Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

KPAI Sebut Otonomi Daerah Membuat Kebijakan Pendidikan Kebablasan

Foto : Muhamad Ma'rup

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah (tengah) dalam konferensi pers, di Jakarta, Jumat (5/5).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komisioner bidang pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono, menyebut sejak adanya pola otonomi daerah, membuat kebijakan pemerintah daerah (Pemda), termasuk di bidang pendidikan menjadi kebablasan. Kebijakan-kebijakan strategis lahir tanpa ada kontrol.

"Semenjak ada pola otonomi daerah ini Pemda menjadi kebablasan. Kebijakan strategis seperti di wilayah pendidikan tidak terkontrol sehingga tahu-tahu berimplikasi harus ada dan seterusnya," ujar Aris, dalam konferensi pers, di Jakarta, Jumat (5/5).

Dia menyebut, kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai contoh. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak didasari kajian mendalam dan merupakan keinginan Gubernur yang kemudian ditindaklanjuti dinas pendidikan.

Aris menambahkan, pemerintah pusat dalam hal ini kementerian dan lembaga terkait langsung menggelar koordinasi untuk merespons kebijakan tersebut. Kendati disimpulkan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan memberi catatan-catatan, tapi kebijakan tersebut masih berjalan. "Kami menunggu dan akhirnya kami cek ke lapangan ternyata masih berjalan," jelasnya.

Aris menyebut, berdasarkan kasus tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi catatan agar ada koordinasi yang baik ketika Pemda mengeluarkan kebijakan strategis di bidang pendidikan. Pihaknya juga mendorong pola harmonisasi ketika Pemda akan mengeluarkan kebijakan.

"Agar tidak jadi polemik di masyarakat, apalagi berimbas ke daerah lain. Ini akan merugikan kepada anak dan kepada masyarakat," tandasnya.

Hasil Survei

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menerangkan, pihaknya melakukan pengambilan data secara sampling uji kelayakan kelangsungan kebijakan tersebut. Pihaknya menyurvei 219 responden terdiri dari Guru, Peserta Didik, dan Orang Tua Peserta Didik dari 10 sekolah SMA/SMK di Provinsi NTT.

Dia mengungkapkan, 72 persen sekolah yang menjadi responden tidak dimintakan persetujuan terkait kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA. 80 persen peserta didik yang menjadi responden kesulitan membagi waktu setelah pelaksanaan kebijakan waktu masuk sekolah pukul 05.30 dan hanya sedikit peserta didik yang merasa baik-baik saja, sedangkan hanya 8 guru dan 7 peserta didik responden yang mampu datang tepat waktu ke sekolah.

"Bahwa sebagian besar responden tidak menerima sosialisasi kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA dari Pemerintah Daerah," katanya.

Ai meminta agar kebijakan tersebut dicabut saat dimulainya tahun ajaran baru. Menurutnya, upaya peningkatan kompetensi peserta didik harus tetap harus pentingan terbaik buat anak.

"Harapan mayoritas orang tua, guru, peserta didik, Jam Masuk sekolah 05.30 WITA dibatalkan dan dikembalikan masuk sekolah seperti semula, yaitu pukul 06.30 atau 07.00 WITA, karena faktor keamanan, transportasi, kesiapan belajar, fokus belajar, waktu interaksi orang tua dan anak, kesehatan, dan lain-lain," terangnya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top