Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Skandal Keuangan

KPK Mesti Usut Obligor Penerima BLBI Terbesar

Foto : Koran Jakarta/M Fachri

Tuntaskan BLBI - Massa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/7). Mereka menuntut KPK segera menuntaskan skandal BLBI dan Bank Century.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan tidak hanya berhenti pada kasus pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) dalam mengusut dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Lembaga antikorupsi itu juga diminta mengusut pemilik Bank Central Asia (BCA) sebagai penerima BLBI terbesar sekaligus yang merugikan keuangan negara terbesar.

Pegiat antikorupsi dari Kaukus Muda Indonesia, Edi Humaidi, mengatakan kasus BLBI yang sekarang sedang diperkarakan oleh KPK merupakan pintu masuk untuk mengungkap skandal keuangan BLBI pada obligor lainnya.

"Jadi tidak terkesan tebang pilih. KPK juga harus mengusut para penerima BLBI, terutama yang menikmati dalam jumlah besar, seperti pemilik BCA," kata Edi saat dihubungi, Selasa (17/7).

Menurut Edi, BCA merupakan penerima BLBI terbesar, yakni mencapai 52,7 triliun rupiah. Namun, aset yang diserahkan pemiliki bank itu sebagai pengembalian BLBI, menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hanya bernilai 19 triliun rupiah.

Dengan demikian, masih terdapat kekurangan bayar sekitar 33 triliun rupiah. "Tapi, sampai sekarang tidak jelas penanganannya. Malah, yang kita tahu kepemilikan BCA telah beralih ke pihak lain, dijual dengan nilai yang murah," ujar dia.

Edi kemudian mengutip penjelasan mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie, bahwa penjualan BCA kepada pemenang lelang, yakni Farallon Capital Management LLC, merupakan tindakan bodoh.

Sebab, 93 persen saham BCA telah diambil alih pemerintah dengan dana sebanyak 23,99 triliun rupiah. Kemudian, bank tersebut disehatkan dengan obligasi rekapitalisasi perbankan (obligasi rekap) sebesar 60 triliun rupiah.

"Tapi, oleh pemerintah saat itu, BCA malah dijual 10 triliun rupiah. Artinya, negara rugi 78 triliun rupiah. Ini belum lagi soal obligasi rekap yang harus ditanggung pemerintah sampai tahun jatuh tempo," ujar Edi.

Dihubungi terpisah, Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro, meminta KPK memeriksa dan menyelidiki pemilik BCA sekarang, yakni pemilik Grup Djarum.

"Sebab, BCA yang pada akhir tahun 2002 mempunyai nilai kekayaan 114 triliun rupiah, pada tahun 2003 dijual sahamnya 51 persen hanya lima triliun rupiah saja kepada pemilik Grup Djarum.

Jadi, patut diduga dilakukan secara tender tertutup dan terbatas oleh Group Farallon dan Standard Chartered Bank," kata dia.

Lebih tragisnya, kata dia, tiga bulan setelah transaksi penjualan dengan rekayasa yang penuh kecurangan tersebut,

Grup Djarum menerima pembagian laba (deviden) BCA sebesar 580 miliar rupiah dan pada 2004 sampai hari ini, pengusaha itu masih menerima subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI dari pemerintah yang ada dalam BCA sebesar tujuh triliun rupiah per tahun.

"Dan, nilai BCA hari ini mencapai 600 triliun rupiah lebih," tegas Sasmito. "Bayangkan, negara dimiskinkan oleh obligor-obligor nakal dan atau pengemplang BLBI, sehingga KPK perlu mengusut tuntas," imbuh dia.

Sementara itu, massa dari gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) menggelar aksi di Gedung KPK.

Aksi tersebut menuntut penuntasan dua megaskandal korupsi keuangan negara terbesar di negeri ini, yaitu BLBI Gate dan Bank Century atau Century Gate. Ant/ahm/AR-2


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top