus memastikan kewenangan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tetap dilaksanakan secara profesional dan tidak melanggar HAM.
"Karena upaya paksa ini (penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan) adalah bagian pelaksanaan kewenangan pro-justicia maka KPK harus memastikan pelaksanaannya tetap proper dan profesional, dan tidak melanggar hak termasuk HAM," kata Didik.
Didik meminta KPK harus memastikan dalam melaksanakan kewenangan tersebut menghadirkan kepastian hukum adalah menjadi bagian esensi dasar dalam penegakan hukum.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top